Share

Kamu Ikut Saya

PoV Assyifa



"Dari pertama dia masuk kelas, Pak Kevin gak senyum sama sekali tahu, Fa. Walaupun Juwita melempar senyuman manis ke arahnya, gak ada respon apa-apa dari dia dan beberapa detik lalu dia tersenyum liat kamu," ucapan Nana membuatku terkejut.

Tapi, tak kuperlihatkan betapa terkejutnya aku. Tak mungkin ia menyukaiku, aku ini gadis bodoh. Bahkan untuk memikirkan masa depan saja, tidak ada.

Aku mengangkat bahu tanda tak tahu dan menatap kembali ke arah luar.

Baru saja Pak Kevin membacakan nama berikutnya, bunyi bel istirahat berbunyi.

Tepat pada pukul 10.00 WIB, Doni mendapatkan panggilan dari Pak Kevin.

"Ketua kelas," panggilnya pada Doni dan melihat ke arahnya.

"Berapa orang yang tak hadir pagi ini?" tanya Pak Kevin sambil menatap Doni

"Hadir semua, Pak," tegas Doni.

"Terima kasih." Kevin berucap dan dibalas anggukan oleh Doni.

"Sampai di sini pertemuan kita. Semuanya boleh istirahat" ucapnya seraya pergi dan aku melihat dia berjalan keluar.

"Kantin?"

Aku mengalihkan pembicaraannya dan dengan cepat menggandeng tangan kanannya.

*****

"Cepat, nanti kita gak dapat tempat lagi." Nana berucap sambil menarik tanganku dan menyeimbangi langkahnya.

"Di sini aja yuk. Biar adem," ucapku menunjuk tempat duduk kosong membelakangi jendela.

Nana menyetujui.

"Bu Ita, seperti biasa, Bu." Aku berucap sedikit teriak.

Kami langganan di kantin ini, karena menu andalannya adalah bakso. Dan itu juga makanan favoritku dan Nana.

Gak sampai 1 menit, Bu Ita membawa nampan yang diatasnya ada 2 porsi bakso dan 2 gelas es teh manis.

"Terima kasih Bu Ita yang cantik. Bakso ini mengalahkan semua bakso yang ada di dunia." Aku berucap ketika Bu Ita meletakkan bakso di atas meja kami.

"Non Ifa, cuman ada 1 bakso di seluruh dunia, Indonesia punya,"ucap Bu Ita. Nana tertawa mendengarnya.

"Dimakan, ya." Bu Ita berucap dan tersenyum pada kami.

"Nggeh," jawab Nana.

"Cek sound."

Suara microphone berbunyi saat kami hendak mengambil garpu dan sendok. Kami menghentikan pergerakan saat itu dan keadaan kantin menjadi hening seketika.

'Apa lagi ini?'

"Mohon perhatiannya, dipanggil anak kami kelas XI A atas nama Assyifa Azzella Khairani F. Agar segera datang ke meja piket. Terima kasih." Pak Nopri berucap dan microphone mati.

"Wah, aku buat salah apa lagi, Na?" Aku bertanya pada Nana.

Nana menggelengkan kepalanya tanda tak tahu.

"Aish." Aku mengumpat.

"Bu Ita, bakso untuk Ifa dibungkus ya, Bu," ucap Nana dan acungkan jempol lagi oleh sang empu.

"Bye," ucapku pamit.

****

Aku sampai di lapangan dan melihat Pak Nopri ditemani Pak Kevin di sana. Aku berjalan ke arah Pak Nopri dan Pak Kevin berada.

"Pak, tadi Bapak manggil nama saya?" tanyaku ke Pak Nopri tanpa memandang ke arah Pak Kevin.

"Ya. Tapi, sebenarnya Pak Kevin ada perlu sama Ifa." Pak Nopri berujar sambil melihat ke arah Pak Kevin.

Glek.

Hampir saja aku tersendak ludah sendiri. Apa yang Pak Nopri katakan padaku?

"Yasudah, Saya tinggal ya Assyifa, Pak," ucap Pak Nopri tersenyum padaku dan pamit ke Pak Kevin.

Aku melihat punggung Pak Nopri semakin menjauh.

"Kamu ikut saya!" perintahnya lalu berjalan mendahuluiku.

Aku memandang kesal dan mengekorinya.

****

Kami masuk ruang majelis guru.

Dia berhenti didepan pintu berwarna coklat tua. Pak Kevin mengeluarkan kunci yang ada di saku dalam celananya.

Setelah pintu terbuka, ia mempersilahkanku masuk.

Aku masuk ke dalan ruangan tersebut mataku langsung tertuju pada papan bertengger cantik diatas meja yang terbuat dari kayu tertulis 'KEVIN KURNIAWAN SYARIEF S. Pd.'

'Biasanya papan nama itu untuk kepala sekolah dan wakil. Tapi, kok dia punya juga?' Aku bertanya dalam hati.

"Duduk," titahnya. Terdengar bunyi pintu tertutup dan aku segera duduk di kursi yang telah disediakan.

