Home / Romansa / Marriage Partner / 1. Kamu Hamil?!

Share

Marriage Partner
Marriage Partner
Author: Black Aurora

1. Kamu Hamil?!

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2024-03-18 21:27:47

"Di mana Aluna?" Tanya Gevan kepada Flora, asisten dari Aluna sekretarisnya, yang sedang sibuk menata dokumen.

Flora yang tergagap karena ditatap dengan begitu intens oleh sorot tajam berwarna hazel itu pun menelan ludah, sebelum akhirnya ia menjawab dengan gugup.

"Tadi sih Aluna bilangnya mau ke toilet, Pak. Tapi... kayaknya sudah dari setengah jam yang lalu deh," sahut Flora sambil melirik jam tangannya dengan perasaan was-was, antara takut dengan si bos yang sedang berdiri di depannya, sekaligus heran karena Aluna begitu lama di sana.

"Kalau begitu, saya panggil Aluna dulu ya pak?" Flora hendak berdiri dan berlari ke arah toilet untuk memanggil Aluna, namun telepon di meja yang berada di dekatnya tiba-tiba saja berbunyi dengan nyaring.

Gevan pun menghela napas pelan. "Kamu angkat telepon itu saja, Flora. Biar saya yang panggil Aluna," ucapnya datar sambil berlalu dengan langkah lebar dan tegas menuju ke arah toilet wanita.

'Hufftt... kemana sih tuh anak?!' geram Gevan sembari menyipitkan matanya karena kesal.

Seharusnya Aluna sebagai sekretaris pribadi Gevan mendampingi dirinya untuk meeting mingguan, serta berperan menjadi notulis (pencatat materi) rapat.

Itu adalah tugas Aluna selaku Sekretaris pribadi CEO, dan mutlak tak bisa diganggu gugat lagi apa pun yang terjadi.

Namun sekarang entah kemana gadis itu menghilang! Tak ada kabar dan berita, pun ponselnya yang sedari tadi dihubungi Gevan juga tidak juga diangkat.

Karena meeting yang tak dapat ditunda lagi serta Gevan yang benci dengan segala sesuatu yang terlambat, maka pria itu pun memutuskan untuk tetap melaksanakan meeting dan menunjuk orang lain yang menggantikan Aluna sebagai notulis.

Masalahnya, staf yang Gevan tunjuk sebagai notulis ternyata malah membuat hasil notulennya menjadi kacau sekali!

Sebagai orang yang perfeksionis, tentu saja Gevan pun menjadi kesal dibuatnya. Ia telah terbiasa dengan Aluna yang mahir dan kompeten merumuskan notulen, sehingga ketidakhadiran gadis itu pun membuat Gevan gusar.

Dan kini yang ia inginkan adalah sesegera mungkin menemukan gadis itu lalu mencecarnya dengan pertanyaan kenapa dia menghilang. Juga memberi Aluna hukuman kalau perlu.

Ck. Merepotkan sekali!

"P-pak Gevan?" seorang office girl yang baru saja keluar dari toilet wanita terlihat kaget, saat hampir betubrukan dengan tubuh pria yang menjulang kokoh di depan pintu.

Segera saja ia menundukkan kepalanya penuh hormat kepada CEO-nya.

"Apa ada Aluna di dalam?" tanya Gevan dengan wajah datar dan satu jari telunjuknya yang menunjuk ke arah pintu.

"Eh, Mbak Aluna? Oh maaf... saya kurang tahu, pak..." sahut gugup si gadis office girl. Berhadapan langsung dengan pimpinan tertinggi di gedung ini yang terkenal dingin dan galak, tak pelak membuatnya gagap.

"Jaga toilet ini. Jangan sampai ada yang masuk sebelum saya keluar!" perintah tegas pria itu kemudian dengan sorot tajam yang menguar dari manik hazel miliknya.

Gevan pun langsung saja memasuki toilet itu tanpa ragu, sontak membuat dua orang wanita yang sedang berdandan di depan cermin menjerit kaget.

Namun setelah melihat siapa gerangan sosok rupawan yang masuk ke dalam toilet wanita, mereka pun sadar jika lelaki nekat itu adalah pimpinan tertinggi di perusahaan mereka.

"Keluar," desis Gevan sambil menatap dingin pada dua wanita yang malah terpaku menatapnya.

