“CEPAT!” teriak Banka. “Lambat kalian semua!” tambahnya. Dengan kasar memerintah para pelayan. “Iya, Tuan,” jawab seorang pelayan. “Baik, Tuan.” “Jangan sentuh, istriku,” cetus Banka. Melihat Adez yang terus menggenggam tangan istrinya. Dengan bentakan sang ayah, Adez seketika melepaskan genggamannya. “Maaf,” ucapnya. Menjaga jarak dengan Sally. Wanita malang itu kini terbaring di atas ranjang, setelah terjatuh dari tangga di lantai 4. Banka yang sedang sakit tidak mempedulikan rasa sakitnya, fokusnya saat ini hanya untuk sang istri. Begitu pun dengan Adez, kekhawatirannya yang begitu besar pada Sally membuatnya lupa jika Sally bukan lagi miliknya. “Dokter, segera periksa istri saya. Jangan biarkan satu pun penyakit ada di tubuhnya,” pinta Banka. Melihat kedatangan dokter ke dalam kamar. Dokter mulai memeriksa keadaan Sally. Luka-luka yang ada di tubuhnya diobati satu persatu. “Ada pendarahan di kepalanya,” kata dokter. “Pendarahan? Ya ampun istriku, cepat tangani sebaik mungki
Mendengar perkataan anaknya, Banka tersenyum sinis. "Memang iya. Kamukan pelakunya.""Hei, kenapa Ayah mencurigai aku? Mana mungkin aku melakukan hal jahat seperti itu," cetus Adez. Dengan tampangnya yang penuh emosi."Tidak ada yang menutup kemungkinan jika kamu adalah pelakunya. Tenang saja tidak perlu cemas, jika bukan kamu dalang di balik semua ini," jawab Banka. Dengan nada yang tenang namun tajam."Tidak, Ayah. Jika aku pelakunya untuk apa aku memberikan informasi terkait kejanggalan lift," ujar Adez. Masih menolak. Pria itu tidak terima jika dijadikan tersangka.Operasi pencarian pelaku percobaan pembunuhan pada Sally sangat ditekankan oleh Banka. Selama lebih dari satu minggu, para ajudannya mencari dalang di balik kejadian beruntun yang didapatkan oleh Sally. Satu demi satu pelayan diintrogasi, tak terlepas dari Adez dan Robert sekalipun. Terdapat 3 orang yang menjadi kecurigaan, dugaan pelaku pertama adalah Mona, kemudian Satga dan yang terakhir adalah Adez."Suamiku, kenapa
"Dez," panggil Banka."Ada apa, Ayah?" sahut Adez. Lanjut mengaduk susu hangat yang dibuatnya."Maaf, ayah menuduhmu sebagai pelaku upaya pembunuhan Sally," kata Banka."Tidak masalah. Asalkan pelakunya sudah ketahuan, aku tidak memikirkannya lagi," cetus Adez."Semenjak kematian Mona. Jujur aku belum bisa mempercayakan para pelayan untuk Sally. Walaupun aku sudah memperketat pengawasan terhadap mereka tapi tetap saja rasa cemas ada di pikiranku," katanya.Adez mengangguk. "Aku paham. Karena aku pun merasakan hal yang sama denganmu," tuturnya. "Aku tidak merekomendasikanmu untuk mempercayakan perawatan Sally pada para pelayan. Mereka memang bekerja untukmu tetapi ayah tidak tahu isi hati mereka," ucapnya."Aku tahu. Aku ingin meminta bantuanmu untuk menyelidiki hal ini lebih jauh, aku masih ragu jika Mona bekerja dengan tangannya sendiri. Aku takut ada dalang di balik layar," ucap Banka. "Percayakan padaku, Ayah. Aku akan menjaga Mama Sally semaksimal mungkin," jawabnya."Jangan terla
Sally terbangun dari tidur. Efek dari perangsang yang dikonsumsinya membuat hasrat untuk melakukan hubungan suami istri sangat tinggi. Beruntung, Banka datang tepat pada waktunya, sehingga hasrat Sally yang bergejolak tidak disalurkan pada orang yang salah. "Sayang ... mau ke mana?" tanya Banka. Memeluk istrinya dari belakang. "Ada apa ini, kepalaku pusing sekali," kata Sally. "Tubuhku sangat lemas," sambungnya."Iya, kitakan habis menguras tenaga bersama, Sayang," ucap Banka. Sally terdiam, mencoba mengingat kejadian apa yang sebenarnya terjadi. 'Aku kenapa, sih? Lemas sekali rasanya,' gumamnya dalam hati. "Sayang ... aku mau ke toilet dulu," kata Sally. Melepas pelukan suaminya. "Yah, Sayang .... Sini saja, aku masih mau peluk kamu," pinta Banka. Semakin mempererat pelukannya. "Jangan gitu, ah. Aku tidak tahan untuk buang air kecil, nih." Sally melepas pelukan suaminya. Wanita itu pergi menuju toilet. "Istriku ... jangan lama-lama," teriak Banka. Sally mengangguk, sembari berj
