Dokter Giandra membawa Amora yang tampak sepi dekat dengan toilet dan jarang dilewati oleh tenaga medis."Ada apa?" tanya Amora setelah lelaki itu melepaskan tangannya.Sebelum menjawab, dokter Giandra memperhatikan ekspresi Amora. Dia tahu bahwa wanita itu tampak sedang menahan amarah terutama saat baru masuk ke ruang operasi. "Kamu baik-baik saja?""Memangnya aku terlihat bagaimana sampai kamu bertanya begitu?" Nada bicaranya terdengar acuh tak acuh. Moodnya cukup jelek karena Rehan dan Sofia."Tidak mungkin aku bertanya begitu jika kamu terlihat baik-baik saja."Amora menghela nafas."Memangnya ada faktor lain yang bisa membuatku tidak baik-baik saja selain keluarga Dwipangga?" Pertanyaan retoris itu menjurus dengan tajam.Dokter Giandra menganggukkan kepalanya, paham dengan apa yang dimaksud oleh wanita itu. Dia tampak berpikir sejenak sampai akhirnya tiba-tiba bertanya, "Apa kamu sudah memikirkannya?""A-apa maksudmu?""Tentang pernikahan kita,” ujar Giandra denhan ekspresi seriu
Pengakuan Tak TerdugaSebelum Suster itu benar-benar keluar, Sofia merutuk dengan suara yang agak keras, "Suster sialan dan Dokter yang tidak bertanggung jawab memang sangat cocok!"Suster Lina tentu saja masih bisa mendengarnya. Namun, dia berusaha untuk menahan diri agar tidak memperpanjang pertengkaran mereka. Dia hanya akan dirugikan. Percuma untuk memperingati wanita itu, pada dasarnya memang sangat sulit untuk ditangani.Baru saja suster Lina keluar dari ruangan itu Amora masuk ditemani dengan dokter Giandra.Suster tersebut mengangguk sopan kepada keduanya, yang dibalas dengan ramah. Awalnya dia ingin menyampaikan kekhawatiran karena perdebatannya dengan Sofia tadi. Amora Mungkin saja akan mendapatkan amukan dari wanita paruh baya itu jika bertemu sekarang.Namun, dia sadar bahwa saat ini ada dokter Giandra yang menemani wanita itu. Mungkin tidak akan masalah, setidaknya Amora tidak sendirian.Sofia merasa heran dengan kedatangan Amora dan putra sulungnya. "Dasar! Baru sekaran
Di sisi lain, Rehan yang baru saja masuk ke ruang rawat ayahnya mendengar kalimat yang dilontarkan oleh kakaknya, Giandra. Dari kejauhan saja dia sudah mendengar teriakan ibunya dan ketika masuk dia dikejutkan dengan keberadaan Amora dan Giandra. Tubuh lelaki itu membeku, pandangannya mendadak berubah menjadi kosong.Suasana di ruang rawat Erlangga mendadak menjadi sunyi. Setelah pernyataan yang disampaikan oleh Giandra itu, atmosfer di sana serasa mencekam.Sofia yang masih terguncang akan fakta yang disampaikan oleh putranya sendiri mulai menunjukkan reaksi. Awalnya Amora dan Giandra heran lantaran Sofia mendadak tertawa."Kalian asti mengada-ngada. Hahaha! Apa kalian pikir aku mudah ditipu dengan omong kosong itu?!"Amora yakin terkejutnya wanita tua itu sudah cukup mengguncang batinnya.Mau bagaimanapun, siapa yang akan menyangka kalau putra sulung yang dibangga-banggakan oleh keluarga Dwipangga akan menikahi mantan istri saudara sendiri."Terserah Ibu mau percaya atau tidak, yan
Rehan tidak terima karena ucapannya diabaikan begitu saja. Lantas dia balas mendorong sang kakak. "Kamu sudah kehilangan akal! Percuma dengan semua pencapaianmu sekarang," tukasnya. Lalu, dia beralih menatap Amora."Apa ini rencanamu, hah? Membuat kami, keluarga Dwipangga semakin berjarak dan terpecah belah?! Apa ini balasanmu?!"Amora mendelik tidak terima. Dia baru membuka mulut untuk membela diri, tetapi sudah didahului oleh Dokter Giandra."Jangan bawa-bawa masalah keluarga dalam hal ini! Aku bahkan sudah tidak menganggap Dwipangga adalah keluargaku sejak lama, bahkan sebelum aku bertemu dengan Amora," ujarnya dingin."Apa urusanmu sampai mengaturku dengan siapa aku harus menikah? Dia mantan istrimu atau bukan, itu tidak ada hubungannya dengan niatku untuk menikahinya."Bukan hanya Rehan, Amora sendiri terkesiap mendengar pengakuan Dokter Giandra. Ucapan lelaki itu sama sekali tidak bisa ditebak."Aku... apa katamu?" Rehan tergagap."Sudah gila, ternyata kamu juga buta." Telunjuk