Meskipun mereka merasa beruntung karena bisa menatap dari dekat wajah tampan CEO mereka, namun sorot tajam tak terbaca di wajahnya yang rupawan itu tak pelak membuat kedua wanita itu bergidik.

Gevan pun hanya mendengus saat akhirnya dua wanita itu berlari terbirit-birit keluar dari toilet.

"ALUNA!" teriak Gevan keras.

Sekretarisnya itu kali ini benar-benar membuatnya kesal. Setelah mangkir dari kewajibannya mengikuti rapat, sekarang ia malah menghilang tak jelas.

Dan lihatlah apa yang Gevan lakukan sekarang!

Tidak pernah terbersit satu kali pun dalam benaknya bahwa ia akan kalang kabut mencari sekreatrisnya itu hingga ke masuk ke dalam toilet wanita!

Gevan merasa ada yang aneh dengan dirinya yang terlalu impulsif, namun sesungguhnya ia juga merasakan sedikit kekhawatiran pada Aluna.

Selama ini gadis itu selalu bekerja dengan profesional, tepat waktu dan tanpa cela. Gevan menyukai cara kerja seperti itu, karena dia sendiri adalah orang yang perfeksionis.

Jadi rasanya agak mustahil Aluna melewatkan meeting tanpa kabar seperti ini, jika tidak terjadi sesuatu.

Sayup-sayup Gevan pun mendengar suara isak tangis pelan dari bilik toilet di bagian paling ujung. Serta-merta lelaki itu pun bergidik.

Apa itu Aluna? Atau... setan penunggu toilet??

"A-Alunaa?" suara gugup Gevan terdengar membahana di toilet yang sepi itu.

Sambil menelan ludah, Gevan pun mengendap-endap menuju bilik toilet paling ujung dan berdoa semoga itu adalah suara isakan manusia, bukan makhluk jadi-jadian penunggu toilet.

TOK-TOK-TOK!

Gevan menempelkan telinga di pintu setelah mengetuknya pelan. "Aluna?? Apa kamu di dalam??"

Seseorang di dalam toilet yang mungkin adalah Aluna, terdengar seperti mendesah pelan dan mengeluarkan ingus.

"Pak Gevan! Jangan macem-macem, deh! Ngapain sih bapak pakai masuk segala ke dalam toilet wanita?!" sentak suara yang sekarang sepertinya sudah benar-benar bisa dipastikan adalah milik Aluna.

"Cepat buka, Al! Atau mau saya dobrak pintunya??!" Sentak balik Gevan dengan geram. Berani-beraninya Aluna berkata tidak sopan padanya!

Lalu beberapa saat kemudian, dengan perlahan pintu bilik itu pun terbuka. Menampilkan wajah sembab dan pucat Aluna yang terlihat mengintip dari dalam.

Aluna pun hanya bisa meneguk ludah, saat melihat bosnya yang berdiri di depan pintu sambil melipat tangan di dada dengan wajah tampannya yang nampak gusar.

"Dari tadi saya panggil-panggil kenapa diam saja, hah?! Pakai acara nangis di pojokan toilet segala! Memangnya kamu demit?! Kamu tahu nggak, kalau saya jadi taa..." perkataan Gevan pun terhenti, setelah ia menyadari bahwa hampir saja ia mempermalukan dirinya sendiri.

Aluna mengernyit keningnya bingung menatap bosnya yang mendadak terdiam. "Ta?? Taa... apa?? Oooh!!!" mulutnya pun sontak membulat karena kaget.

"Bapak takut sama sama setan ya??"

Gevan mendengus dan mendorong pintu bilik toilet itu ke arah dalam hingga membuka sempurna, membuat Aluna yang berada di belakangnya pun terdorong hampir jatuh.

"Jadi dari tadi saya cari-cari, ternyata kamu malah sembunyi di toilet?? Keluar kamu, Al!!" bentak Gevan dengan mata hazelnya yang nyalang membara.

Aluna mendesah pelan dan melangkahkan kakinya keluar dari bilik toilet sambil menunduk. Ia tahu kenapa Gevan marah.

Pasti gara-gara ia mangkir dalam rapat internal mingguan.

"Kenapa nggak ikut rapat?! Tahu nggak kalau saya jadi repot gara-gara kamu!!!" Semprot Gevan saat Aluna telah keluar dari bilik toilet dan berdiri dengan lesu di hadapannya.

"Uhm... pak, kalau mau marah-marah sebaiknya kita keluar dulu, yuk? Nggak enak deh, ini kan toilet wanita," usul Aluna, yang sama sekali tidak terlihat ada takut-takutnya pada bosnya.

