Natasha, Kakak pulang dulu, ya. Kapan-kapan Kakak akan main lagi mengunjungi Nat, oke?” ujar Nayra.
“Iya, janji ya. Kalau gitu sekarang biar Daddy yang antar Kak Nayra pulang,” balas Nat. “Tentu saja, Daddy yang mengajak Kak Nayra, maka Daddy yang bertanggung jawab mengantar,”sambung Max dengan lengkungan manis yang kembali berhasil mengobrak-abrik hati Nayra. “Ah, terima kasih, Max.” Nayra tersenyum tipis. “Daddy sangat cocok dengan Kak Nayra, apa Daddy menyukai Kakak Nayra?” Lagi-lagi pertanyaan Natasha itu membuat Max dan Nayra kikuk. “Hm, Nat sayang, Daddy harus segera mengantar Kak Nayra pulang, oke? Ini sudah malam,” tutur Max mengalihkan pembicaraan. Nayra menggaruk keningnya, ia juga tersipu, gadis polos seperti Natasha berhasil membuatnya diam membisu tak tahu harus berkata apa. “Oke, bos!” Natasha pun mengangguk. Max mengusap puncak kepala putri semata wayangnya itu. “Oke, Daddy pergi dulu ya. Nat langsung tidur, besok kan sekolah.” “Siap, Daddy. Dadaah Kak Nayra,” ucap Natasha sambil melambaikan tangan.Max membukakan pintu mobil dan mempersilakan Nayra masuk. “Dadah Nat, sampai jumpa lagi ya,” ucap Nayra dengan senyuman manisnya, tampak Natasha amat bahagia bertemu dengan sosok Nayra. “Iya, hati-hati di jalan ya, Daddy jangan ngebut, utamakan keselamatan dibanding?” “Dibanding kecepatan, Sayang Daddy pintar,” sahut Max cepat.Nayra terkekeh pelan, hubungan Max dan Natasha amat harmonis, sungguh mengharukan batinnya. Max pun melajukan mobilnya, ia melirik sekilas ke arah Nayra yang sedang melihat keluar jendela mobil. “Hm, Nay ....” Max tampak canggung. “Iya?” Nayra langsung menghadap ke arah Max.“Soal Natasha, maafin dia ya kalau misalkan dia langsung memintamu jadi ibunya, saya paham kamu pasti kaget, tapi sikap Natasha itu murni karena dia masih kecil, jadi harap kamu memakluminya, ya,” ujar Maxime. Nayra mengangguk dengan senyuman manisnya. “Iya, aku paham kok. Natasha itu sangat manis dan juga pintar. Dia pasti rindu sosok ibu, aku mengerti perasaan dia. Aku pun merasakannya, kehilangan seorang ibu sangatlah menyedihkan, rasanya aku jadi teringat diriku dahulu, bahkan sekarang aku tidak memiliki kedua orang tua karena mereka sudah meninggal dunia,” tuturnya tak disangka ia malah mengatakan hal itu pada Maxime.“Astaga, maaf kok aku jadi curhat.” Nayra menyeka air matanya yang tak sengaja menetes membasahi pipi merahnya. “Kamu juga kesepian?” Tiba-tiba Max mengatakan hal itu, tentu Nayra langsung terdiam sambil menatap kedua sorot mata Max yang tajam. “Ah, tentu saja tidak. Aku punya Jessica, juga ada teman-teman yang lain. Aku tidak merasa kesepian,” jawab Nayra. Padahal sebenarnya ia juga sering merasakan kesepian. Max mengangguk. “Kalau saya kesepian, Nay. Tapi, cinta saya masih begitu besar kepada Maria, itulah yang menyebabkan saya menduda selama ini,” Entah kenapa saat itu Nayra merasakan sakit di hatinya. ‘Kenapa aku merasa sesak,’ Hm, maaf ya, Nay, saya jadi curhat juga.” Max kembali fokus menyetir. “Enggak apa-apa, kok. Lagi pula kita kan teman,” ujar Nayra.Max melirik ke arah Nayra lagi. “Iya, kita berteman, terima kasih sudah mau menjadi teman saya, Nay.” Gadis itu tanpa sadar sudah menaruh perasaan pada Maxime. Tak dipungkiri, ia sempat memiliki keinginan untuk menerima permintaan Natasha menjadi sosok ibu sambung, tapi, mendengar ucapan Maxime barusan yang mengatakan ia masih mencintai mendiang istrinya, hati Nayra merasa teriris pedih. Namun perasaan itu wajar saja dimiliki Maxime. Bagaimana pun