Beranda / Rumah Tangga / Married For Sale / Kontrak Pernikahan

Share

Kontrak Pernikahan

Penulis: Gana Dahayu
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-24 09:58:54

“Apa yang terjadi, Nea?”

Ini ketiga kalinya Indri bertanya pada Nea dan lagi dan lagi gadis itu bungkam.

“Jangan hanya diam! Jawab Nea!” Kesabaran Indri mulai habis. Ia mengguncang tubuh Nea.

Apa yang harus Nea jawab? Ia saja terkejut dengan apa yang terjadi.

“Nea jawab Ibu! Siapa Aciel, kenapa dia datang dan bilang akan melunaskan semua hutang kita?”

Helaan napas panjang keluar dari mulut Nea. Apa pun yang terjadi Nea harus tegar. Kepalanya terangkat lalu menatap ayah dan ibunya sambil tersenyum.

“Kalian jangan khawatir, dia bukan orang jahat.” Hanya itu yang bisa Nea katakan.

“Kamu kenal dia?” tanya Omar.

Nea mengangguk ragu. Mau sekuat apa pun berbohong, mata Nea tidak bisa menutupinya. Omar memahami ada yang disembunyikan oleh Nea.

“Semuanya pasti terkejut dengan apa yang terjadi, biarkan Nea istirahat dulu.” Omar menyuruh Indri untuk masuk ke dalam kamar dan membiarkan Nea sendiri di kamarnya.

“Tapi—“

“Biarin Nea sendiri,” tegas Omar.

Indri tidak bisa berkata lagi. Ia pun mendorong kursi roda Omar meninggalkan kamar Nea.

Setelah orang tuanya pergi, Nea menangis sejadi-jadinya. Membayangkan masa depannya menikah dengan orang yang tidak dicintainya cukup membuatnya gentar.

“Maafin Nea harus bohong,” lirihnya di sela tangis.

“Nea rela lakukan apa pun asal kalian bahagia, Nea akan jalani semuanya dengan baik.”

Entah itu kata penyemangat atau keyakinan Nea, ia terus berusaha untuk tegar.

Tok! Tok!

Dengan cekatan Nea menghapus jejak air mata yang mengalir di pipinya. Ia menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan.

“Masuk!” teriak Nea sambil merebahkan tubuhnya.

“Kak Nea,” panggil Rea yang baru saja masuk ke dalam kamar.

“Hmm,” deham Nea yang sedang membelakangi Rea.

Tanpa disangka, Rea memeluk erat tubuh Nea. Sesaat Nea terkejut lalu matanya terpejam menahan semburan air mata yang mendorong keluar.

“Terima kasih udah berjuang untuk keluarga ini, kakak hebat. Rea akan ada di samping kakak,” ucap Rea dengan suara gemetar.

Kakak mana yang tidak menangis mendengar adiknya berkata demikian. Rea yang dulunya sering Nea gendong, sekarang tumbuh jadi anak yang pengertian dan bijak.

Nea membalikkan tubuhnya dan dapat melihat dengan jelas wajah adiknya yang memerah karena menangis.

“Kamu tahu apa yang hal yang paling disyukuri selain mempunyai orang tua seperti ayah dan ibu?”

Rea menggeleng.

“Punya adik yang pengertian dan mendukung setiap langkah kakak.” Nea menghapus air mata Rea. “Kakak janji, kamu tidak akan jadi seperti kakak. Kamu akan kuliah dan dapat pekerjaan yang layak, menikmati gaji hasil kerja, beli makanan ataupun baju yang kamu mau.”

Suara tangis Rea semakin kuat. Ia memeluk erat Nea.

“Nggak, Rea berharap itu terjadi sama kakak. Dari kecil kakak udah bekerja untuk keluarga, udah saatnya kakak menikmati hidup sendiri tanpa tanggungan.”

Nea menggeleng. “Kakak bahagia seperti sekarang,” ucap Nea dengan senyuman tulus.

“Siapa bilang?” tanya Rea. “Rea tahu setiap malam kakak nangis karena merasa capek,” ucap Rea.

