Share

Kevin Marah

Ketika komputer menyala, aku segera me-refresh lalu berselancar ke aplikasi UC Browser untuk mencari materi tentang proposal yang dipegang oleh Bu Nurhalimah.

Aku meng-copy tulisan tersebut lalu memindahkan ke microsoft word.

"Di jadiin P*F gimana?" Aku menggaruk kepala tak gatal.

"Kak!" teriakku karena dia tidak menjawab pertanyaan dariku yang membuatku sedikit emosi.

"Sudah?" tanya Kak Kevin yang terdengar sampai ke dalam ruangan.

"Caranya menjadikan file P*F gimana, sih?" tanyaku bingung.

Aku beranjak dari kursi untuk menghampiri Kak Kevin.

"Sudah selesai?" tanya Kak Kevin menatapku sekilas lalu fokus pada laptopnya.

Aku hanya diam sambil berjalan menuju nakas di samping ranjang untuk mengambil ponselku lalu kembali ke ruang kerjanya.

"D******d aja aplikasinya," ujarku seraya menjatuhkan kembali tubuhku di kursi empuk.

Aku menyambungkan nomor WhatsAppku ke komputer agar filenya mudah di kirim tanpa menyambungkan kabel USB ke CPU.

"Oke," ucapku seraya meng-install apk P*F di ponselku dan mengonversikan dari word menjadi P*F.

"Lama banget, sih?" gerutuku.

Aku mematikan komputer sekaligus CPU lalu berjalan keluar dari ruangan ini karena file itu sudah terconvert ke file yang kuinginkan. 

"Sudah di kirim ke Bu Nurhalimah?" tanya Kak Kevin menatapku yang berjalan sambil menatap ponsel.

"Lama banget ngonversinya?" gerutuku duduk di tepi ranjang.

"Ah, sudah. Aku langsung kirim filenya," sambungku yang langsung mengirim file P*F ke W******p Bu Nurhalimah.

[Bu, ini tugas Assyifa.]

Ting!

[Oke, Assyifa,] balas Bu Nurhalimah. Aku langsung menghirup udara segar.

"Kak, boleh nanya sesuatu?" tanyaku seraya menghadap ke arah Kak Kevin yang sibuk dengan ponselnya.

"Apa?" tanya Kak Kevin balik sambil meletakkan ponselnya di nakas.

"Kakak berapa gaji ART?" tanyaku langsung pada to the point.

"4 juta," jawabnya singkat.

'Lumayan juga,' batinku sembari menganggukkan kepala pelan.

"Kenapa? Uang yang Kakak beri kurang?" tanya Kak Kevin membuatku terkejut.

"Tidak. Hanya ingin tahu saja," ucapku sambil cengengesan sambio menggaruk kepalaku yang tidak gatal. 

"Tidurlah, ini sudah pukul 10," titah Kak Kevin padaku.

Aku merangkak ke ranjang lalu menyelimuti tubuhku sampai kepala.

Tap!

Lampu dimatikan Kak Kevin. Yang tersisa hanya lampu tidur di sampingnya.

Aku membuka selimut sampai batas pinggang lalu menoleh ke arahnya yang sedang mengambil posisi menghadap ke arahku.

"Kak, kenapa Bu Adelia yang di ganti sebagai guru kimia?" tanyaku padanya.

"Dia itu guru honor bawahan Kakak dan lagi pun itu juga bidangnya," jawabnya.

"Kita ke mana?" tanyaku di tengah perjalanan kami.

"Ramayana yuk," tawar Nana melihatku di kaca spionnya. Aku menganggukkan kepala menyetujui.

***

Sampai di Ramayana, kami membeli tiket parkir lalu meletakkan motor di parkiran khusus roda dua.

"Akhirnya kita sampai," ucap Nana mematikan mesin motornya. Aku dan Nana melepas helm yang membungkus kepala kami.

"Ayo, kita masuk," ajak Nana menarik tanganku masuk ke dalam toko besar ini.

'Untung bawa kartu kredit,' batinku bernapas lega.

Aku dan Nana masuk ke dalam  Ramayana.

"Kita ke mana dulu?" tanya Nana padaku.

"Beli roti dulu yuk," usulku dan Nana menyetujuinya.

Selesai membeli roti, aku dan Nana menuju lantai dua. Sepertinya dia mau beli skincare.

Benar saja, saat aku mau melewati tempat khusus make up, Nana langsung menarik tanganku mendekati perawatan kulit.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya pegawai cantik pada kami dengan ramah.

"Mau liat-liat dulu, Kak," ucap Nana padanya.

"Udah habis aja?" tanyaku pada Nana.

"Tinggal sedikit. Soalnya aku mau cari serum yang green tea," jawabnya sambil cengengesan. 

Nana memang tipikal wanita yang suka sama skincare. Kalau dia membeli banyak, pasti dia memberiku. Tapi, pemberiannya jarang kupakai.

"Eh, ada sheet mask lucu," ujarku berjalan mendekati rak khusus sheet mask.

"Kamu beli?" tanya Nana padaku. Aku menganggukkan kepala lalu memilih varian green tea, chocolate, coffee, milky dan alvocado.