Maria adalah wanita yang telah mengorbankan nyawa untuk hidup putrinya. Justru bukankah seharusnya Nayra merasa kesal jika Max malah secepat itu melupakan wanita yang mulia seperti Maria. “Ini apartemen kamu?” tanya Maxime saat mobilnya berhenti tepat di depan sebuah apartemen mewah. “Ah, iya. Udah sampai, makasih ya udah nganterin aku pulang, kamu hati-hati di jalan,” “Saya yang berterima kasih sama kamu, Nayra. Terima kasih karena sudah mau berteman dengan saya, bahkan kamu mau mengenal putri saya, semoga ini bukan pertemuan kita yang terakhir, harus ada hari esok,” balas Max. Nayra mengangguk. “Tentu, aku juga pasti akan kangen dengan kepolosan Natasha, anak kamu cantik dan menyenangkan,” Maxime merasa senang, karena Nayra menyukai Natasha. “Terima kasih, Nayra kamu juga baik dan cantik,” pujinya dengan santai. Sementara Nayra seolah melayang mendapati pujian itu. Padahal, untuk ukuran model ternama, pujian seperti itu pasti sangatlah sering ia terima. Tapi entahlah, rasanya berbeda ketika Max yang mengutarakannya. “Makasih, Max.” Nayra tersipu malu. “Aku masuk ya,”Maxime mengangguk. “Selamat istirahat, Nayra.”Maxime pun menunggu sampai Nayra memasuki apartemennya, baru ia melajukan mobilnya.***Apartemen Nayra Nayra sejujurnya merasa berbunga-bunga. Sudah dua kali, Max memujinya cantik. “Kenapa aku rasanya kayak melayang, Astaga, dia tuh manis banget, rasanya meleleh hatiku kalau denger pujian darinya,” ucap Nayra pelan sambil masuk ke dalam lift yang mengarah ke apartemennya. Lift pun terbuka, ia langsung menuju apartemennya. Saat ia membuka pintu dan bermaksud untuk masuk. Sosok pria memegang tangannya dari belakang, sontak Nayra terkejut. Ia pun reflek dan langsung berbalik. “Nayra,” “Jordan? Lepasin! Mau apa kamu ke sini?” Nayra berusaha melepaskan cengkeraman tangan Jordan yang cukup kuat. “Enggak, aku nggak akan lepaskan kamu. Kamu itu hanya milikku, Nayra.”Tampaknya Jordan mabuk berat, terbukti Nayra mencium bau alkohol yang cukup kuat. “Astaga, kamu mabuk. Menjauh dariku!”Nayra bersikukuh ingin terlepas dari cengkeraman Jordan, tapi Jordan malah mendorong tubuh Nayra masuk ke dalam apartemen yang pintunya sudah terbuka. “Jordan! Kamu gila! Jangan dekat-dekat!”Jordan tak mendengarkan ucapan Nayra sama sekali, ia malah mendekat ke arah Nayra, menyentuh paksa dagu Nayra, hendak mencium bibir Nayra saat itu juga. “Brengsek!” Nayra memukul wajah Jordan. Tapi pria itu malah tertawa. “Pukul lagi Sayang, mau dimana? Terserah kamu, aku rela.”Nayra gemetaran, ia takut kalau Jordan akan berbuat yang tidak-tidak terhadapnya. “Dasar menjijikkan!”Jordan semakin menggila, ia malah mendorong tubuh Nayra hingga gadis itu terjatuh di atas ranjang. “Iya, aku memang menjijikkan dan aku mau tunjukan seberapa menjijikkannya aku, Nayra.”Jordan mencium bibir Nayra secara paksa. Tapi Nayra menolak keras. Cakaran yang cukup kuat dia lakukan di wajah Jordan sehingga membuat pria itu meringis."Boleh juga. Gue suka yang kasar kayak lo." Jordan bukannya berhenti, dia malah makin menggila."Lepas! Kamu akan aku laporkan ke polisi!""Ha Ha Ha. Kamu pikir semudah itu. Kamu mau karier kamu hancur karena laporin aku, Sayang?"Nayra bingung harus berbuat apa. Jordan jelas terpengaruh minuman keras. Kalau sudah begini, apa dia harus menyerah?"Lo cantik, Nayra. Sorry, gue udah bikin lo nangis." Jordan menghapus air mata Nayra. "Gue sayang banget sama lo.""Brengsek!" Nayra memaki Jordan dengan wajah jijik."Nay gue serius. Gue cinta sama lo. Anggap yang kemarin