Napas Nea tertahan sesaat. Jadi selama ini Rea mengetahuinya. Ia pikir Rea tertidur saat dirinya menangis. Memang sesekali Nea merasa lelah, tetapi ia sangat menikmati hidupnya.

“Setiap orang pasti akan merasa lelah, termasuk kakak. Lelah bukan berarti tidak bahagia, kakak bahagia.”

“Udah, jangan nangis begini. Kamu tukar baju dulu,” titah Nea melihat adiknya memakai seragam.

“Oke,” jawab Rea dengan suara serak.

Nea menghapus jejak air matanya setelah Rea masuk ke kamar mandi.

Nea mencari keberadaan ponsel miliknya. Saat membuka benda pintar tersebut, terdapat beberapa notifikasi yang muncul tetapi hanya satu notifikasi yang menyita perhatiannya.

“Apa aku telepon aja?” gumam Nea melihat nomor tidak dikenal mengirim pesan padanya yang berisi ‘simpan nomor ini, Aciel’.

“Aku harus bertemu dengannya secepat mungkin.”

Nea memutuskan menelepon Aciel. Ia menunggu panggilan tersambung hingga terdengar suara bariton milik Aciel.

“Ada apa?”

Gadis itu menarik napas panjang sebelum berbicara.

“Saya ingin bertemu dengan anda, di mana kita bisa bertemu?” tanya Nea memberanikan diri.

“Oke, saya kirim orang ke rumah sekarang.”

Panggilan terputus. Nea menganga tidak menyangka, bahkan Nea saja belum menjawab ataupun mengatakan hal yang lain.

“Dasar pemaksa!” gerutu Nea kesal.

“Siapa kak?” tanya Rea yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Nea langsung menyembunyikan ponselnya sambil tersenyum.

“Niko, biasa dia nyebelin banget,” ucap Nea terbata-bata.

“Oh, kakak mau pergi?” tanya Rea saat melihat Nea mengambil tas.

“Iya, mau ke rumah Niko. Dia kemaren nawarin pekerjaan, jadi kakak mau mastiin.”

Rea mengangguk paham.

“Hati-hati kak, jangan sampai jatuh lagi.”

“Iya.”

***

Beberapa kertas yang sengaja di tata rapi di atas meja terus dipandangi Nea. Matanya tak beralih sedikit pun. Kehidupannya sekarang bergantung pada kertas tersebut.

“Silakan dibaca, saya sudah menyuruh pengacara mengurus kontrak pernikahannya,” titah Aciel.

Tangan Nea mengambil salah satu kertas yang di mana terdapat beberapa aturan yang diajukan oleh Aciel.

“Yang pertama, pernikahan hanya akan berlangsung selama empat bulan. Kedua, selama empat bulan kedua belah pihak harus bersikap layaknya suami istri. Ketiga, tidak boleh ada yang mengetahui kontrak pernikahan ini kecuali pengacara dan sekretaris saya. Keempat, kamu harus menjaga nama baik saya di depan Pak Broto dan yang lain—“

Nea mengangkat telapak tangannya, memberi kode pada Aciel untuk berhenti.  “Saya sudah membacanya, kenapa hanya anda yang diuntungkan? Pernikahan ini seharusnya menguntungkan kedua belah pihak!” ucap Nea tidak terima.

Aciel sudah menebak Nea akan berkata demikian. Tangan kanan pria tersebut yang sejak tadi memegang pena langsung terulur dan tangan kirinya memberikan kertas kosong.

“Saya tidak mau ada yang dirugikan, silakan isi apa saja di kertas ini.”

Pena dan kertas tersebut kini berada di tangan Nea. Gadis itu hanya menatap kedua benda itu. Apa yang akan ditulisnya?

Setelah berpikir sesaat, Nea menambahkan tiga point tambahan.

“Saya hanya meminta tiga, yang pertama, anda tidak berhak mencampuri kehidupan pribadi saya. Kedua, setelah menikah saya akan bekerja, anda tidak boleh melarangnya. Dan yang ketiga, setiap point yang anda cantumkan pada surat perjanjian itu harus berlaku juga untuk saya, bagaimana?”

Aciel tertawa kecil. Nea bisa saja meminta sebagian hartanya atau sesuatu yang besar tetapi gadis bodoh itu hanya meminta hal yang tidak berguna seperti itu.

