Beberapa hari kemudian, aku kembali ke sekolah karena dua hari lalu aku izin sakit karena datang bulan. Sekolahku mentoleransi hal ini khusus siswi dan guru perempuan.
Sekarang aku dan Nana tengah berjalan kaki menuju sekolahanku. Kami berjalan beriringan, sesekali aku menatap langit yang masih cerah dan matahari yang masih malu-malu untuk keluar dari sarangnya.
"Kamu ikut Pak Kevin ke rumahnya?" tanya Nana membuatku kaget.
"Gak mungkin lah," jawabku tak terima. Aku masih ingin tinggal bersama orang tuaku. Aku takkan bosan akan hal itu.
"Kata Ibuku, istri harus ikut suaminya. Makanya aku takut, nanti aku gak punya teman pulang dan pergi sekolah," ujar Nana sedih.
"Aku gak bakal ninggalin sahabat aku sendiri," ucapku seraya menggenggam tangannya meyakinkan.
Nana membalas genggamanku, kami sama-sama membalas senyuman untuk saling menguatkan. Tak ada yang bisa memisahkan diantara kami berdua. Bagiku, Nana adalah perempuan, seorang
"Ada uang jajan?" tanya Pak Kevin padaku.Aku menjawab dengan menggelengkan kepala.Pak Kevin merongih saku celaananya mengeluarkan dompetnya di saku-saku celana dan memberikan selembar uang merah padaku.Aku membulatkan mata melihat uang yang diberikannya.'Ayah sama Bunda aja gak pernah ngasih aku uang sebesar ini,' batinku."Ambil," ujar Pak Kevin padaku.Aku meraih uang dari genggamannya."Makasih, Pak," ucapku lalu berjalan keluar rumah untuk mengambil sepatu sekolahku di rak lalu duduk di kursi depan teras rumah untuk memakai sepatu.Setelah selesai, aku berjalan menuju rumah Nana.***"Na," panggilku ketika melihat Nana sedang menungguku depan pagarnya."Kok gak samperin aku, sih?" tanyaku padanya."Gak mungkin aku ganggu romantisan kalian," jawab Nana seraya menggandeng tanganku. Sementara aku mencebikkan bibirku mengejeknya. Ada-ada saja Nana. Sejak kapan aku tebar romantis pada Pak Kevin?
"Pagi juga Bunda," jawabku lesu."Ifa berangkat dulu," ujarku seraya mengambil roti 3 lembar yang sudah dilapisi selai coklat kesukaanku itu dan menyalami tangan bunda dan ayah.Aku melangkahkan kaki menuju rumah Nana setelah selesai memasang sepatu."Na," panggilku di depan pagar rumahnya."Sebentar."Sama-samar kudengar teriakannya dari dalam rumahnya dan pintu rumahnya terbuka.Nana berlari menghampiriku lalu membuka pagar dan menggandeng tanganku menuju sekolah."Diam aja," ucap Nana padaku."Gak apa-apa," ujarku singkat."Lagi ada masalah sama Pak Kevin?" tanya Nana seraya melirikku."Ada nomer baru masuk ke ponselku lalu aku letak ponsel itu di meja belajar untuk makan malam dan masuk ke kamar rupanya Pak Kevin udah tahu," tukasku pada Nana."Wah, bagus dong. Berarti kamu punya teman," ujar Nana.Pletak!Aku menjitak kepalanya dengan keras. Gemas sekali dengan perkataan Nana barusan yang
Aku melangkahkan kakiku menuju rumah. Dengan perlahan hingga sampai di teras rumah, aku membuka sepatu dan menyimpannya di rak sepatu."Assalamualaikum," ucapku berjalan masuk ke dalam rumah.Hening. Tak ada sahutan dari dalam.Aku berjalan masuk ke rumah untuk mengambil sapu yang berada di dapur.Setelah sapu kupengang, aku berjalan menuju kamar bunda dan ayah.Ceklek!Aku membuka pintu kamarnya, tapi tak ada orang."Bi," panggilku seraya menutup pintu kamar ayah dan bunda.Aku melangkahkan kaki menuju kamarku.Ceklek!Aku membuka pintu kamarku dan melihat seorang laki-laki yang sedang berdiri di depan jendela memakai jaket hitam dan topi hitam.Aku berjalan pelan menghampirinya."Maling!" teriakku memukul laki-laki itu sambil memejamkan mata."Hei!" pekiknya menahan sapu yang kugunakan untuk memukulnya.Aku membuka mata perlahan dan melihat itu adalah Pak Kevin."Bapak kenapa p
"Ayo, Fa," ajak Pak Kevin sedikit memaksa. Aku mengerlingkan mata mendengar ajakannya. Aku menyambar tas kecilku lalu berpamitan pada bunda."Bunda, Ifa pergi dulu ya," ucapku mencium lagi tangan Bunda dan Ayah.Aku berjalan mendekati mobil yang Pak Kevin bukakan pintu mobil untukku lalu aku masuk ke dalam mobil dan Pak Kevin menutup pintu mobil.Pak Kevin berjalan masuk ke dalam mobil yang sudah di hidupkannya dari tadi."Kami duluan Bunda, Ayah," pamit Pak Kevin sambil masuk ke dalam mobil."Hati-hati," ujar bunda melambaikan tangannya dan aku membalas lambaian tangan Bunda.Mobil Pak Kevin berjalan meninggalkan rumahku seiring air mataku kembali menetes dan dengan cepat kuhapus agar Pak Kevin tak melihat diriku yang menangis.'Jangan sampai Pak Kevin liat,' batinku seraya menghapus air mata yang ada di pipiku. Aku tidak mau jika nanti aku akan diejek olehnya karena cengeng. Nanti malah teman-temanku yang menghinaku di s
