Beranda / Rumah Tangga / Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi / Bab 203: Jangan Buang Napasmu

Share

Bab 203: Jangan Buang Napasmu

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-17 09:14:32

Cahaya senja menyelinap masuk lewat tirai tipis ruang rapat lantai delapan, memantulkan warna jingga di permukaan meja kayu mahoni.

Aroma kopi dingin dan parfum mahal bercampur di udara, menciptakan nuansa yang ganjil, seperti dua dunia yang berseteru dalam satu ruangan sempit.

Nadira duduk bersandar di kursinya, menyilangkan kaki dengan tenang, jemarinya mengetuk-ngetuk pelan permukaan meja, seolah mengukur kesabaran semua orang yang ada di sana.

Tatapannya lurus mengarah pada Diana, yang berdiri kaku di seberangnya, berusaha mempertahankan martabat yang perlahan retak.

Nadira tidak mengangkat suara, tapi kata-katanya tajam, meluncur dengan sikap yang dingin dan menghantam seperti belati.

“Jujur saja, aku juga enggak terlalu hormat sama Om Elvano,” ujarnya, datar. “Keluarga Wulandaru memang punya struktur, tapi sepertinya kamu salah paham. Aku di atas, kamu di bawah. Itu yang namanya tatanan.”

Suasana di dalam ruangan langsung berubah. Tega

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 243: Pisau yang Menusuk Perlahan

    Setelah melangkah keluar dari gedung Akademi Olahraga yang bergaya kolonial modern, wajah Nadira terasa lebih ringan.Angin sore yang hangat menyapu rambutnya yang dikuncir longgar, dan derai tawa para lulusan muda masih terdengar samar di belakangnya.Ada sesuatu yang menular dari semangat mereka, seperti nyala api kecil yang menjalar diam-diam ke dalam hatinya.Untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir, ia merasa... optimis.Aula besar kampus itu hari ini menjadi panggung bagi perayaan dan harapan. Langit-langitnya tinggi, dihiasi lampu gantung berkilau, seperti kilauan masa depan yang belum tergenggam.Rektor, seorang pria paruh baya dengan suara tebal dan cara bicara lamban, berdiri di mimbar. Ia menyampaikan pidato panjang, kalimat-kalimatnya rapi tapi hambar, seperti sudah diulang terlalu sering.Namun kalimat pamungkasnya, “Hari ini kalian bangga pada kampus ini, suatu hari nanti kampus ini pun akan bangga pada kalian,” tet

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 242: Sorot Mata Sehabis Hujan

    “Kak, bisa fotoin kami nggak?”Suara ceria itu membuat Nadira menoleh. Di hadapannya berdiri seorang pemuda dengan wajah yang masih muda, segar, dan ada semacam semangat naif dalam sorot matanya.Sorot mata yang membuat Nadira, tanpa sadar, memandang sedikit lebih lama. Jernih. Penuh rasa ingin tahu.Seperti mata rusa yang baru pertama kali mengintip dunia di balik semak.Ia menatapnya lebih seksama. Anak muda ini tinggi—amat tinggi, mungkin nyaris dua meter. Sosoknya tegap, atletis, dan nyaris seperti keluar dari halaman komik olahraga.Jersey putih yang melekat di tubuhnya sudah basah oleh keringat, begitu pula ikat kepala yang menjinakkan poni yang sedikit menutupi dahi kecokelatannya.Kulitnya terbakar matahari, tapi bersih, sehat, seolah ia tinggal di lapangan lebih lama daripada di rumah.Tapi yang paling menonjol adalah ekspresinya, polos dan hangat, seolah dunia belum pernah sempat menyakitinya.“Kenapa anak-anak zaman