“Baiklah, saya tidak keberatan.”

Uluran tangan yang ditujukan pada Nea sebagai tanda mereka sepakat dibalas oleh gadis itu. Mereka sama-sama saling bertatapan sesaat.

“Oke, semua sudah selesai. Saya pamit.” Aciel membereskan semua kertas yang berserakan di meja.

“Saya akan menyusun ulang kontrak ini dan menghubungi kamu kembali untuk tanda tangan. Selain itu, saya akan datang ke rumah kamu Minggu ini untuk melamar. Saya harap kamu mempersiapkannya.”

Secepat itukah? Nea masih ingin menikmati masa mudanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Married For Sale   Cerai

    Semalaman Nea tidak tidur, ia terus mencoba menghubungi Aciel akan tetapi tidak mendapatkan jawaban sama sekali. Omar pun ikut menemani Nea karena khawatir pada anak sulungnya itu. Pagi ini sudah beberapa kali Omar memaksa sang putri untuk sarapan, tetapi ditolak mentah-mentah oleh Nea. "Ne, ayolah makan. Ibu sudah masak untuk kamu. Jangan hanya duduk seperti itu terus," ucap Omar melihat sang putri duduk di dekat jendela. Tidak ada respon, Nea masih duduk termenung di dekat jendela memikirkan keadaan Aciel. Telepon tidak diangkat dan ia pun tak bisa keluar rumah karena Indri mengurungnya. "Ayah akan coba bujuk ibumu agar bisa keluar, kamu bisa lihat keadaan Nak El. Jangan kayak gini terus, ayah jadi khawatir. Di luar ibumu sudah khawatir karena Rea masih belum bisa dihubungi."Nea memang terlihat acuh akan tetapi setiap kata yang keluar dari mulut Omar didengarkannya dengan baik. Ia pun langsung menolehkan kepala, memang Nea belum menghubungi Rea. Apa yang terjadi pada gadis itu?

  • Married For Sale   Panik

    Matahari mulai tenggelam berganti dengan sinar rembulan akan tetapi seorang wanita masih setia duduk di teras dengan ponsel yang terus menghubungi seseorang. Wajahnya terlihat cemas sejak tadi membuat seorang pria paruh baya yang melihatnya merasa iba. "Ne, mungkin kerjaan Nak El belum selesai. Masuk saja dulu, di luar dingin," ucap Omar membujuk sang putri untuk masuk tapi tidak ada jawaban dari Nea. "Mas El udah janji mau datang, dia pasti datang yah. Ayah saja masuk, Nea tidak apa sendirian." Omar menghela napas berat melihat sang putri yang keras kepala. Ia pun melirik ke arah jam yang tergantung di dinding. "Sudah jam 9 malam, lebih baik kamu istirahat saja."Nea menggeleng. "Tidak, Nea tidak bisa istirahat. Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang tidak-tidak. Ponsel Mas El nggak aktif sekarang, tadi masih bisa di telepon. Kak Galen juga nggak angkat telepon Nea, tadi coba telepon kantor katanya mereka berdua nggak ada di kantor sejak pagi. Yah, kira-kira ke mana mereka? Nea khaw

  • Married For Sale   Aciel Menghilang

    Hari ini adalah hari yang ditunggu Nea. Semalaman wanita itu tidak tidur memikirkan apa yang akan terjadi hari ini. Lihatlah sekarang saat ini Nea sedang sibuk di dapur menyiapkan beberapa makanan yang akan disajikan untuk sang suami. Indri pada awalnya sempat marah akan tetapi Omar membujuk istrinya itu untuk mendengarkan Aciel sekali ini saja. "Ne, jam berapa Nak El datang?" tanya Omar. Nea yang sedang sibuk menggoreng ayam langsung menoleh ke belakang di mana sang ayah tengah duduk di kursi roda dekat pintu dapur. "Katanya siang, yah. Pagi ada kerjaan yang harus dikerjai."Omar mengangguk paham. "Yaudah, ayah mau ke depan dulu jalan-jalan, kalau sudah datang kabari ayah saja." "Oke, hati-hati yah."Perhatian wanita itu kembali pada ayam yang sudah mulai matang. Ia membalikkan ayam itu dan menunggunya beberapa saat sebelum diangkat. Suara derap kaki yang mendekat membuat perhatian Nea kembali teralihkan. Indri berdiri di belakangnya dengan ponsel di tangan. Wajah yang terlihat ce

