Beranda / Rumah Tangga / Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan! / Bab 2: Aku akan Menceraikannya!

Share

Bab 2: Aku akan Menceraikannya!

Penulis: Salwa Maulidya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-31 16:54:40

Mark membalikkan tubuhnya, punggung tegapnya seakan menjadi tembok yang tak bisa ditembus. “Itu bukan urusanmu,” katanya dengan suara datar, kemudian melangkah pergi meninggalkan Viona sendirian di dalam ruang kerjanya.

Viona terdiam, terkejut dengan perkataan Mark. Air matanya sudah mengembang, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Hatinya terasa sakit dan hancur.

Hati Viona terasa remuk, seperti baru saja dihantam oleh bebatuan besar. Ucapan Mark menusuknya lebih dalam daripada pisau tajam. Selama ini, Viona selalu berusaha memahami, selalu menerima kekurangan dalam hubungan mereka.

“Tega sekali dia berucap seperti itu padaku,” lirih Viona seraya menggigit bibirnya menahan gejolak sakit yang menggemuruh dalam dadanya.

Viona mencoba menahan air matanya. Dia tidak ingin larut dalam kesedihan ini. Dengan cepat, dia memutuskan untuk pergi ke rumah sakit, tempat ibunya dirawat. Dia harus mengetahui keadaan ibunya.

Sesampainya di rumah sakit, Viona langsung menuju ke ruang perawatan ibunya, yang terletak di lantai tiga. Di sana, pamannya sudah menunggunya. “Bagaimana keadaan Ibu, Paman?” tanya Viona dengan nada yang cemas.

"Viona, ibumu perlu dipindahkan ke ruang perawatan yang lebih intensif," ujar Pamannya seraya memberikan dokumen administrasi dari rumah sakit. "Kamu harus segera menandatangani dokumen ini dan juga membayar biayanya."

Viona terkejut ketika melihat nominal biaya pemindahan ruangan untuk Ibunya, tetapi, tanpa berpikir Panjang Viona menyetujui. Ia memiliki Tabungan sendiri sebelum menikah dengan Mark, tetapi itu pun belum cukup untuk menutupi seluruh biaya rumah sakit ibunya.

"Aku akan membayar setengahnya dulu, Paman," katanya pelan, dan membubuhkan tanda tangan di dokumen yang diberikan, Viona juga berpikir untuk menjual kalung yang diberikan oleh Mark ketika menikah. “Besok aku akan kembali lagi untuk melunasinya. Aku juga akan bekerja supaya bisa membayar biaya perawatan Ibu,”

Andy mengerutkan kening menatap Viona. “Kenapa kamu ini, Viona? Kenapa tidak sebaiknya kamu minta saja pada suamimu? Pemilik rumah sakit ini! Kamu ini istrinya Mark atau bukan?”

Viona merasakan rasa malu yang mendalam. Dia tidak mampu menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di rumah tangganya. "Aku ... aku tidak bisa, Paman.”

Andy geleng-geleng kepala dengan tindakan Viona yang menurutnya aneh. Bukankah tidak sulit meminta uang pada suami sendiri? Tapi, kenapa Viona malah memilih untuk mencari uang sendiri? Sementara Viona tidak sanggup menjelaskan perihal rumah tangganya yang sedang tidak baik-baik saja.

“Paman. Tolong jaga Ibu sebentar. Aku harus pulang dulu,” kata Viona pamit pada sang paman.

Tanpa menunggu jawaban dari Andy, Viona langsung meninggalkan tempat itu. Berjalan di koridor rumah sakit dengan hati yang tidak tenang. Viona keluar dari ruangan itu dengan langkah berat. Di koridor rumah sakit, dia melihat Mark duduk bersama seorang wanita, dia adalah Stella.

Mark merangkul Stella dan mengusap-usap bahu Stella dengan lembut, mereka berdua seperti sepasang kekasih yang saling mendukung satu sama lain, seolah dunia hanya milik mereka berdua. Hati Viona terasa seperti teriris melihat kemesraan itu. Namun, dari rasa sakit yang mendalam, muncul tekad yang kuat dalam dirinya.

Viona mengingat kembali semua pengabaian yang telah ia terima dari Mark. Ia tidak lagi bisa menoleransi rasa sakit ini. Dengan langkah mantap, Viona berjalan keluar dari rumah sakit, meninggalkan segala kesedihan di belakangnya.

