Hai semua, terima kasih sudah membaca ceritaku. Jangan lupa follow dan vote cerita ini ya, terima kasih.
Seina tidak bisa berkonsentrasi dengan baik, ingatan tentang ciumannya bersama Darel terus berputar di otaknya. Perlahan Seina mengusap bibirnya dengan jari, merasakan sentuhan bibir Darel yang menempel di bibirnya. ”Aaa ... kenapa aku harus membayangkan yang tidak-tidak, sadarlah Seina!” gumam Seina sambil memegang kepalanya. Seina kembali mengetik. Sepintas muncul ide baru saat membayangkan wajah Darel, yang seolah mengusirnya ketika ada Diana. Dalam cerita yang di tulis olehnya, Diana menjadi orang ketiga dalam hubungannya dan Darel. Namun aslinya, dialah yang menjadi orang ketiga dalam hubungan Darel dan Diana. "Haruskah aku di usir, atau Darel mengejarku?" ucap Seina memikirkan cerita yang akan ia tulis. Terdengar seseorang menekan bel apartemennya, Seina lalu keluar dari kamarnya untuk melihat tamu yang datang malam-malam ke apartemennya. “Diana,” desis Seina saat melihat Diana dari interkom. Seina menyembulkan kepalanya di balik pintu. “Boleh aku masuk?” tanya Diana saat
Hanya bisa merindukannya dalam diam. Tak bisa melihat apa lagi menyentuh. Sebuah rasa yang tak bisa tersampaikan. Dan ... hanya tersimpan dalam hati. Seina menulis kata-kata yang menyentuk di akhir bab yang dia buat. Jika di pikir lagi itu sebagian dari apa yang ada di hatinya kini. Setelah pertemuannya dengan Diana, Seina yakin jika hubungannya dengan Darel cukup hanya sebatas teman tidak lebih. "Argh ... Seina apa yang sedang kamu pikirkan," gerutu Seina memegangi kepalanya. Ia beranjak dari meja kerjanya lalu merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Semalaman hanya fokus membuat cerita, sampai ia lupa untuk tidur. "Tunggu, sampah belum aku buang," ucap Seina berlari ke dapur. *** Darel diam termangu saat melihat Diana yang sedang menyiapkan sarapan di atas meja makan. "Kamu sudah bangun, aku sudah masak nasi goreng untukmu,” ucap Diana sambil menyiapkan kopi untuk Darel. “Terima kasih.” “Apa kamu mau ke mengajar hari ini?” tanya Diana.“ "Hm ... sudah lama aku enggak ngajar,
Pukul tiga sore, Darel bersiap untuk pulang. Ia berharap saat ia pulang nanti tidak ada Diana di apartemennya atau berpapasan dengan Seina. Dua puluh menit perjalanan akhirnya Darel sampai di gedung apartemennya. Dengan hati-hati ia masuk ke dalam lift, berharap tidak bertemu dengan Seina untuk sementara waktu karena dia masih malu. "Aman," ucap Darel masuk ke dalam lift.Sesampainya di lantai enam, Darel bergegas menekan password apartemenya, kemudian masuk ke dalam apartemennya. Mata Darel melihat keluar dari celah lubang intip. Darel bernafas lega karena tidak bertemu dengan Seina, ia tersenyum sambil mengusap dadanya yang terasa plong. “Syukurlah aku tidak bertemu dengan Seina,” batin Darel. “Kau sedang apa?” terdengar suara wanita yang tak asing di telinga Darel. “Ah ....” Darel terkejut bukan main saat melihat Seina berdiri di belakangnya dan berada di dalam apartemennya. “Kamu, kenapa ka-kamu ada di sini!” Tak lama Diana juga menghampiri mereka. Kini Darel berhadapan den
Penampilan Seina mengingatkan Darel saat ia pertama kali bertemu di mini market yang tidak jauh dari sekolah mereka. Darel sengaja bolos sekolah dan berkumpul dengan teman-temannya di atas mini market yang biasa di gunakan untuk anak mudah berkumpul. Bermodalkan hoddie, ia bisa menutup bet-nya agar tidak di laporkan oleh kasir dan karyawan di sana. “Gaes kalian duduk aja, aku beli rokok dan minuman dulu di bawah.” “Oke,” ucap teman-teman Darel serempak. Darel masuk ke dalam mini market kemudian berjalan ke arah showcase untuk mengambil beberapa kaleng minuman. Darel memasukan dua kaleng kopi ke dalam keranjangnya, saat ia akan membuka showcase lainnya Darel melihat seorang gadis yang sedang memilih minuman. Gadis itu menarik perhatian Darel dengan hoodie yang berukuran jumbo, membuatnya seperti tidak memakai celana. Diam-diam Darel mencuri-curi pandang, ingin melihat wajah gadis itu dari dekat. “Ehm ... permisi,” ucap Darel berpura-pura mengambil minuman kaleng. Gadis tersebut t
