Raelina salah tingkah melihat beberapa tentara lewat dan menatspnys yang tengah dipeluk Dokter Brian.
“Dokter Brian tolong lepaskan, ada banyak orang yang menatap kita. Kamu akan membuat mereka salah paham,” kata Raelina dengan malu mencoba melepaskan pelukan Dokter Brian.
Dokter Brian dengan berat hati melepaskannya. Dia memutari tubuh Raelina untuk memeriksanya.
“Bagaiaman keadaanmu, apa kamu terluka? Penculik itu menyakitimu?” tanya dengan ekspresi khawatir
“Aku baik-baik saja, tidak ada yang menyakitiku,” kata Raelina mengerutkan keningnnya.
Dia bingung mengapa semua orang mengira diculik?
“Syukurlah, aku sangat lega kamu baik-baik saja,” kata Dokter menghela napas lega. Dia tampak lelah.
Raelina menatap penampilan Dokter Brian. Dokter Brian masih mengenakan pakaiannya yang kemarin. Pakaiannya yang dulu selalu rapi dan cemerlang kini tampak sangat kusut. Raelina bisa melihat lingkara
Raelina mencari Romi di kantornya. Namun dia tidak melihat Romi di kantornya. Dia mencari Dean yang mengantarnya tadi pagi ke pangkalan.Tetapi dia tidak menemukan Dean juga maupun Renaldi yang sangat dekat dengan Romi. Raelina menghentikan seorang tentara yang lewat di depannya.“Permisi, apa kamu melihat Kapten Romi? Kapten Romi sudah kembali ke pangkalan?” tanya Raelina pada tentara itu.“Kapten Romi? Kurasa dia sudah kembali ke pangkalan sejam yang lalu,” jawab tentara itu sopan.“Lalu Kapten Romi di mana sekarang? Mengapa dia tidak ada di kantornya?” tanya Raelina lagi.“Kapten Romi sedang menghadap Komandan. Anda bisa mencari kantor komandan di arah selatan.”“Begitu kah?” Raelina menghela napas lesu.Tentara itu menganggukkan kepalanya.“Apa Anda perlu saya antar ke kantor?” tawarnya.“Ah tidak perlu, terima kasih. Aku akan menunggu Kapt
“Ada apa dengan suaramu? Apa kamu habis menangis?” tanya Stella menyadari kejanggalan dari suara Raelina.“Oh kenapa mata merah, kamu benar-benar habis menangis?!” seru wanita pirang itu melihat kea rah layer ponselnya.Dia mendudukkan Zenith ke sebelahnya dan membiarkannya bermain dengan Zeron. Dia mengambil ponselnya untuk melihat wajah Raelina lebih detail melalui panggilan Video Call.“Katakan siapa yang membuatmu menangis? Siapa yang menyakitimu di sana?” tanya setengah cemas dan marah.Zeron mengintip dari samping Stella menatap wajah Raelina dengan kening berkerut.“Kakak, siapa yang membuatmu menangis? Matamu merah dan bengkak.”Raelina dengan cepat menghapus air matanya dan tertawa kaku.“Kalian salah paham. Tidak ada yang membuatku menangis. Aku begini …. Karena ada pasienku yang meninggal. Aku sangat sensiti” jawab Raelina beralasan sembari mengipas-ng
“Terserahlah, aku tidak tahu bagaimana lagi untuk membujukmu,” kata Stella memijat kepalanya.“Maafkan aku Stella, terima kasih sudah menjaga Zenith selama aku tidak ada,” ujar Raelina tersenyum kecil.Stella mengibas-ngibaskan tangannya dengan ekspresi kesal.“Jangan khawatir, aku akan menjadikan Zenith putriku jika kamu mati di tempat itu dan aku tidak akan pernah memberitahunya tentang kedua orang tuanya yang meninggal,” ujarnya penuh kejengkelan.Raelina hanya tersenyum, tampak tidak tersinggung dengan ucapan Stella.“Mungkin itu lebih baik. Zenith tidak perlu menderita mengingat kedua orang tuanya,” ujarnya lemah.“Bagaimana kamu masih bisa mengatakan kata-kata itu?! Apa kamu ingin putrimu jadi yatim piatu?!” seru Stella gemas ingin membedah kepala Raelina untuk melihat isi kepalanya. Beruntung mereka dipisahkan samudra hingga mencegah Stella mendatangi Raelina dengan pisau bed
Raelina mengerjap sebelum akhirnya membuka matanya. Dia bangun sambil memegang kepalanya yang terasa pening. Dia masih merasa mengantuk karena tidak bisa tidur nyenyak karena kejadian kemarin.“Oh kamu sudah bangun,” kata Farida melihat Raelina sudah bangun melalai cermin di tangannya.“Pagi,” sapa Raelina lesuh sambil meregangkan tubuhnya malas. Dia merasa sangat tidak bersemangat.“Pagi Dokter Lina ….”Rekan-rakannya yang lain juga menyapa Raelina. sementara melinda sudah pergi ke gedung medis untuk memeriksa persediaan obat-obatan.Raeliana menyisir rambutnya yang acak-acakkan. Kemarin setelah makan malam dia ingin bertemu dengan komandan untuk membahas tim relawan medisnya yang akan dipulangkan. Dokter Brian sama sekali tidak bisa harapkan karena dia juga setuju mereka dipulangkan. namun saat Raelina hendak menemui komandan, beliau sedang tidak ada di tempat dan dia terpaksa harus menunggu sama