Mungkin memang hanya dia satu-satunya orang yang tidak takut pada Gevan yang doyan bentak-bentak dengan wajah garang.

Gevan hanya melirik sekretarisnya yang bertubuh mungil itu sambil mendengus. Saat tadi Aluna mendongak dan menatapnya, Gevan baru menyadari kalau mata gadis itu merah bengkak dan terlihat sembab.

"Kamu kenapa sih? Udah mangkir dari rapat, jelek pula mukanya! Habis nangis? Nggak usah sedih, punya muka jelek itu nggak apa-apa kok. Asal berprestasi," nasihat Gevan dengan tidak berperasaannya.

"Kadang-kadang saya juga bingung, apa sih yang dilihat Tommy dari kamu, hm? Udah pesek, pendek, nggak anggun, sradak-sruduk, drama pula! Harusnya kamu bersyukur karena masih ada cowok yang mau."

Sejenak Aluna pun mematung mendengar ucapan bosnya yang tidak peka sama sekali itu, dan beberapa saat kemudian pecahlah kembali tangisnya yang semakin meraung-raung.

"Damned, Al!! Nggak usah mewek bisa nggak? Bikin telinga sakit aja!!" Omel Gevan sambil menutup telinganya yang mulai terasa berdenging.

"Bapak sih!! Ngapain coba ingetin saya sama cowok brengsekk itu?! Dia itu yang bikin saya nangis, Paaak!! Isssh! Huaaa... hikss..."

Gevan berdecih pelan namun dipenuhi cemoohan. "Jadi kalian berantem? Tumben."

Pria bersurai gelap itu pun beranjak menuju wastafel. Ia mengambil beberapa lembar tissue di situ untuk kemudian diserahkan kepada Aluna.

"Nih. Buat lap ingus kamu yang meler itu."

"Yang-hiks... yang enakan di-dikit dong pak, bi-bilangnya... buat hapus-hiks-air mata gitu kek!" Protes kesal Aluna dengan suara terbata-bata karena isaknya yang masih banyak tersisa.

Gevan mendengus dan memutar bola matanya. Sebenarnya dia alergi dengan cewek yang drama manja seperti Aluna begini. Dikit-dikit nangis. Ck. Dasar cengeng.

Tapi tak pelak Gevan juga merasa penasaran dengan alasan Aluna hingga gadis ini menangis heboh di toilet dan mangkir dari tugasnya.

Karena meskipun kadang sering drama, sekretarisnya ini biasanya sangat profesional dan kompeten dalam tugasnya. Itulah yang Gevan suka dari Aluna.

Selain itu, Aluna juga bisa mengikuti ritme kerjanya yang mau segalanya serba cepat dan sempurna.

"Saya... putus sama Tommy, Pak..." ucap Aluna tiba-tiba dengan wajah muram dan kelabu. Namun sendu yang mewarnai ekspresinya sama sekali tidak membuat pria tidak peka di depannya itu sedikit bergeming.

"Oh. Putus. Ya udah gampang, tinggal cari saja pria lain, kan? Saya yakin pasti masih ada kok yang mau sama kamu. Yah, meskipun secara fisik kamu biasa aja sih," tukas Gevan santai dengan wajahnya yang tetap datar.

Saking terbiasanya mendengar penghinaan dari bosnya, Aluna sendiri memang sudah tidak pernah lagi memasukkannya ke dalam hati.

"Tapi masalahnya... saya... uhm..." Aluna pun tiba-tiba terdiam. Jemarinya menjalin dengan rapat, seakan ingin menguatkan diri.

"Apa??" Tanya Gevan penasaran.

Terdengar suara tarikan napas Aluna yang terasa berat, sama persis seperti beban yang kini sedang ia tanggung. Gadis itu pun sedikit menggigit bibirnya sebelum ia menuturkan kata.

"Sayaa... hamil, Pak." Dan akhirnya Aluna pun mengungkapkan penyebab dirinya tampak gelisah dan tak henti menangis. Ia menundukkan kepala dengan kedua bahu yang meluruh bagai bunga yang layu.

"Saya hamil, dan Tommy malah nggak mau bertanggung jawab. Padahal jelas-jelas ini anaknya," ungkapnya kembali menuturkan fakta kedua, dengan nada yang terdengar sangat pahit.

Sebutir cairan bening kembali jatuh di pipinya yang mulus.