Pemilik toko emas itu mengukur jari manisku dengan menggunakan alat yang aku tak tahu sama sekali."Ukuran jari manisnya 18, saya cari dulu cincinnya," ujar pemilik toko meninggalkan kami berdua."Pak, kita pulang yuk," ucapku sambil menarik ujung baju Pak Kevin."Saya belum kasih kamu cincin, Assyifa," tukas Pak Kevin menatapku. Aku memilih diam, melepaskan genggamanku pada ujung bajunya sambil mengerucutkan bibirku kesal.Tak berselang lama, pemilik toko datang membawa 1 papan yang berisi cincin."Silahkan dipilih," ucap pemilik pada kami."Ambil yang paling cantik menurutmu," tukas Pak Kevin padaku.Aku melihat papan yang berisi cincin-cincin yang sangat cantik. Tapi, aku tak bisa memilih karena semuanya sangat cantik. Aku pun merasa bingung."Saya gak bisa memilihnya, Pak. Ini semua cantik," ujarku sambil melihat cincin itu."Kalau menurut saya yang ini," tunjuk Pak Kevin mengeluarkan 10 cincin dari papan.
"Kamu jagain dia ya, rumah ini sedang kemalingan," ujar Pak Kevin pada Annisa. Aku masih memegang tangab kekarnya agar ia tak pergi dariku. Aku takut jika nanti akan terjadi apa-apa pada diri Pak Kevin. Aku tak ingin dia terluka."Masuk ke dalam," sambung Pak Kevin sambil mendorong tubuhku pelan."Saya mau nolongin Bapak aja," ujarku seraya memegang pintu untuk menahan tubuhku."Cepat lah," sarkas Pak Kevin mendorong tubuhku masuk ke dalam kamar Annisa dengan kuat.Pak Kevin menutup pintu kamar Annisa. Aku hanya bisa menatap nanar pintu kamar Annisa yang telah tak ada lagi kulihat Pak Kevin.Ting!Pak Kevin menguncinya dengan remote controlnya lagi. Aku mengembuskan napas gusar, takut jika nanti akan terjadi apa-apa dengan dirinya."Kita gak bisa keluar dari kamar ini," ucap Annisa lalu menarik tanganku untuk duduk di ranjangnya."Pak Kevin punya musuh atau gimana, sih?" tanyaku dengan air mata yang tetap turun ke pipi.&n
"Aku hanya melakukan tugas dari Pak Kevin," ucap Annisa padaku.Aku tersenyum ke arahnya walau separuh nyawaku masih tersimpan di bantal. Ya, aku baru saja bangun tidur dan mataku masih terada sangat lengket. Rasanya aku ingin tidur kembali."Pak Kevin mana?" tanyaku pada Annisa."Sedang lari pagi," jawab Annisa.Aku hanya ber oh ria lalu beranjak dari ranjang berjalan menuju kamar mandi."Assyifa," panggil Annisa menghentikan langkahku."Baju-bajumu sudah kumasukkan ke dalam lemari," ujar Annisa seraya melangkahkan kaki ke luar kamar. Semetara aku terdiam di tempatku.'Besok 'kan aku mau pulang,' gumamku masuk ke kamar mandi.***Setelah selesai mandi, aku tak menemukan keberadaan Pak Kevin di kamarnya.'Apa masih di luar?' batinku sambil membuka lemari dan mengambil baju kaos polos warna putih bergaris hitam di padukan dengan celana kulot warna coklat berbahan tebal.Setelah selesai, aku berjalan ke dapur
"Kamu tetap di mobil saja ya," ujar Pak Kevin padaku."Iya," ucapku lalu Pak Kevin memberikan kunci mobilnya dan keluar dari mobil menuju toilet untuk mengambil wudu.Sedangkan aku berada di dalam mobil lalu mengunci semua pintu depan dan belakang. Lalu kembali duduk seperti semulaKruk!"Aduh, pake acara lapar lagi," keluhku karena baru terasa perut sudah keroncongan. Aku mengelus perutku yang berbunyi akibat keroncongan dan belum terisi."Tunggu Pak Kevin selesai sholat aja, deh," ujarku seraya mengeluarkan ponsel di dalam koper untuk menghilangkan rasa suntuk. Aku mulai berselancar di aplikasi facebook untuk menghilangkan rasa boringku.Sekitar sepuluh menit kemudian, barulah Pak Kevin keluar dari mesjid berjalan menuju mobil."Maaf ya, lama," ujar Pak Kevin setelah ia masuk ke dalam mobil."Pak, kita ke indomaret dulu ya. Perut aku sakit," keluhku.Pak Kevin langsung mengeluarkan mobilnya