gak pernah terjadi, ya." Sambil mengecup sebelah pipi Nayra."Jangan sentuh aku jijik!!!" Nayra menjerit keras. Semakin Jordan menyentuhnya membuat dia merasa sangat kotor."Kalau lo terus gini, gue gak akan segan, Nay." Jordhan hendak membuka resleting celananya. Hal itu membuat Nayra semakin ketakutan. Ia pun berteriak meminta tolong, tapi dengan sigap Jordan langsung menutup mulut Nayra. Di lain sisi Maxime yang bermaksud mengantar ponsel Nayra yang tertinggal di mobilnya. “Itu kayak suara Nayra, apa itu kamar dia?” Max mengikuti arah suara teriakan Nayra. Apartemen itu begitu sepi, tentu saja mungkin semuanya sedang tidur. “Nayra ....” Max mengetuk pintu apartemen yang diduga tempat Nayra. “Max, tolong!” Nayra mendengar suara Max dan ia pun langsung berteriak, sekuat tenaga ia melepaskan dekapan tangan Jordan yang sejak tadi berusaha bertindak kurang ajar padanya."Diem bitch! Lo minta tolong sama siapa!" geram Jordan."Lepasin aku Jordan!""Nggak! Lo milik gue sekarang!""Maxime tolong!!!" “Astaga, Nayra!” Maxime pun langsung mendorong pintu dan ternyata tidak dikunci. Ia terkejut saat melihat Nayra hendak ditindih oleh seorang pria. Pemandangan itu membuat matanya melotot. Sedang Nayra menatapnya kaget dan takut. "Tolong aku Max!" “Siapa kamu!” Max langsung menarik tubuh pria tersebut dan memberikan satu pukulan ke wajahnya. “Lo siapa, hah? Jangan ikut campur! Dia ini cewek gue!” Jordan balik memukul Maxime. Tentu saja Max tidak tinggal diam dan kembali membalas pukulan tersebut, bahkan kali ini ia juga menendang pria tersebut.Seketika Jordan pun memegangi perutnya yang terasa sakit bukan main. Jelas pria yang membela Nayra itu bukan orang sembarangan. Dari teknik gerakan yang dipergunakan, pasti dia orang yang terlatih. Jordan sedikit terkesan. “Pergi dari sini! Atau kamu berurusan dengan saya!” Max menggeram, sementara Nayra masih menangis berusaha melepaskan diri."Lihat ya! Ini belum selesai sialan!!"Jordan tidak memiliki kekuatan lagi, ia juga dibawah pengaruh alkohol. Terpaksa ia pun pergi keluar kamar Nayra.“Nayra, kamu nggak apa-apa?” Max menghampiri Nayra yang sedang merapikan pakaiannya yang sempat dirobek paksa oleh Jordan tadi. “Kamu harus laporkan dia ke polisi,” ucap Max. Nayra secepatnya menggeleng. “Enggak, itu berisiko, urusannya panjang nanti,""Tapi, Nayra. Pria seperti itu akan datang lagi kalau tidak kamu atasi segera," kata Max."Kurasa tidak. Biarkan aja dia begitu, kurasa semua karena dia mabuk."Nayra kelihatan sangat pucat."Thanks, Maxime. Untung ada kamu. Makasih ya,” ucapnya gemetar.Saat seperti ini Nayra benar-benar tidak bisa berpikir. Dia emosi karena kehadiran Jordan. Tapi dia juga takut, karena tadi Jordan hampir saja melecehkan dirinya. Kalau saja tak ada Maxime, mungkin dia sudah sangat hancur sekarang."Nayra. Kamu gak apa-apa? Apa kita ke rumah sakit?" tanya Maxime, cemas."T-tidak, Max, aku—" Maxime melihat tubuh Nayra yang gemetar, refleks ia meraihnya dan memeluk tubuh Nayra. Saat itu Nayra merasa tersentuh dan ia malah menangis, jujur ia sangat takut kalau Jordan berhasil memperkosanya tadi. Maxime adalah penyelamatnya kali ini dan dia tidak akan melupakan jasa Maxime selamanya. “Aku takut,” ucap Nayra dengan suaranya yang gemetar. "Gimana kalau dia—""Sstt .... Tidak apa, Nayra, kamu tenang, ya.""Tadi itu dia hampir melakukan hal keji, Max," kata Nayra sambil menangis. “Udah, semua udah selesai. Kamu jangan nangis, saya akan menemani kamu supaya kamu tidak ketakutan.” Maxime masih memeluk