  • Married For Sale   Harapan Satu-satunya

    Rea tertawa melihat Galen yang baru saja terjatuh akibat tersandung. Tawanya yang cukup kuat membuat Galen mendengkus kesal dan berusaha untuk bangkit. Setelah itu, ia menoyor kepala Rea. Mereka baru saja dua hari di Yogyakarta tapi sudah sangat dekat satu sama lain. "Makanya jangan jalan cepat banget kak, tuh malah kesandung kan. Lagian, kebiasaan jalan kayak cheetah," kekeh Rea lalu berjalan meninggalkan Galen. "Kalau ketinggalan kereta gimana? Kamu tahu ini tiket terakhir."Hari ini, Galen akan pulang ke Jakarta. Sebelumnya Galen memperkenalkan Rea dengan teman kuliah Galen dulu yang akan menjaganya selama di sini. Ada beberapa urusan yang harus Galen kerjakan. "Ya ampun, padahal masih ada sepuluh menit lagi. Santai aja kali," ucap Rea tenang. Jika Rea bisa tenang tidak untuk Galen, pria itu sangat tepat waktu dan tidak pernah terlambat oleh karena itu ia berusaha sebisa mungkin untuk datang tepat waktu. "Rea waktu itu sangat berharga, bagi kamu hanya sepuluh menit bagi aku t

  • Married For Sale   Rasa Rindu

    Nea melirik ke sekeliling, sekiranya dirasa sudah aman barulah ia mengunci pintu kamar dan mengambil ponsel yang diberikan Rea tempo hari. Ya, setelah kejadian tersebut, Indri menyita ponsel Nea dan membuatnya sangat sulit untuk berkomunikasi dengan Aciel. Untuk keluar saja Nea harus ditemani terlebih dahulu. Hidup Nea jauh dari kata nyaman. Setelah mencari kontak yang ingin dihubungi, barulah Nea langsung menempelkan ponsel ke telinga dan menunggu sang penerima menjawab panggilan Nea."Halo, Ne? Syukurlah akhirnya kamu hubungi aku." Suara yang sudah lama tidak didengar oleh Nea. Hanya suaranya baru terdengar membuat Nea sangat bahagia. Ia langsung mencari posisi nyaman untuk bicara pada orang tersebut. "Iya, mas. Kemarin mau hubungi mas, tapi ibu ngikutin aku Mulu sekarang ibu sedang tidur dan kebetulan ayah duduk di luar, jadi bisa hubungi mas.""Gimana kabar kamu? Semuanya baik, kan?" tanya Aciel. "Nea baik-baik saja, tidak ada masalah hanya kemarahan ibu yang belum reda. Mas g

  • Married For Sale   Kepergian Rea

    "Di mana Kak El?" tanya Rea pada Galen yang baru saja datang dengan tas ransel yang seperti tidak ada isinya itu. Mata Rea masih berkeliling melihat keberadaan sosok Aciel. "Kakak nggak ngajak Kak El? Bukannya Rea minta tolong untuk mempertemukan Rea dengan Kak El?" Galen menghela napas. "El di rumah, dia nggak mau diajak bicara. Aku udah coba ngajak dia ke sini tapi nggak ada jawaban. Lebih baik kita tunggu saja mana tahu El akan datang." Harapan satu-satunya akan hubungan mereka adalah cara Aciel membujuk sang ibu. Indri saat ini memang sangat marah akan tetapi perlahan wanita itu akan mendengarkan Nea ataupun Aciel.Cukup lama mereka menunggu, setengah jam lagi kereta aka berangkat tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Aciel hingga pria itu terlihat sedang berjalan ke arah sini dengan wajah datarnya. "Itu Kak El!" Rea membenarkan ransel di punggungnya dan berlari menghampiri Aciel."Kak El, cepat Rea mau bicara!" Rea menarik tangan Aciel dan duduk di kursi yang tidak banyak oran

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status