Benaknya kembali mengulang saat Tommy yang pada awalnya berniat untuk menikahinya, namun tiba-tiba saja pria itu berubah pikiran dengan alasan mendapatkan beasiswa S2 ke London dari kantornya!

Mata hazel Gevan pun membulat dengan sempurna mendengarnya. "Hah?? Kamu hamil, Al?! Hamil beneran? Jadi ada bayi di dalam perut kamu gitu?!" Tukasnya bertubi-tubi karena kaget sekaligus terkesima di saat yang bersamaan.

Gevan bahkan mengabaikan uraian Aluna tentang Tommy, dan malah lebih berfokus kepada fakta bahwa sekretarisnya itu yang tengah mengandung.

'Aluna... hamil? Wow. Aluna, sekretarisnya, memiliki sebuah nyawa lain di dalam tubuhnya!'

Lalu tanpa sadar dan karena refleks, Gevan pun malah melakukan hal yang tak pernah ia bayangkan akan ia lakukan pada siapa pun orangnya.

Ia mengulurkan tangannya... dan menyentuh.

Tidak, bukan cuma menyentuh, tapi juga untuk memberikan elusan pelan serta penuh kelembutan di perut Aluna, yang sangat berbanding terbalik dengan sikap yang selama ini pria itu tunjukkan pada hampir semua orang di sekelilingnya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Marriage Partner   102. My Sweet Family

    Saat Adam masih celingukan mencari keberadaan Flora yang tiba-tiba saja menghilang entah kemana, tiba-tiba saja Dante dan beberapa orang lelaki menariknya menuju ke dalam lift. Ya, rumah tiga lantai milik Pinkan memang memiliki lift kecil di dalamnya. "Party time!" Seru seseorang yang berada di samping Adam dengan penuh semangat, yang disambut dengan ribut sorakan riang lainnya. Oh damned. Sepertinya Adam sedang 'diculik' dan dibawa ke dalam Bachelor Party yang tadi disebutkan oleh Dante, padahal ia sama sekali belum bertemu dengan Flora untuk meminta ijin. Adam pun buru-buru meraih ponselnya, memutuskan untuk menelepon calon istrinya itu dan memberitahu mengenai acara yang sudah di atur oleh para sepupunya yang tukang culik ini. Paling tidak Flora harus tahu, karena Adam tidak ingin gadis itu memergokinya. Bisa kacau nanti. Namun sudah berkali-kali Adam menelepon ponsel Flora, tetap saja gadis itu tidak mengangkatnya. Adam pun berdecak sebal dan memutuskan untuk mengirim

  • Marriage Partner   101. Bachelor Party

    Waktu berlalu tanpa terasa, dan hanya tinggal dua minggu lagi menuju hari pernikahan Adam dan Flora.Flora pun masih bekerja seperti biasa, meskipun Gevan membebaskannya jika ingin mengambil cuti. Tapi tentu saja gadis itu merasa tidak enak hati untuk mengambil cuti yang terlalu lama. Ah, bosnya itu memang terlalu baik.Dan ngomong-ngomong soal para calon pengantin, meskipun mereka masih bekerja di dalam satu Gedung, Adam dan Flora jarang sekali bertemu karena kesibukan masing-masing yang cukup menyita waktu. Adam masih saja berkutat dengan dua perusahaan, Samudra Corp. dan Wrighton Constructions, karena Noah yang juga masih menjalani terapi kanker harus menjaga kondisinya dan tidak boleh terlalu lelah.Hal inilah yang menjadi dilema bagi Adam. Di satu sisi sejujurnya ia lebih menyukai bekerja di Samudra Corp bersama Gevan, namun di sisi lain ia juga kasihan dengan Dad yang sepertinya sudah waktunya pensiun sebagai CEO Wrighton Constructions--terutama karena sedang sakit seperti in

