Home / Rumah Tangga / Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi / Bab 121: Jangan Bilang-Bilang

Share

Bab 121: Jangan Bilang-Bilang

Author: Rizki Adinda
last update Last Updated: 2025-08-09 07:44:27

Nadira menatap Tama seperti sedang mengukur seberapa besar kesabarannya bisa menahan amarah.

Matanya tajam, membakar udara di antara mereka. Suara-suara gaduh dari dapur restoran hanya jadi bisikan jauh, tenggelam oleh ketegangan di meja makan itu.

“Masalahnya bukan di empat mangkok itu, Tama. Aku gak mau makan malam sama dia, itu intinya!”

Tama menyandarkan punggung ke kursi, mencoba tetap tenang walau sorot mata Nadira cukup membuat siapa pun merasa diadili.

“Yah, tapi kamu udah kasih syarat dan dia setuju,” katanya, dengan nada yang seolah berkata masalah ini sederhana, kenapa kamu ribet?

“Kalau udah begitu, ya kamu harus makan malam sama dia. Toh ujung-ujungnya juga kamu bakal makan. Emangnya penting siapa temannya?”

Nadira mendengus keras, matanya melirik ke luar jendela restoran yang dipenuhi pantulan lampu kota.

“Gampang buat kamu ngomong. Kalau kamu pengen banget makan sama di

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 171: Kabur dan Kepiting

    “Enggak usah,” potong Nadira cepat, suaranya agak serak. Tangannya memeluk perut dengan lembut, lalu alisnya bertaut, menandai rasa tak nyaman yang pelan-pelan mencuat dari lambungnya.“Tadi sore kayaknya kebanyakan kopi. Perih banget, lambungnya. Kalau kamu lapar, pesan aja buat kamu sendiri, ya. Enggak usah repot-repot buat saya.”Ia menghela napas, sejenak diam. Sorot matanya menerawang, lalu melirik ke arah pintu.“Osha udah balik?”“Harusnya udah, Bu. Saya cek dulu, ya,” jawab Danu, cepat tanggap.Beberapa menit kemudian, Osha muncul bersama Danu. Wajahnya tampak rapi dan tenang, seperti biasa, dengan seragam yang masih licin meski hari sudah larut.“Bu,” sapa Osha, nada suaranya sopan dan penuh hormat.“Supnya udah dikasih ke dia?” tanya Nadira, nada suaranya ringan, tapi matanya tajam menelisik.Osha mengangguk lalu menjelaskan dengan rinci, “Pak Pradana tahu Ibu belum makan. Sekarang dia nunggu di luar. Katanya mau ajak

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 170: Sup untuk Arwah

    Sepuluh menit kemudian, suara langkah tergesa Danu terdengar memantul di koridor sebelum akhirnya pintu terbuka perlahan.Wajahnya tampak lega, tapi matanya memendam ragu.“Sudah, Bu,” ujarnya sambil berdiri di ambang pintu. “Saya sudah bujuk dia. Akhirnya dia mau kembali ke Surabaya. Tapi…”Danu berhenti sejenak, menatap Nadira seolah meminta izin untuk melanjutkan. “Dia melakukan itu karena peduli, Bu. Dia menyesal, sungguh. Sampai tampar dirinya sendiri dua kali. Saya lihat sendiri. Jadi… jangan marah terus, ya. Kalau Anda usir dia sekarang, itu lebih kejam daripada memecatnya.”Cahaya dari lampu gantung memantulkan bayangan Nadira ke meja kaca, menciptakan siluet tajam. Ia menatap Danu dengan mata tajam seperti silet yang baru diasah.“Kau kasihan padanya?” tanyanya datar. Tidak ada intonasi, tapi sorot matanya seperti jarum yang menusuk.Danu, yang baru saja merasa lega, langsung menggaruk-garuk kepalanya. Gerakannya gugup tapi berusaha