"Ini sudah cukup," gumamnya dalam hati. "Aku akan menceraikannya!”

Salwa Maulidya

Terima kasih sudah mampir dan membaca.. Kira-kira Mark bakalan respon apa ya setelah Viona bilang mau cerai??

| 9
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
nikmati aja terus rasa sakitmu sampai kenyang. ngapain kau jadi istri orang kaya klu g bisa menikmati hartanya. g waras kau sebagai manusia.
goodnovel comment avatar
hasunah setia
aku suka tokoh cerita yang tegas dan berani karena benar. semoga ceritanya gak mbulet kayak cerita sebelah
goodnovel comment avatar
Yuri Oktaviani
good vionaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Our Happy Ending

    Suara tawa riang mengisi ruang keluarga. Mark duduk di lantai beralas karpet, kedua bayi kembarnya berada di pelukannya. Di sebelahnya, Viona tertawa kecil sambil merapikan seragam anak sulung mereka, Leo, yang sedang bersiap berangkat ke sekolah.“Ayah, aku sudah besar. Aku bisa pasang sepatu sendiri,” ucap Alleta dengan penuh percaya diri, meski tali sepatunya masih belum terikat sempurna.Mark tersenyum sambil mengangkat salah satu bayi, yang memekik kegirangan. “Benar, Nak, Ayah sekarang sibuk sama dua jagoan kecil ini. Kamu harus bantu Mama, ya?”Alleta mengangguk dengan wajah ceria, lalu melompat-lompat di tempat. “Iya, Pa. Nanti aku belajar cara mengganti popok juga!”Viona tertawa sambil menggelengkan kepala. "Kau kakak yang baik untuk kedua adikmu, Alleta.”Alleta mengecup pipi ibunya, bahagia mendapatkan pujiannya.Salah satu bayi menoleh ke arah Mark dan berseru, “Ayah!” sambil meraih wajahnya dengan tangan mungilnya. Yang satunya tidak mau kalah dan berseru, “Ibu!” dengan

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Kehadiran Keluarga Baru

    Satu tahun kemudian …."Ayah, lihat boneka Letta!" seru Alleta dengan suara riang, mengangkat boneka Barbie bergaun merah berkilauan. Matanya berbinar-binar, pipinya memerah karena kegirangan.Mark menunduk, mengangkat Alleta ke pangkuannya. "Siapa yang memberikan ini, hm?" tanyanya sambil tersenyum lebar."Kakek Alex!" jawab Alleta antusias, memeluk boneka itu erat. "Kata Kakek, ini spesial!""Spesial sekali, ya? Kamu harus bilang terima kasih sama Kakek Alex," ujar Mark, mengusap rambut anak perempuannya yang lebat dan hitam.Alleta bangkit dari pangkuan Mark berjalan cepat mengecup pipi Alex, "Thank you, grand Pa!" celoteh Alleta dengan suara cerianya.Alex, yang duduk di sofa bersebelahan dengan Viona, hanya terkekeh. "Anak ini benar-benar tahu bagaimana mencuri hati seorang kakek," katanya sambil mengangguk puas."Ayah saja yang terlalu memanjakannya." goda Viona sambil membawa nampan berisi minuman hangat. Bayi mungil mereka kini sedang aktif-aktifnya. Namanya Alleta, ceria dan

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Nama yang Indah

    Mark terbangun dengan mata yang terasa berat. Ia melihat ke sekeliling kamar dengan bingung, suara tangisan bayi membelah keheningan malam. Pukul tiga pagi, pikirnya sambil mengusap wajah yang lelah."Viona?" panggilnya pelan, tapi tidak ada jawaban. Ia berbalik, menemukan sisi ranjang Viona kosong.Mark bergegas keluar kamar, menuju suara tangisan itu. Di ruang bayi, ia melihat Viona dengan sabar menggendong bayi mereka, menepuk-nepuk punggungnya yang mungil dengan lembut."Kenapa kau tidak membangunkanku?" tanya Mark, suaranya serak.Viona menoleh dengan senyum lelah tapi lembut. "Kau sudah terlalu capek, Mark. Biar aku yang mengurusnya.""Tidak, ini juga tanggung jawabku," kata Mark tegas, lalu mendekat untuk mengambil bayi mereka. Namun begitu bayi itu berpindah ke pelukannya, tangisannya malah semakin kencang."Kenapa dia makin menangis? Aku sudah pegang dengan benar, kan?" tanya Mark panik, mengayun-ayunkan bayi mereka dengan canggung.Suara melengking yang memekakkan telinga b