"Na, aku bayar dulu, ya," ucapku berjalan menuju kasir dan meninggalkannya yang tengah sibuk melihat serum wajah.

Selesai membayar sheet mask, aku kembali menghampiri Nana.

"Sudah?" tanyaku padanya.

"Bagusan green tea atau yang glowing, Fa?" tanya Nana balik.

"Green tea aja," jawabku.

Nana segera berjalan menuju kasir untuk membayarnya. Sedangkan aku menunggunya.

"Ayo," sahut Nana menggandeng tanganku.

"Ke mana lagi?" tanyaku padanya.

"Aku mau beli jilbab kayak kamu," ujar Nana seraya membawaku menuju toko khusus jibab.

Selesai membeli jilbab, kami keluar menuju parkiran.

"Kita pulang?" tanyaku sambil memakai helm.

"Makan dulu yuk, kita gak pernah makan di luar," ucap Nana sambil menaik-naikkan alisnya.

"Huh, ya udah deh," ujarku menaiki motornya.

Nana membawaku menuju restoran. Sekerdar makan siang. Selesai makan, aku dan Nana pulang ke rumah.

"Makasih Na." Aku memberikan helm padanya.

"Aku pulang dulu," pamitnya.

***

Deg!

Aku terkejut melihat mobil Kak Kevin yang sudah di pekarangan rumah.

'Mati aku,' batinku berjalan masuk ke dalam rumah.

"As-assalamualaikum," ucapku dengan sedikit begetar.

"Tuan udah datang," sahut Annisa menghampiriku.

"Ah, iya," ujarku seraya tersenyum kikuk. Aku segera berjalan menuju kamar.

"Dari mana saja? Kakak pulang ke rumah, tapi kamu gak ada. Gak bawa gawai lagi. Kamu pikir, aku pulang malam jadi kamu bisa enak-enak pergi keluar rumah tanpa sepengetahuanku, ha?!" bentak Kak Kevin padaku.

"Maaf."

Hanya itu yang bisa kuucapkan sambil tertunduk. Aku mengaku jika ini salah. Kukira dia bakal pulang sore, ternyata dugaanku salah.

"Ta-tadi aku pergi ke Ramayana sama Nana," ujarku menatap matanya.

"Kenapa kamu gak izin?" tanya Kak Kevin menatapku dengan tatapan killernya.

"Soalnya Nana yang paksa. Jadi, mau tak mau harus pergi," balasku.

"Alasan," geramnya melewatiku.

Perlahan-lahan mataku memanas.

'Jangan menangis Ifa. Lo gak boleh lemah di depannya,' batinku seraya memejam mata.

Tiba-tiba saja Kak Kevin keluar kamar begitu saja.

Aku menghela napas kasar. Kak Kevin pasti marah padaku.

Aku duduk di tepi ranjang sembari memijit pelipisku.

"Fa," panggil Annisa.

Aku menoleh ke arahnya yang sedang berdiri di ambang pintu kamar.

"Kalian bertengkar?" tanya Annisa padaku.

"Aku mau sendiri," sarkasku.

Ceklek!

Annisa menutup pintu kamar.

Brum ... brum ... brum ....

Terdengar suara mobil Kak Kevin berjalan meninggalkan rumah.

"Aku mau pulang," ucapku pelan.

Aku membekap mulutku dengan kedua telapak tangan agar suara tangisku tak keluar. Aku takut jika sudah begini, rasanya aku merindukan rumah bunda dan ingin tidur di sana. 

***

Pukul 18.00 WIB sampai saat ini tak ada tanda-tanda Kak Kevin akan pulang.

Aku mengambil ponsel di meja rias lalu menelpon Kak Kevin. Tetapi, yang menjawab panggilanku ini ternyata adalah operator bukan pemilik nomor ponsel itu.

'Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.' Suara operator itu membuat firasatku tak tenang ke Kak Kevin.

Tok ... tok ... tok ...

Suara pintu di ketok oleh seseorang di luar pintu kamar.

"Non, gak makan malam?" tanya Bibi.

"Tidak Bi," jawabku dari dalam kamar.

Aku masih saja menangis.

"Tuan, Non Assyifa belum makan," ucap Bibi dari luar kamar yang masih dapat kudengar.

Ceklek!

Terdengar suara pintu kamar terbuka. Aku menoleh ke arah pintu dan melihat Kak Kevin yang berdiri di ambang pintu.

"Kak," rengekku berlari ke arahnya dan memeluk tubuh Kak Kevin.

"Maaf," ujarku. Tapi, dia sama sekali tak membalas pelukkanku.

Dia masih marah. Aku hanya bisa memeluk tubuhnya tanpa sama sekali dibalas oleh tubuh kekar ini. Rasanya duniaku runtuh dan menghilang begitu cepat kebahagiaan ini. 

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Zheenius
mau lanjutannya ...
goodnovel comment avatar
Imma Rush
Kapan ada lanjutannya thor?
goodnovel comment avatar
Nurul Habibatul Rosaini
Up berapa hr thor apa lama ya???
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status