tubuh Nayra, saat itu jantung Nayra berdebar tidak beraturan. Ia benar-benar jatuh hati pada sosok Maxime. Pria baik yang sekarang menjelma jadi pahlawan dalam hidupnya. “Terima kasih.” Nayra merasa jauh lebih tenang sekarang, untung saja ada Max, kalau tidak entahlah apa yang terjadi pada dirinya.Pikiran Max hanya heran. Kenapa wanita sebaik Nayra bisa mengenal pria brengsek seperti orang tadi. Kalau saja dia tidak mengendalikan dirinya, mungkin dia sudah menghabisi orang itu tanpa ampun.Dasar amatir! Umpat Maxime dalam hati. Dia sudah hapal betul sikap-sikap sampah semacam itu. Kalau diingat lagi ke masa lalu. Dulu sekali, sebelum mengenal Maria, dia adalah orang yang kurang ajar juga. Tapi sekarang Maxime sudah sangat berubah. Sikapnya yang bersahaja tak lepas dari peran Maria dan Natasha dalam hidupnya. Saat dia datang menolongku. Aku merasa hatiku tidak salah menilainya. Dia adalah orang yang tepat untuk aku kagumi. Mungkin saja, setelahnya kita akan saling cinta. Itu pun jika Tuhan berkehendak serupa ~ Nayra.Derap langkah terdengar semakin dekat membuntuti Mala yang terus mempercepat langkah kakinya."Siapa sih, kenapa dia ngikutin aku?"Napas Mala terengah-engah setelah dia berhenti karena tak kuat lagi berlari. Ini semuanya karena Dewa tidak menjemputnya di acara reuni teman SMA Mala. Entah siapa orang yang mengikutinya tadi, yang jelas Mala ketakutan."Hallo, Kak. Kamu jemput aku dong, please, aku takut." Suara langkah kaki semakin dekat. Kedua bola mata Mala membulat sempurna saat lengan kekar melingkar di pinggangnya."Aaaaaaaaaaaaaaa....." teriaknya."Sayang, ini aku."Mala menutup mulutnya. Itu seperti suara..."Kak Dewa!"****"Jadi tadi beneran ada yang ikutin aku?" kaget Mala saat suaminya bilang bahwa seorang lelaki mencoba untuk membuntuti Mala. Beruntung Dewa sampai tepat waktu."Iya. Tadi aku emang ada urusan kerjaan di kantor. Semenjak kamu memutuskan untuk resain, aku kan hendel semuanya sendiri, Sayang.""Tapi kan itu keinginan kamu juga, Kak. Aku diminta resain.""Iya.
Mala merasa bersalah pada suaminya. Padahal Dewa bilang tidak apa-apa jika dia belum siap. Sejak tadi Dewa sibuk dengan pekerjaannya. Mala sebagai sekertaris Dewa saat di kantor tidak berani mengajak ngobrol suaminya itu tentang urusan pribadi."Huffffttt...." Mala menghela napas panjang sambil melirik ke arah suaminya yang tak menatapnya sama sekali.Apakah dia marah?Mala beranjak dari duduknya. Dia tidak bisa begitu terus, dia merasa sangat bersalah dan dia satu-satunya yang bersalah. Dewa boleh berkata tidak apa-apa, tapi tetap saja buat Mala sikap suaminya itu agak berbeda."Kak. Kamu marah kan?"Dewa menaruh bolpoin di tangannya. Lalu ia membuang napas perlahan, dengan senyuman tipis, dia menggelengkan kepala. "Enggak, Sayang.""Karena hal seperti itu aja, aku nggak mungkin marah," tambah Dewa.Mungkin suaminya tidak marah. Tapi tetap saja ia merasa bersalah. "Mala nggak konsen kerja.""Ini kan kamu yang minta, Sayang. Kamu bilang mau mulai kerja kan?" ucap Dewa."Iya. Tapi seka