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 169: Jangan Sok Tahu

    Setelah jeda hening yang terasa seperti waktu membeku, suara Mahesa kembali terdengar, rendah tapi sarat makna."Kirim orang untuk mengawasi Rafka dan Elvano. Walaupun mereka tak punya kecerdasan yang menonjol, mereka terlalu terbiasa mendapatkan apa yang seharusnya bukan milik mereka."Ia menekankan tiap katanya perlahan, nyaris seperti racun yang meresap tenang ke dalam air jernih. "Hari ini mereka hanya terintimidasi. Tapi itu bukan berarti mereka akan diam. Kita tetap harus waspada."Rafael mengangguk singkat, tubuhnya kaku. "Baik. Saya akan tugaskan orang untuk mengawasi mereka," jawabnya cepat, seperti ingin segera keluar dari tekanan udara di ruangan itu.Mahesa kembali menunduk, matanya menyapu halaman dokumen di hadapannya. Penanya menari, sesekali berhenti untuk memastikan titik koma tak tersesat.Tapi Rafael belum juga pergi. Ia berdiri diam, lalu menggerakkan bibirnya sedikit, seolah ingin bicara namun lidahnya terjerat oleh keraguan.

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 168: Tak Ada Musuh Abadi

    Rafka mondar-mandir di sudut ruangan, langkahnya beradu dengan denting halus jam dinding yang nyaris tak terdengar.Di luar jendela, awan kelabu menggantung rendah, seolah turut menekan dadanya. Ia menarik napas panjang, menahan emosi yang mulai memuncak, lalu menatap Nadira yang duduk tegak di kursinya."Kalau kamu tetap bersikeras mau bangun peternakan kuda," katanya, suaranya bergetar halus tapi tegas, "apa kamu yakin itu bisa menghasilkan? Kamu tahu kan, berapa besar biaya pembelian lahan itu? Kalau proyeknya gagal, perusahaan bisa ambruk."Nadira menoleh, tanpa sedikit pun gelisah tergambar di wajahnya. Tatapannya tenang, dingin, hampir menyerupai cermin datar yang memantulkan kecemasan Rafka tanpa menyerapnya.“Paman tak usah repot-repot memikirkannya,” ucapnya pelan namun mengandung sengatan, seperti pisau yang terbungkus beludru.“Saya sudah cari uang sendiri sejak remaja. Saya tahu mana yang realistis, mana yang cuma ambisi kosong.”

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 167: Warisan yang Tertunda

    “Keponakanku akhirnya datang juga,” suara Rafka terdengar dalam ruang rapat yang remang, mengambang di antara desis pendingin ruangan dan detak jam dinding yang monoton.Ia menyandarkan tubuh besar ke meja kayu mengilap, tangan kanan menggenggam gelas air yang tak disentuh, dan mata tajamnya terkunci pada sosok perempuan muda di seberangnya.Tatapan itu penuh uap panas dari kemarahan yang ditahan-tahan.“Seharusnya kamu menjelaskan soal lahan di utara Jakarta itu, bukan?”Nadira tak segera menjawab. Ia membuka map cokelat yang sedari tadi digenggamnya, lalu menyodorkannya ke arah sang paman, seolah menyodorkan bukti dalam persidangan.Gerakannya tenang, nyaris anggun, tapi tajam seperti bilah silet.“Bukankah Paman sudah tahu?” jawabnya ringan, suara datarnya kontras dengan ketegangan di ruangan.“Di situ ada lebih dari dua puluh alasan kenapa lahan itu seharusnya jadi peternakan kuda, bukan lapangan golf. Waktu Paman beli lahan itu,

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 166: Siapa Bos Sebenarnya?

    Tina terpaku di ambang pintu, napasnya berat seperti baru menyadari kenyataan yang pahit. Ia benar-benar kecewa.Harapannya sederhana, tapi dalam: ayahnya akan berpihak padanya, membela darah dagingnya sendiri.Tapi justru sebaliknya yang terjadi. Nadira, dengan segala keberaniannya, lolos begitu saja, tanpa satu pun teguran.Perasaan Tina seperti ditusuk perlahan, lalu diputar. Dadanya sesak. Ia mengepalkan tangan, lalu membuka mulut dengan nada getir yang penuh dendam terpendam."Ayah tahu soal proyek pacuan kuda itu?" tanyanya lirih tapi menusuk. Tak menunggu jawaban, ia lanjut menumpahkan isi hati.Ia bercerita tentang tanah di utara Jakarta, lahan strategis milik Wulandaru Group, yang kini sudah berubah menjadi lintasan pacu kuda.Nadira, katanya, mengurus semua tanpa izin. Tanpa konsultasi. Seolah dialah pemilik tunggal.Rafka awalnya hanya menanggapi dengan anggukan setengah sadar. Tapi begitu mendengar bahwa lahan itu sudah re

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status