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 241: Masa Muda, Masa Ajaib

    “Siapa anak kecil ini? Pak dosen, jawabannya bener nggak?”Suara mahasiswi itu melengking, penuh ketidakpercayaan, seakan tak percaya apa yang barusan didengarnya.Sang dosen langsung tertawa terpingkal, matanya berbinar penuh kenakalan. Ia menunjuk papan tulis di belakangnya, lalu menoleh pada para mahasiswa yang duduk dengan wajah kusut.“Lihat tuh! Anak kecil aja bisa jawab. Otak kalian isinya lem apa, hah?!”Seketika ruangan kelas yang pengap itu dipenuhi dengusan frustasi dan rintihan halus.Namun, suara kecil itu menyela, tegas dan bulat.“Aku bukan anak kecil,” Nadira mengangkat dagu, wajahnya tak goyah sedikit pun. “Aku udah sepuluh tahun!”Hening sesaat menyelimuti ruangan. Lalu terdengar gumaman tak percaya.Sepuluh tahun. Dan berhasil menyelesaikan soal yang membuat para mahasiswa tingkat akhir memutar otak sejak tadi pagi.Para mahasiswa mendekat satu per satu, penasaran, kagum, sedikit tersengat.“Dar

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 240: Cantik Itu Takdirnya Sepi

    Tina yang sedari tadi manja seperti kucing yang sedang dielus, mendadak diam. Sorot matanya menajam, mengikuti arah pandangan Aidan.Dan di sanalah dia berdiri—Nadira. Tapi bukan Nadira yang biasanya. Tak ada lagi jaket blazer abu-abu dan sepatu kantor berhak dua senti yang sering membuat langkahnya terdengar seperti detik jam di ruangan rapat.Hari itu, ia muncul dalam balutan kemeja putih bersih yang menyatu manis dengan rona kulit kuning langsatnya, rok selutut yang ringan seperti ditiup angin laut, dan sepatu espadrille putih yang menambah kesan santai tapi tetap elegan.Langkahnya tenang, nyaris tanpa suara, tapi setiap geraknya seolah memahat udara. Ujung rok berayun lembut, menciptakan irama yang ganjilnya terasa familiar.Ada semacam aroma pagi yang belum sempat dikacaukan kebisingan kota. Sederhana, segar, memesona.Seperti baris puisi yang belum selesai ditulis.Aidan terdiam. Bukan karena tak tahu harus berkata apa, tapi karena da

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 239: Kuda dan Penunggangnya

    Kisruh antar penggemar makin liar, seperti api yang menyambar ladang kering. Setiap komentar jadi bahan bakar, tiap unggahan membelah kubu jadi dua—Drivers di satu sisi, Cherry Blossoms di sisi lain, saling serang seperti pasukan di medan perang virtual yang tak kenal ampun.Sampai akhirnya, Ghani sendiri turun tangan.Tanpa pengumuman atau klarifikasi formal, ia mengunggah sebuah tulisan panjang di Instagram, dengan latar putih polos dan huruf-huruf hitam yang disusun rapi seperti surat terbuka.Kalimat-kalimatnya tenang, mengalir seperti seseorang yang akhirnya memilih berdamai dengan badai dalam dirinya.Ia bicara soal keputusannya keluar dari Wijaya Media, mengucapkan terima kasih kepada Susilo—manajer sekaligus orang yang pernah ia sebut sebagai mentor—dan berjanji akan membayar semua denda kontrak, yang ia sebut sebagai “biaya sekolah” dalam hidupnya.Tulisannya terasa elegan, seperti tangan yang menutup pintu pe

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 238: Api Dalam Sekam

    Langkah Nadira menyapu lantai marmer seperti bayangan angin yang mendekat dalam diam. Ia jongkok perlahan, menyamakan tinggi matanya dengan wajah Ratu yang pucat, lalu menyentuhkan dua jari ke titik di antara alis gadis itu.Sejenak, seolah waktu berhenti. Ratu meringis, tubuhnya sempat menegang, namun perlahan, napasnya yang semula terputus-putus mulai menemukan irama.Getaran hebat di tubuhnya surut seperti ombak yang mulai tenang setelah badai.Wajahnya yang tadi kelabu kini kembali berwarna, namun matanya... merah, menyala, seperti bara yang telah lama tertahan.Tiba-tiba, tanpa aba-aba, ia memeluk Nadira erat, seolah berpegangan pada satu-satunya pelampung di lautan gelap yang hendak menelannya hidup-hidup."Aku mau dia di penjara seumur hidup!" serunya, suara serak dan tajam seperti kaca pecah. "Kalau bisa… aku mau dia mati. Mati! MATI!"Jeritannya menggema, liar dan basah oleh air mata. Ia menangis tak tertahan, lalu ambruk ke lantai,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status