"Sayang ... maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk menyakitimu," ucap Sally. Berusaha merayu suaminya yang tengah diam seribu bahasa. "Ayolah, maafkan aku. Jangan diamkan aku seperti ini," pintanya. Banka menepis tangan Sally yang menyentuh pundaknya. Pria itu pergi menjauhi Sally tanpa mengeluarkan sepatah kata pun."Suamiku ... jangan begitu. Jangan diamkan aku, tolong, kumohon ...." Sally terus mengejar langkah kaki Banka. "Aku ingin menyendiri," cetus Banka. Sally kembali mencegah kepergian suaminya. Ia berdiri tepat di hadapan Banka. "Jangan gini sama aku. Akukan tidak jadi bertemu Adez," ujar Sally. Berusaha meyakinkan. "Tidak jadi bertemu karena memang orang yang kamu temui tidak ada. Kalau orangnya ada pasti kamu akan bertemu," tutur Banka. Dengan wajah yang penuh emosi. "Iya, maafkan aku. Aku tertutupi oleh rasa tidak enak hati. Makanya aku meninggalkanmu untuk menemuinya," tutur Sally. "Itu artinya kamu tidak ada rasa padaku. Buktinya kamu lebih tidak enak hati padanya
"Siapa kamu?!" Sally terkejut, segera bangkit dari posisi terlentang. "Sutt ... diam saja!" sahut lelaki misterius itu. Melanjutkan aksinya. Pria bertopeng kucing itu tengah memakaikan pakaian pelayan ke tubuh Sally. "LEPASKAN!" teriak Sally. Meronta-ronta. Sally berhasil bangkit dari ranjang tidurnya. Namun ternyata ....Brug!Sally terjatuh dengan kondisi kakinya yang terjerat rantai. "Aww ....""Mau ke mana, Sayang?" tanya pria itu. Mengembalikan posisi Sally ke tempat semula."Siapa kau? Beraninya kamu menyentuhku! Aku akan mengadukan kejahatanmu ini kepada suamiku!" cetus Sally. "SUAMIKU ... TOLONG AKU ...." teriaknya. Terus memanggil-manggil Banka."Haha ...." Pria misterius itu tertawa sembari mendekat ke arah Sally. "Kamu panggil siapa? Memangnya ada yang dengar?" sambungnya memainkan rambut Sally."Jangan sentuh aku lagi, lepaskan!" Brontak Sally. Menepis tangan pria itu. "Aku memang sengaja membuatmu sadar kembali, karena aku ingin melihat ekspresimu ketika berhubungan bad
"Berhenti! Kembalikan pisau itu ke kantung celanamu!" pinta Sally. Sedikit membentak pria misterius itu."Aku akan menghabisi nyawa lelaki yang sok menjadi pahlawan kesiangan ini," cetusnya. Memainkan pisau dengan jari jemarinya."Tidak, hentikan! Kau akan mendapat penyiksaan seumur hidupmu jika kamu melakukan itu, aku bersumpah!" Sally penuh amarah. "Haha ... lucunya kamu," kata lelaki misterius. Brak! "Shit! " Pria misterius itu terjatuh dengan kencang ke belakang hingga kepalanya membentur lantai. Rupanya Adez membalas hal yang sama yang dilakukan lelaki misterius itu padanya. Kini Adez merebut pisau yang terjatuh milik sang lelaki misterius. Tanpa basa basi Adez memukulinya hingga terluka parah. Tak lupa ia membuka topeng kucing lelaki itu. "Akan kubongkar identitasmu!" cetus Adez. Membelah topeng kucing menggunakan pisau yang digenggamnya. Topeng kucing itu retak dan terbelah. Sally dan Adez dapat melihat dengan jelas siapa dalang di balik kejadian kala itu. "Sa-satria," ce
"Adez, kenapa kamu tidak bilang saja kalau darahku menempel di mana-mana? Kalau beginikan aku yang malu," cetus Sally. Tengah mencuci pakaian dan barang-barang yang terkena darah haidnya."Maaf, aku tidak tega membangunkanmu," jawab Adez. "Sally, aku tidak ada pembalut," sambungnya."Oh, ya. Bagaimana ini, tolong carikan pembalut untukku secepat mungkin!" pintanya. Mendekam di kamar mandi."Apa aku harus meminta pembalut ke tempat aku meminjam celana?" tanya Adez."Huh, apa di apartemen ini tidak ada minimarket?" tanya Sally. "Kalau tidak ada pembalut aku tidak bisa keluar dari kamar mandi ini," sambungnya."Baiklah, tunggu. Aku akan pergi membeli pembalut. Adakah yang mau kamu beli selain itu?""Kamu mau ke minimarket?""Ya," sahut Adez."Baiklah kalau begitu aku titip ramen, sosis dan makanan-makanan ringan," jawab Sally."Banyak juga," kata Adez."Loh, tadi kamu tanya. Aku jawab semua keinginanku," ujar Sally."Iya, tunggu, " ucap Adez. Pergi keluar kamar.'Huh! Ada-ada saja. Kalau