Share

Tempat yang sangat kurindukan

"Subhanallah!" pekik Mira saat pandangan matanya lurus ke depan.

Sebuah view yang luar biasa! Pantai dengan pohon kelapanya yang melambai, dan ombak yang memutih di kejauhan. Terlihat anak anak bermain pasir pantai, dan beberapa wisatawan asing yang sedang berjemur.

"Indah bukan?"

"Sangat indah! Aku suka sekali! Sudah lama sekali aku tak mencium bau pantai," candaku pada Damar.

"Masa sih!? Suamimu tak pernah mengajakmu healing?" sahut Damar tak percaya, matanya menatap Mira tak berkedip.

"Masa aku bohong?" jawab Mira meyakinkan Damar.

"Aku sering ke pantai, istriku paling suka. Dan sekarang aku mengajakmu kemari, berharap kamu bisa melupakan sejenak semua bebanmu," kata Damar namun pandangannya jauh ke depan.

Mira tak menyahut, hanya diam saja. Mungkin yang dikatakan Damar ada benarnya juga, membahagiakan diri sendiri itu nomor satu.

"Kita ke sana yuk! Aku melihat ada penjual souvenir, aku ingin membelikanmu sesuatu!" kata Damar sambil melangkah mendekati seorang bocah penjual sovenir.

Mira mengikuti langkah laki laki itu, sesekali pandangannya jauh menatap ombak yang bergulung.

"Mira lihat!" Mira mendengar Damar memanggilnya, dan wanita itu menoleh laku tersenyum.

Wanita itu melihat Damar tengah memperlihatkan sebuah kalung mutiara yang sangat cantik, gegas wanita itu mendekati Damar.

"Lihat kalung ini, sangat cantik!" puji Damar pada benda di tangannya.

Mira mengamati sebentar, lalu tersenyum.

"Kamu suka?" 

"Sangat suka, cantik!" sahut Mira.

"Ambillah buatmu!" jawab Damar sambil mengulurkan kalung di genggamannya.

Dinda mengulurkan tangan, menerima kalung pemberian Damar.

"Makasih ya, kembaliannya buat kamu," kata Damar sambil menepuk bahu bocah penjual cinderamata itu. Bocah itupun terlihat senang, lalu langkahnya kembali menyusuri pantai untuk menawarkan dagangannya.

"Kamu suka?" tanya Damar mengulang kalimatnya.

"Sangat suka, makasih!" jawab Mira, lalu memakai kalung pemberian Damar.

Damar tersenyum lega, ternyata pemberian darinya yang hanya sepele bisa membuat Mira tersenyum.

"Aroma pantai yang sangat kurindukan...." gumam Mira lirih.

"Benarkah? Berarti aku gak salah jika mengajakmu kemari," sahut Damar.

Mira menoleh, namun laki laki disampingnya justeru melihat deburan ombak pantai di kejauhan yang memutih.

"Iya," jawab Mira sambil menyusuri tepi pantai.

Damar mengikuti langkah Mira meski tak sejajar, karena laki laki itu menghargai Mira.

"Bagas terlalu sibuk dengan pekerjaannya, hingga tak banyak waktu untuk kami berdua. Bahkan saat aku sakitpun dia tak bisa meninggalkan pekerjaannya, yah mungkin sudah menjadi nasibku semua harus sendiri. Hingga akhirnya, aku mengetahui kenyataan pahit yang harus kutelan mentah mentah," tutur Mira lirih.

"Jika sekarang kamu merasa bahagia, lupakan sejenak kesedihanmu. Aku tak bermaksud mengungkit apapun darimu," ujar Damar sambil menatap Mira lekat.

"Aku sangat terpukul Damar, mungkin juga kamu bisa merasakannya. Bagaimana mungkin selama ini dia menutupi kebohongannya, hingga aku melihat dengan mata kepalaku sendiri?" 

"Sudahlah Mira, lupakan semuanya. Kanu bisa berkeluh kesah padaku, aku siap menjadi sandaran buatmu. Bukan maksudku memanfaatkan kesempatan ini, aku hanya menghiburmu. Semampuku...." kalimat yang baru saja dilontarkan Damar cukup membuat hati Mira dingin seketika.

"Aku percaya padamu Damar, makasih sudah membuatku kembali tersenyum. Andai saja...." Mira menjeda kalimat yang diucapkannya.

Damar menghentikan langkahnya sejenak, menatap Mira dengan penuh tanda tanya.

"Andai apa Mira?" jawab Damar penuh selidik.

"Andai saja waktu bisa berputar, mungkin aku adalah satu satunya orang yang sedang berbahagia saat ini."

"Kok bisa?" sahut Damar heran.

"Bisa saja! Ke pantai gratis, dapat kalung gratis, trus tadi juga coklatnya gratis he... he...." jawab Mira sambil melangkahkan kakinya kembali.

"Hah!?"

"Kenapa bengong begitu? Ada yang aneh?" sahut Mira sambil menatap Damar.

"Ternyata wanita suka yang gratis ya?"

"Memang iya, asal jangan semuanya minta gratis!" sahut Mira sambil mengerling pada Damar.

"Maksudnya bagaimana?" jawab Damar pura pura gak mengerti.

"Masa gak tahu sih!?"

"Iya, apa saja coba?" kata Damar seraya mendekat ke Mira.

"Makan gratis, rokok gratis, jalan jalan juga gratis," ucap Mira lirih.

"Tapi aku gak begitu," sahut Damar lirih.

Tanpa disadari tubuh mereka semakin dekat, hanya berjarak beberapa inchi saja.

"Apa iya?" 

"Iya, buktinya aku mengajakmu kemari bukan? Dan semua gak gratis, hanya sama kamu saja semua aku gratiskan. Termasuk...."

"Termasuk apa?" jawab Mira lirih, sedikit jengah dengan tatapan mata Damar.

"Termasuk kalung itu, Kanu harus menggantinya nanti. Bahkan lebih mahal dari kalung itu," ucap Damar 

"Maksudnya!? Aku harus mengganti apa yang sudah kamu berikan padaku? Begitu?"

"Tentu saja! Tapi bukan saat ini, nanti jika waktunya sudah berpihak padaku," jawab Damar sambil berlalu dari depan Mira.

"Maksudnya!?" ucap Mira bingung.

"Suatu saat nanti kamu akan tahu, dan disaat itu semuanya sudah berubah! Tak lagi seperti saat ini," jawab Damar sambil melempar batu ke tengah laut yang biru.

Mira yang tak tahu arah pembicaraan Damar, hanya termangu diam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status