“Mel, kamu belum menemukan Dokter yang akan bertugas bersamamu di rumah sakitkan? Kalau begitu aku ikut dengnmu.” Kata Raelina tiba-tiba sambil bangun.Jika dia berada di kota Yvorm, apakah ada kemungkinan dia akan bertemu dengan Mark? Berada di pangkalan membuatnya tidak bisa keluar tanpa izin. Juga dia tidak bisa mendapat data tentang Yosau dua tahun yang lalu.Raelina ingin memulai dari Mark. Mark bukan bagian dari militer dan berita tentang Mark mungkin lebih banyak di luar.“Kamu?” Melinda memiringkan kepalanya menatap Raelina heran.“Bukan kah kamu kemarin diculik saat di kota Yvomr? Mengapa kamu ingin menemaniku bertugas di rumah sakit? Kamu tidak takut pria itu kembali mengejarmu?” tanyanya menatap Raelina khawatir.“Itu tidak mungkin, emang aku siapa hingga sampai diincar segala?” kata Raelina menghindari tatapan Melinda.“Tapi kamu gak ada rasa trauma di Kota Yvomr?” sahut
Gelap.Pria iitu melihat ke sekitar semuanya gelap. Dia meraba-raba ke sekeliling dan tidak melihat apa pun. Mark terdiam dengan kening berkerut. Dia berada di mana?Di tiba-tiba sebuah cahaya kecil di depannya. Pria itu mengerutkan kening dan berjalan mendekati cahaya itu. saat dia mendekati cahaya itu, cahaya itu padam dan sekitarnya tampak jelas. ‘Mark menatap ke sekililing melihat dia berada di depan sebuah rumah sakit.“Kamu lupa kita sudah bercerai.”Mark langsung menoleh mendengar suara wanita tampak akrab. Dia memiringkan kepalanya melihat sepasang pria dan wanita tampak berbicara di bawah lampu jalan. Wanita itu memunggunginya hingga dia tidak bisa melihat wajahnya.Sementara wajah pria itu berhadapan dengannya. Dia mengenakan seragam tentara.Mark mengerutkan keningnya menatap wajah pria itu dengan heran. Bukan itu dia?Dia mengenali wajah itu setiap kali bercermi. Namun wajah pria itu tampak lebih
“Ternyata cuma mimpi,” gumamnya dengan suara rendah.Mark mengusap rambutnya yang lepek dan kembali berbaring di tempat tidurnya. Dia menatap kosong langit-langit kamarnya. Mark tidak bisa tidur lagi. dia terjaga dan tidak bisa memejamkan matanya. Sebenarnya mimpi ap aitu?Selama beberapa hari ini Mark terganggu oleh mimpi tentang wanita yang sama, namun dia tidak bisa melihat wajah wanita itu.Mark mengacak-acak rambutnya dan membolak-balik tubuhnya di kasur ingin kembali tidur. Tetapi dia tidak tidur sama sekalo.Mark melirik keluar jendela dan melihat hari sudah sore. Tumben sekali dia tidur di waktu siang.Brak!Pintu kamar Mark terbuka dan seorang pria berambut pirang masuk. Dia bersandar di samping pintu sambil menyilangkan tangannya di depan dada.“Hey, tumben sekali kamu tidak memiliki kerjaan dan lebih banyak tidur. Apa nona Louise membiarkan kamu lebih banyak tidur?” katanya dengan suara sinis dalam b
Di sebuah ruang suite, beberapa orang berkumpul di sofa mewah dengan ditemani beberapa wanita cantik nan seksi.Kebanyakan dari mereka adalah pria tua setengah baya.Salah satu pria paruh baya duduk di sofa single terlihat seperti seorang pemimpin, menghisap cerutunya di sofa dengan ditemani dua wanita cantik nan seksi di kedua sisinya.Di depannya Mark berdiri dengan wajah tanpa ekspresi menghadapnya.“Selamat sore Tuan Fred, aku dengar Anda memanggil saya?”Para wanita di sekitar Tuan Fred tampak terpesona dengan wajah tampan Mark dan tidak bisa melepaskan tatapan mereka darinya meski tengah melayani Tuan Fred.“Tuan Fred, apakah dia pria yang bernama Mark itu? Pria yang disukai keponakan cantik kita, Louise?” tanya seorang pria paruh baya berperut buncit pada pria yang dipanggil Tuan Fred sambil menatap Mark dengan pandangan menilai.“Benar, Mark beri hormat pada mereka, mereka adalah sekutu dan pemimp