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 115: Dia telah Lahir

    Viona merasakan kontraksi yang begitu kuat saat sedang duduk di sofa. Tiba-tiba, aliran hangat merembes ke bawah, membuatnya panik."Mark!" panggilnya dengan suara gemetar. "Air ketubanku pecah!"Mark, yang sedang membaca laporan di ruang kerjanya, langsung berlari ke ruang tamu dengan wajah panik. "Apa? Pecah? Apa yang harus kita lakukan?!" Serangkaian pertanyaan meluncur tanpa henti dari mulutnya.Mark mendekat namun tak tahu harus apa. Rasa panik menguasai pikirannya. "Bagaimana ini?" Sakitkah?" Pertanyaan konyol Mark malah keluar melihat wajah puas istrinya yang kembali merasakan kontraksi."Rumah sakit, Mark! Kita harus segera ke rumah sakit!" kata Viona, mencoba tetap tenang meski rasa sakit mulai menusuk.Mark mengangguk, lalu berlari ke sana kemari, mengambil kunci mobil, tas bayi, dan bahkan jas kerjanya."Di mana kunci mobil? Ah, ini! Tas? Apa kita butuh pakaian? Kenapa pakaianku yang kubawa? Ya Tuhan, aku bahkan tidak tahu apa yang harus aku lakukan!"Viona tersenyum lemah

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 114: Debat Kecil

    Di sebuah toko perlengkapan bayi yang megah, Mark dan Viona sibuk memilih barang untuk menyambut kelahiran buah hati mereka.Usia kehamilan Viona sudah menginjak sembilan bulan, dan pasangan itu tengah dipenuhi suka cita.Mereka sengaja tidak mengetahui jenis kelamin bayi mereka, berharap mendapatkan kejutan yang manis saat kelahiran tiba.Mark memegang sepasang sepatu bayi mungil berwarna putih di tangannya. Ia memandangi sepatu itu dengan tatapan penuh rasa bangga. "Bagaimana menurutmu? Sepatu ini sempurna, bukan?"Viona yang sedang memeriksa selimut bayi bermotif bunga menoleh, alisnya terangkat. "Putih lagi, Mark? Kita sudah punya lebih dari cukup barang putih. Haruskan semuanya berwarna polos?""Putih itu elegan dan netral," Mark menjawab sambil mengangkat bahu, senyumnya lebar. "Lagipula, kita tidak tahu jenis kelamin bayi. Putih adalah pilihan yang paling aman."Viona menghela napas panjang, meletakkan selimut yang sedang ia periksa. "Mark, bayi kita juga butuh warna! Hidup itu

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 113: Kabar Kematian

    Mark sedang berdiri di depan jendela besar kantornya. Langit mendung di luar, menggambarkan suasana kota yang penuh hiruk-pikuk.Ia memutar gelas kopi di tangannya, pikirannya melayang. Suara ketukan pintu memecah lamunannya."Masuk," katanya tegas, tanpa menoleh.Ben, sekretaris pribadinya, masuk dengan langkah hati-hati. Wajahnya tampak lebih serius dari biasanya.“Tuan Mark, ada kabar penting yang perlu Anda ketahui,” ucap Ben dengan nada pelan tapi jelas. Ben tampak ragu namun ia harus melakukan ini.Mark mengangkat alis dan memutar tubuhnya, menatap Ben dengan ekspresi datar. “Apa itu, Ben?”Ben menelan ludah, seolah mencari cara terbaik untuk menyampaikan berita tersebut. “Tuan saya tahu anda tidak mau mendengar laporan tentang nona Stella, namun kali ini anda harus mendengarkan. Stella … dia sudah tiada.”Mark mengerutkan kening, matanya menyipit. “Maksudmu … sudah tiada? Jelaskan, Ben.”Ben menarik napas dalam sebelum melanjutkan. “Kondisinya semakin memburuk di rumah sakit te

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status