Mala membuka matanya perlahan. Garis bibirnya melingkar cantik menatap pria yang sedang terpejam, nyenyak disampingnya. Mala mengambil cermin, melihat bibirnya agak bengkak dan rambutnya yang berantakan. Dia terkekeh sendirian, tapi pria di sampingnya tidak terusik sama sekali."Capek ya. Kamu sih, mainnya nggak kira-kira," ringisnya sambil menggerakkan perlahan kakinya."Ouch!" pekiknya merasakan tubuhnya sedikit perih dan tidak nyaman."Sayang!" Dewa langsung terkejut saat mendengar suara istrinya. "Kamu kenapa?"Mala menggigit bibir bawahnya sambil meringis, ia tidak berani menyibak selimut di atas tubuhnya. Hanya menggeleng pada suaminya. "Enggak. Aku cuma... Perih.""Perih? Yang mana?" tanya Dewa sambil menyentuh kedua pipi Mala. "Aku nyakitin kamu, ya?" ia menelisik."Bukan. Ini cuma agak perih di bagian--" putus Mala, malu."Bagian mana? Sini, biar aku obatin." Dewa memang polos atau pura-pura tidak tahu sih, bagian mana lagi kalau bukan bagian dimana dia menghujam Mala berulan
"Bun. Mala pulang ke rumah kan?""Mala. Kamu pulang ke apartemen Dewa dong. Masa mau pulang sama Bunda?""Bukannya biasanya tidur di rumah pengantin wanita dulu Bun?""Dewa maunya langsung ke apartemen. Lagi pula Bunda nggak bisa lama di Bandung, Sayang. Tapi, kalau Mala mau tinggal di rumah, Bunda seneng dan mengizinkan.""Bunda mau ke Korea lagi?"Delia mengusap bahu putrinya. "Mala kan udah ada yang jaga. Bunda dan Ayah udah merasa tenang. Tapi, bukan karena itu juga Bunda harus balik segera ke Korea. Bunda dan Ayah masih harus mengurus sesuatu di sana. Mala mengerti kan?""Mala ngerti kok," angguk Mala, memeluk bundanya. "Mala sayang Bunda. Maafin Mala ya, kalau selama ini Mala sering merepotkan Bunda dan Ayah.""Jangan ngomong gitu, Sayang. Mala nggak pernah merepotkan. Bunda dan ayah bahagia punya putri cantik seperti Mala," balas Delia.Begitulah obrolan Mala dengan Delia setelah acara selesai.Mala menghela napas panjang. Saat ini di sebelahnya ada Dewa yang sedang menyetir mo
Sampai detik ini Mala seolah tidak percaya bahwa di tempat ini dia sedang duduk menunggu kedatangan Dewa sebagai calon mempelai pria. Hari ini adalah hari pernikahan Mala Dewa.Gedung hotel sengaja di pesan Delia, ibunda Mala. Sebagai penyelenggara pesta untuk putri semata wayangnya. Delia dan Mahen merasa lega karena putrinya yang sempat berpisah dari Dewa akhirnya kembali bersatu dan hari ini mereka akan menikah.Teman-teman Mala pun berdatangan menghampiri Mala yang sudah terbalut kebaya khas Sunda, cantik dan menawan. Hanya saja Mala mencari keberadaan sahabatnya, Cilla. Gadis itu tidak terlihat hadir bersama Vina yang datang menggandeng kekasih barunya."Vin. Cilla mana? Kok nggak datang?"Vinna mendadak muram. "Dia kayaknya nggak bisa datang. Dia hari ini nemenin nyokapnya di RS. Lo tahu nggak, Mala? Bokapnya Cilla belum lama sakit, terus sekarang gantian deh nyokapnya sakit. Dia sedih banget, mana lo tahu kan, kalau dia suka sama Gilang? Tapi, Gilang malah menolak dia. Padahal
Masih dengan perasaan kesal. Dewa membuka pintu rumahnya. Entah siapa yang bertamu malam-malam begini."Selamat malam," ucap seorang wanita yang tersenyum kecil pada Dewa."Kris? Mau apa kamu ke rumah saya?" tanya Dewa ketus.Ia memijat kening, apa lagi yang akan di perbuat Kristal kali ini. Kalau saja bukan karena Daddy-nya yang berteman dekat dengan orang tua Kristal, mungkin Dewa sudah lama memecat Kristal tanpa memutasikan nya."Aku kesini mau-" jawabnya terpotong saat melihat seorang gadis yang muncul di belakang Dewa."Kamu?" kata Kristal kaget. "Kamu sedang apa di rumah Dewa?"Mala menggelayut manja di lengan Dewa. "Sayang. Kamu udah ngantuk?" tanya Dewa sembari mengusap sulur anak rambut gadisnya."Iya. Kamu masih lama nggak?" balas Mala tanpa mempedulikan Kristal."Kris, kamu mau apa?" tanya Dewa."Kamu tinggal berdua dengan dia?" ucap Kristal, dia terlihat sangat kaget."Kalau iya, kenapa?" sahut Dewa. Mala hanya menatap sinis pada Kristal."Mbak. Tadi kenapa sih cium-cium p