Share

Kagum

Author: Difanah
last update Last Updated: 2025-07-03 17:07:46

Suara alat monitor berdetak pelan mengiringi keheningan di ruang VIP itu. Udara di dalam ruangan masih tercium wangi antiseptik, namun tetap terasa nyaman dengan sinar matahari senja yang menyusup melalui tirai putih tipis.

Aluna duduk di sisi ranjang, memegang tangan Kakeknya dengan lembut. Di pangkuannya, ponselnya tergeletak begitu saja.

Kakeknya baru saja selesai menikmati bubur polosnya. Wajahnya tampak sedikit lebih segar dibanding tadi pagi, walau selang infus di punggung tangannya masih menunjukkan kalau beliau belum pulih sepenuhnya.

Namun matanya, mata seorang pemimpin besar, tetap menyimpan sinar tajam dan penuh keyakinan.

"Beberapa hari lagi kamu harus tampil di depan banyak orang. Sudah siap, Luna?"

Aluna tersenyum lembut, tapi matanya serius.

"Aku sudah menyiapkan semuanya, Kek. Presentasi, laporan, bahkan antisipasi pertanyaan para pemegang saham. Aku yakin, aku sudah menyiapkan yang terbaik dari diriku. Tapi aku akan terus mempelajarinya sampai hari itu tiba."

Kakek me
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Mantanku Pengawal Pribadiku   17. Mulai Terusik

    Aluna memandangi jendela dengan tatapan kosong, sementara Reyhan fokus memegang kemudi, matanya sesekali berpindah dari spion ke jalan.Namun tiba-tiba, di antara keheningan dan suara lalu lintas di kejauhan, Aluna bersuara pelan, tapi cukup jelas untuk membuat Reyhan sedikit menoleh sebelum kembali menatap jalan."Kenapa… kamu mengganti namamu jadi Reyhan?" tanya Aluna tiba-tiba. Ia menatap Reyhan dari kaca spion dasboard dengan tatapan penuh tanya."Maksudku, kenapa Axel harus jadi Reyhan?" jelasnya lagi.Reyhan menarik napas dalam, menggenggam kemudi lebih erat sebelum menjawab. Ia tahu ini pembicaraan pribadi. Reyhan memutuskan untuk tak menggunakan bahasa formal."Aku tidak pernah mengganti nama..." ia berhenti sejenak, lalu menambahkan pelan. “Nama lengkapku dari dulu Reyhan Axel Pratama. Aku cuma… memilih untuk ninggalin nama panggilanku dulu."Alis Aluna bertaut penuh rasa ingin tahu, “Kenapa harus ninggalin? Semua orang dulu kenalnya kamu itu Axel…""Karena Axel itu nama yang

  • Mantanku Pengawal Pribadiku   16. Merayakan

    Tepat jam setengah 4 sore. Bunyi klik yang halus dari pintu besar ruang rapat membuat Reyhan dan Kirana serempak menoleh. Udara di koridor seakan ikut menegang saat daun pintu terbuka perlahan.Satu per satu para pemegang saham keluar dari ruangan dengan raut wajah serius, sebagian mengangguk kecil pada staf yang berdiri di luar, sisanya langsung melangkah cepat ke lift eksekutif tanpa berkata-kata.Mereka tampak elegan dalam setelan jas dan gaun formal, membawa aura kekuasaan dan keputusan besar yang baru saja diambil.Reyhan berdiri dari duduknya. Kirana refleks merapikan blouse-nya. Keduanya menatap ke arah pintu yang masih terbuka, berharap sosok yang mereka tunggu segera muncul.Dan akhirnya, dari balik pintu, Aluna muncul.Wajahnya sedikit pucat, tapi senyum merekah dengan tulus di bibirnya. Tangannya mendorong kursi roda sang Kakek, yang duduk tenang dengan sorot mata penuh bangga.Di belakang mereka, Pak Yono berjalan sambil membawa map rapat, dan dua petugas medis ikut menyer

  • Mantanku Pengawal Pribadiku   15. Rapat Pemegang Saham

    Pintu lift di depan Aluna terbuka pelan, langsung menghadap lorong berkarpet tebal dengan lampu-lampu gantung bergaya klasik.Di ujung lorong, sebuah pintu besar dari kayu jati terbuka sebagian. Dari sana, suara diskusi ringan terdengar, para pemegang saham tengah menunggu.Langkah Aluna tanpa keraguan. Setelan biru muda dan biru tua yang dikenakannya membuatnya terlihat anggun dan profesional, meski wajahnya masih menyimpan jejak ketegangan.Seorang staf berdiri di dekat pintu masuk, tangannya membawa sebuah tablet dengan layar yang menampilkan profil Aluna. Begitu melihat sosok yang ada di layar tabletnya, ia segera membuka pintu besar itu."Selamat siang, Nona. Silakan masuk. Semua sudah berkumpul."Aluna menganggukkan kepalanya pelan. “Selamat siang.”Beberapa pasang mata menoleh saat Aluna masuk. Para pria dan wanita paruh baya berpakaian rapi itu berhenti bicara, beberapa di antara mereka mengangguk ramah, sementara lainnya hanya menatap tanpa ekspresi.Saat melihat di ujung mej