Kembali ke waktu saat ini, Amora merenung memandang keluar jendela kafe.“Apa yang kamu pikirkan?” Randika menjentikkan jarinya menarik Amora dari lamunannya.Amora mendongak menatapnya sambil mengerjap.“Apa yang kamu katakan?” Dia tampak tenggelam dalam lamunannya hingga lupa apa yang dikatakan Randika.Randika menghela napas menyandarkan punggungnya di sandar kursi.“Bagaimana kalau aku memanfaatkan Olivia untuk membalaskan dendammu?”Amora mengerutkan keningnya.“Tidak perlu. Kamu tidak perlu ikut campur dalam masalah ini. tidak ada hubungannya dengan kamu. Jangan mengorbankan masa depan pada wanita yang sudah menikah.”Randika mengangkat bahu acuh tak acuh.“Tidak masalah. Lagi pula aku bosan dan ingin sedikit bermain-main,” ujarnya mengedipkan sebelah matanya pada Amora.“Aku dengar mantan suami kamu sangat mencintai istrinya. memberinya pelajaran cukup untuk membalas penderitaanmu di masa lalu.”Amora tetap menggelengkan kepalanya tegas.“Randika, jika karena kamu merasa kasiha
Senyum di wajah Randika menghilang ketika seorang wanita dengan malu-malu mendekatinya dan duduk di depannya.“Amora sudah pergi?”“Bukankah kamu sudah liat dia pergi?” balas Randika acuh tak acuh.Olivia menyelipkan rambutnya di belakang telinganya menatap pria di depannya.“Kamu benar-benar bersaudara dengan Amora?”“Iya.”“Kapan kalian pertama kali bertemu?”“Lima tahun yang lalu. kenapa?”Ekspresi Olivia tampak cemberut.“kenapa dia tidak memberitahuku kalau dia punya sepupu yang mirip dengan Liam,” keluhnya.Randika menatapnya dingin.“Kenapa? Kamu tidak jadi mengambil suami Amora dan bersama denganku?” cemoohnya dingin.Ekspresi Olivia berubah panik dan cemas.“Tidak—! Maksudku bukan seperti itu!” Olivia berkata salah tingkah dan malu. Tiba-tiba matanya seketika melebar.“bagaimana kamu tahu Rehan adalah mantan suami Amora.”“Kenapa? Tidak suka? Curiga sama aku membalas dendam Amora sama kamu?”Olivia menggelengkan kepala panik melihat sikap Randika menjadi tidak ramah/“Tidak,
Randika menatap Olivia yang masih menangis dengan jengkel.“Berhenti menangis, apa kamu ingin semua orang memarahiku?” desisnya dengan suara pelan.Olivia menatapnya dengan mata berkaca-kaca, kemudian menundukkan kepalanya dengan pundak bergetar. isakannya berhenti.Melihat itu, orang-orang di sekitar itu menegur Randika lagi.Randika menarik napas dalam-dalam mencoba menahan kejengkelannya.“Apa yang harus aku lakukan agar kamu berhenti menangis?” ujarnya mencoba tersenyum.Olivia mendongak menatapnya mata hitamnya yang basah.“Aku hanya ingin kamu tidak akan marah padaku lagi. Aku ingin kita bersama,” bisiknya dengan suara lirih.Randika ingin mendengus keras-keras di depan wanita itu.Bagaimana bisa ada orang yang begitu memuakkan seperti Olivia. Dia berlagak polos tapi berselingkuh dengan pria lain di belakang suaminya.Randika mencoba menahan dirinya dan tersenyum.“Baiklah kalau itu mau kamu. aku tidak akan marah lagi padamu dan akan terus bersamamu, apa itu membuat kamu puas?”
Olivia seperti seorang remaja yang baru jatuh cinta menganggukkan kepalanya membalas pertanyaan Randika.Randika tersenyum, namun sorot matanya terlihat licik.“Kalau begitu, bagaimana kalau kita jalan-jalan? Masih terlalu awal untuk pulang, bukan?”Olivia tidak memikirkan suami dan putranya langsung mengangguk dengan antusias.Senyum di wajah Randika mengembang.....Rehan masih dalam keadaan marah menuju belakang rumah sakit untuk menenangkan dirinya. namun dia selalu teringat pada mantan istrinya dan kakak laki-lakinya. “Sialan!” Dia menendang tong sampah dengan marah hingga tong sampah itu terlempar beberapa meter dan sampahnya jatuh berserakan di atas tanah.Amarahnya masih belum juga reda, dia meninju dinding di dekatnya. Rasa sakit di buku-buku jarinya sedikit menjernihkan kepalan.“Sialan Amora!” Dia merutuk kesal melepaskan kancing kemejanya. Dia bersandar di dinding sambil memejamkan mata untuk menenangkan dirinya.Dia sungguh tidak menyangka hubungan Amora dan Giandra akan