Pukul lima pagi Seina dan Mita sudah sampai di stasiun dan membeli sarapan di sana. Seina mengantar Diana ke stasiun karena ia akan kembali ke Surabaya. “Terima kasih Seina. Tolong jangan beri tahu Darel jika kamu mengantarkan aku ke stasiun dan mengijinkan aku menginap di rumahmu. Aku ingin dia menyesal karena sudah mengusirku,” kesal Diana. “Di usir ... Darel mengusirmu?” Seina terkejut mendengar penuturan Diana. Diana mengangguk mengiayakan ucapan Seina. “Sepertinya aku harus membatalkan perjodohan ini. Enggak adil jika hanya aku yang menyukainya sedangkan dia, menyukai orang lain.” “Aku enggak tahu masalah apa yang kalian hadapi saat ini, yang pasti berpikirlah dulu sebelum mengambil keputusan, jangan sampai kamu menyesal nantinya.” Diana tersenyum, kemudian memeluk tubuh Seina. “Terima kasih banyak Sei.” "Sama-sama. Jangan pernah berpikir yang bukan-bukan. Jika kamu mencintainya pertahankan hubungan kalian," ucap Seina menyemangati. "Terima kasih ya. Aku selalu berdoa untuk
Jantungnya berdetak dengan kencang seperti berpacu dengan detik jam yang berada di tangannya. Ia membayangkan kejadian yang beberapa menit lalu ia lalui bersama Darel, kata-kata yang dulu Seina harapkan kini meluncur dari bibir Darel. "Ak-," ucap Seina tertahan. "Kau enggak perlu jawab, tapi kamu hanya perlu merasakannya," ujar Darel lalu mencium bibir Seina. Seketika Seina memejamkan matanya merasakan, debaran jantung yang membuatnya melayang entah kemana. Perlahan Seina membuka mulutnya membiarkan Darel mengaksesnya lebih dalam serta mengimbangi permainannya. Seina melepaskan pagutannya setelah nafasnya terasa sesak. Ia terus menghirup udara di sekitarnya, sambil menundukkan kepalanya tak mau melihat wajah Darel. Pria itu memegang wajah Seina yang menurutnya terasa panas, mengangkat kepalanya agar melihat ke arahnya. Seina menepis kedua tangan Darel lalu berlari ke kamarnya. "Argh ... Ada apa denganku," gumam Seina mengacak rambutnya frustasi. Seina menempelkan telinganya, mend
Makan malam bersama Darel membuat Seina lupa akan segalanya, bahkan dia tidak sadar jika saat ini ada seseorang yang menunggu kabarnya. Arya terus mengirim pesan untuk Seina, ia juga mengirimkan gambar saat Seina sedang makan malam bersama seorang pria. Arya : "Ternyata selama ini kamu berselingkuh dibelakangku. Kamu marah kepadaku melimpahkan semua kesalahan kepadaku, padahal ka,u sendiri yang ingin pisah dariku." Arya : "Angkat panggilanku Seina." Arya : "Beginilah caramu mengakhiri pertunangan kita, hah?" Arya : "Seina!" Arya : "Kumohon angkat panggilanku!" Entah berapa pesan yang Arya kirim untuk Seina dari yang marah hingga berakhir dengan pasrah. Ia terus menanti Seina menghubunginya. Hingga akhirnya pesan Arya terlihat telah masuk ke ponsel Seina. Iya Seina membuka blokiran nomor Arya setelah ia membuka chatan Arya dengan Laras. Hingga saat ini Arya masih belum sadar jika ponselnya disadap oleh Seina. Seina : "Lalu apa hubunganmu dengan Laras? Kamu lebih mempercayai wani
Arya tidak bisa berkonsentrasi dengan baik, pikirannya terus berputar memikirkan Seina. Ia tidak mau pernikahannya batal hanya karena masalah foto dan pekerjaannya. "Hei, Arya. Apa kamu baik-baik saja?" tanya atasannya melihat Arya terhuyung ke belakang. "Tidak apa-apa pak, hanya saja saya belum terbiasa berdiri lama disorot matahari langsung seperti ini," kilah Arya. "Kalau begitu ikut aku," ajak atasan Arya. Arya mengikuti langkah atasannya yang berhenti di sebuah basecamp. "Ehm ... aku dengar kamu akan menikah?" tanya atasannya memulai percakapan. "Benar, Pak. Tanggal dua puluh lima bulan depan saya akan menikah," jelas Arya. "Begini, soal permintaan saya waktu itu. Sepertinya kamu bisa melihat sendiri jika hanya kamu yang bisa aku percaya dan menyelesaikan proyek ini. Jadi, bisakah kamu mengundur pernikahan kalian?" Arya benar-benar menyesal mengikuti ucapan atasannya, semua yang dia ucapkan hanya demi keuntungannya semata. Arya mencoba berbicara dengan lembut agar atasanny