  • Mantanku Pengawal Pribadiku   14. Jadwal Berubah

    Pagi datang dengan sunyi yang lembut. Udara masih dingin, dan langit di luar jendela menggantungkan awan-awan kelabu. Tak ada sinar matahari yang menyapa pagi ini, hanya cahaya samar yang menyusup dari sela tirai kamar Aluna.Perlahan, Aluna membuka matanya. Butuh waktu beberapa detik baginya untuk benar-benar tersadar dari tidurnya yang sempat gelisah.Ia bangkit perlahan dari ranjang, menarik selimut dari tubuhnya, dan berjalan ke arah jendela. Dengan gerakan tenang, dia membuka gorden dan kemudian membuka jendela lebar-lebar.Angin pagi langsung menyapa wajahnya. Dingin. Menyegarkan. Tapi tak cukup untuk mengusir keheningan di hatinya.Langit mendung seperti mencerminkan pikirannya yang berat. Ia menatap langit itu lama… seakan mencari jawab atas segala yang belum bisa ia pahami sepenuhnya.Pikirannya kembali pada malam sebelumnya.Percakapan di restoran. Tatapan mata Reyhan. Penjelasan yang selama ini ia tunggu, dan akhirnya datang juga.Tentang kesalahpahaman, tentang permainan y

  • Mantanku Pengawal Pribadiku   13. Salah Paham

    Mobil berhenti perlahan di depan rumah utama. Gerimis mulai turun, menimbulkan aroma tanah basah yang samar menyusup ke udara sore.Begitu mesin dimatikan, Aluna langsung membuka pintu dan melangkah cepat menuju rumah. Langkahnya tegap namun jelas terburu-buru.“Kayaknya Nona mau langsung kerja lagi,” ucap Kirana sambil membuka pintu mobil.Reyhan hanya mengangguk singkat. Ia menunggu Kirana berjalan ke kamarnya yang berada di halaman belakang, sebelum mulai memundurkan mobil perlahan ke dalam garasi.Suasana di halaman belakang sepi. Cahaya dari rumah utama dan kamar-kamar yang terpisah membuat kesan temaram yang menenangkan. Setelah menutup pintu garasi, Reyhan berjalan pelan menuju bangunan kecil tempat ia tinggal. Saat membuka pintu kamarnya, udara lembab langsung menyambut.Ia meletakkan jasnya di gantungan, kemudian membuka jendela besar di sisi kiri. Dari sana, terlihat jelas ruang kerja Aluna yang berada di lantai dua rumah utama. Tirai jendela ruangan itu tidak ditutup sepenu

  • Mantanku Pengawal Pribadiku   12. Rencana Perjodohan

    Ketiga gelas es teh di atas meja tinggal separuh. Obrolan ringan telah cukup membuat suasana mencair, meskipun sesekali Reyhan hanya menanggapi dengan anggukan kecil atau senyum yang dipaksakan.Aluna menatap jam di pergelangan tangannya, lalu menoleh ke arah Ibu Reyhan dengan senyum sopan.“Bu, saya pamit dulu, ya. Masih ada acara yang harus saya hadiri siang ini di kota,” ucapnya sambil bangkit perlahan.Kirana mengikutinya berdiri.“Iya, Bu. Kami juga sekalian pulang. Terima kasih banyak untuk es teh dan jamuannya.”Ibu Reyhan ikut berdiri, menepuk tangan Aluna pelan dengan hangat.“Aduh, padahal Ibu masih pengen ngobrol lebih lama. Tapi nggak apa-apa. Lain waktu mampir lagi, ya. Anggap saja ini rumah sendiri.”“Terima kasih, Bu. Ibu baik sekali,” ucap Aluna sambil tersenyum ramah.Reyhan berdiri di belakang mereka, belum berkata apa-apa. Sorot matanya terus mengamati Aluna, mencoba membaca sesuatu dari ekspresi wajah yang kini begitu tenang.Namun sebelum mereka benar-benar melang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status