  • Marriage Partner   100. Percakapan Sebelum Menikah

    Adam kembali mengarahkan padangannya ke langit malam, membuat Flora pun sontak ikut mendongak melihat langit. Tapi gadis itu malah terkesiap ketika kedua matanya tiba-tiba ditutup oleh tangan Adam, membuat dirinya serasa terkungkung oleh kegelapan.Lelaki itu mendekatkan bibirnya di telinga Flora untuk berhitung mundur, "Tiga, dua, satu..."Adam membuka tangannya dari mata Flora, bertepatan dengan ledakan sejuta bunga yang berkilau laksana emas yang menyinari langit malam.Flora membelalak, terpukau, tak menyangka kalau akan ada kembang api malam ini. Suara desing lembut yang diikuti oleh suara ledakan serta visual gemerlap di angkasa membuat matanya berkaca-kaca."Indahnya..." guman Flora lirih, tanpa melepaskan tatapannya dari langit.Adam yang sedari tadi hanya memandangi Flora, kini menyunggingkan senyum kemenangan. 'Yes, dia suka!!' Soraknya dalam hati. "Ini beneran kamu yang rencanain?" Flora mengalihkan wajah penuh tanya kepada Adam."Iya dong! Kembang api itu akan terus me

  • Marriage Partner   99. Melamar

    Setelah makan malam, Adam bersantai sejenak di rumah Flora sebelum ia pulang ke Jakarta. Ya, ia pulang sendirian, karena besoknya lelaki itu berencana melamar Flora dengan mengajak serta Dad. Jika ayahnya itu mau. Tadi sore ia sempat menelepon Noah dan menceritakan semuanya. Noah berkata dengan jujur bahwa dia kecewa, karena berharap putranya akan kembali bersama Anya."That is not gonna happened, Dad," ucap Adam di telepon tadi sore. "It's already over between us. It's over a long time ago," tukas Adam tegas tak terbantahkan.Noah hanya bisa menghela napas. Hantaman rasa bersalah kepada Anya tidak akan pernah bisa pudar karena telah membuat wanita itu menjadi istrinya, hingga akhirnya Anya pun terpisah dengan cinta sejatinya. Tapi apa mau dikata. Nasi telah menjadi bubur. Adam benar-benar telah mengubur perasaannya kepada Anya, dan membuka lembaran baru bersama Flora.Bahkan hingga sambungan telepon itu berakhir, Noah masih bungkam--enggan memberikan restunya.It's okay. Adam te

  • Marriage Partner   98. Saya Siap

    "Kalau begitu buktikan kalau kamu memang menyayangi Flora dengan sepenuh hati. Jangan cuma pacari putri kami, tapi nikahi dia," ultimatum Wahyu sambil berkacak pinggang.***Mungkin kalau ada penggaris meteran, rasanya ingin sekali Flora mengukur lebarnya senyum Adam saat ini. Ok, senyumnya memang tampan, tapi ya nggak perlu lebar-lebar gitu juga, kan??"Saya siap menikahi Flora, Pak Wahyu," jawab Adam cepat. "Kapan pun. Lebih cepat lebih baik," tambahnya, yang membuat Flora rasanya ingin menenggelamkan diri ke empang milik tetangga saking malunya. Wahyu terkesiap dan mengernyitkan dahinya mendengar perkataan Adam barusan yang terdengar begitu tegas. Tak dipungkiri kalau ia senang dan cukup lega karena Adam sepertinya serius dengan putrinya. Apalagi lelaki itu juga yang telah membantunya mencari bukti-bukti yang membuat Wahyu keluar dari penjara. Dari situ saja sepertinya memang terlihat kalau Adam memang memiliki perhatian lebih kepada Flora.Hanya saja, pria paruh baya itu juga

  • Marriage Partner   97. Kepergok With Style

    "Tadi bicara apa aja sama Arrigo?" Flora mengangkat wajahnya dari buah mangga yang sedang ia kupas untuk Adam, ketika pertanyaan itu meluncur keluar dari mulut lelaki itu."Nggak ada yang penting, sih. Cuma say thanks aja karena Riggo sudah banyak bantu sebagai pengacara Papa, gratis pula," sahut Flora sambil kembali berkutat dengan buah mangga yang dia kupas.Mereka berdua sedang bersantai di dalam gazebo yang terletak di taman belakang rumah orang tua Flora, membiarkan Papa dan Mama Flora saling kangen-kangenan setelah beberapa hari Papanya itu berada di tahanan Polisi.Taman belakang ini tidak terlalu luas, tapi ditata dengan apik dan sangat asri. Di tengah-tengahnya ada gazebo kecil yang sering dijadikan outdoor dining room saat Flora masih tinggal di Bandung.Cuaca kota kembang Bandung ini yang tidak terlalu panas dengan angin yang bertiup sepoi-sepoi pun membuat suasana menjadi rileks."Aa!" Flora bermaksud menyuapkan sepotong mangga yang ditusuk dengan garpu ke mulut Adam, ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status