Dia berjalan menuju kursi besar yang ada dihadapanku. Lalu, duduk dihadapanku dan menatapku intens tanpa bersuara.

10 detik

20 detik

"Pak, kalau Bapak diam kayak gini, mending saya keluar." Aku berucap kesal padanya.

"Kenapa kamu gak memperhatikan saya waktu di kelas tadi?" ungkapnya padaku.

"Jadi, Bapak manggil saya cuman nanya hal itu?" ucapku terkejut lalu menampakkan senyum yang mengejek.

"Harus pakai cara apa saya agar kamu mengerti?" sambung Pak Kevin seraya berdiri dan melipat tangan di depan dada.

"Apa yang hukuman yang cocok untuk kamu, Assyifa?" ucapan Pak Kevin membuatku ingin meledak seketika.

'Dia kira gue bakalan takut?'

Aku berdiri dan menatap tajam pemilik mata hitam legam itu.

"Silahkan Bapak mau beri saya hukuman apa saya terima. Saya tunggu. Permisi." Aku berucap karena kesal padanya.

Segera aku meninggalkan Guru Killer itu. Tapi, sedikit lagi sampai ke pintu keluar.

Locked.

Aku membuka pintu itu, tapi terkunci.

'Gak ada kuncinya.'

Aku melihat ke arah Pak Kevin, dan dia melambaikan benda kecil itu.

'Ruangan ini pakai remote control?'

Dia berjalan ke arahku.

"Saya paling benci diacuhkan." Pak Kevin berucap sambil smirk.

"Buka pintunya atau gue teriak." Aku berucap sambil menekan kata 'gue'.

Tapi, Guru Killer ini sama sekali tak mengindahkan perkataanku sama sekali.

"TOLONG!" Aku berteriak tapi, tak ada respon dari luar.

"Percuma kamu teriak. Ruangan ini kedap suara," ucapnya yang berada di belakangku.

Aku segera meraih gang pintu tersebut. Tapi, aneh gang pintunya tidak bisa digerakkan. Sangat keras.

'Sial! Dia mau bermain dengan gue.'

"Buka pintunya," ucapku geram.

"BUKA PINTUNYA!" teriakku tepat di depan wajahnya.

Tapi, dia hanya diam.

'Apa perlu gue beri dia pelajaran?'

Aku segera melayangkan pukulan ke wajahnya, tapi sebelum semuanya terjadi. Ia lebih dulu menangkap pergelangan tanganku yang hampir saja mengenai wajahnya.

Hap.

Dia menangkap tangan kananku dan berjalan maju. Terpaksa aku berjalan mundur untuk menghindar.

'Sial.'

Rupanya hanya beberapa langkah, aku sudah mentok ke dinding.

'Siapa sih yang meletakkan dinding di sini?'

"Nyali Kamu boleh juga. Tapi sayang, keadaan tak berpihak padamu." Dia berucap dengan tatapan tajamnya.

'Aish.'

Hampir pukulan di tangan kiriku mengenai wajah tampannya tapi, dia lebih dulu menangkapnya.

Ingin sekali aku menendang perutnya dan itu tidak mungkin. Karena, aku menggunakan rok panjang dan itu sangat menyulitkan.

"Lepasin gue dari sini," ucapku menatap tajam manik hitamnya dengan wajah datar tanpa ekspresi seolah-olah aku muak dengan tingkahnya.

"Tidak semudah itu, Assyifa." Dia berucap dan tersenyum padaku.

Aku segera memberontak agar tanganku dilepas dari cekalannya. Semakin memberontak, pergelangan tanganku semakin sakit karena Pak Kevin menambah genggamannya di pergelangan tanganku sehingga aku tak bisa terlepas.

Kekuatan seorang pria itu sungguh luar biasa. Aku baru menyadarinya sekarang.

"Sakit," ringisku.

Pak Kevin melepaskannya tanpa menjauhi tubuhnya dariku.

"Akan kupikirkan lagi, hukuman apa yang cocok untukmu."

Dia menampakkan senyumannya yang miring padaku.

'Gue gak terpesona,' batinku menatapnya tajam. 

Lalu ia mengambil remote control dan menekan tombol yang aku tak mengerti.

Ting.

Terdengar suara tersebut dan dapat kupastikan jika pintu tidak terkunci lagi.

Aku mendorong tubuhnya agar menjauh dariku dan keluar dari ruangan tersebut.

'Gue tunggu hukumannya.'

****

Tujuanku sekarang adalah menemui Nana. Tapi, sebelum itu aku segera ke toilet untuk cuci wajahku agar Nana tak curiga dengan wajah kusutku.

****

"Hai, maaf ya, aku lama."

Aku berucap saat melihat Nana yang sedang duduk sendiri di bangkunya dan menggenggam ponselnya.

"Hm," balasnya singkat. Aku tahu dia kesal karena mungkin terlalu lama. Tapi, sebenarnya itu semua gara-gara Guru Killer.

"Eh, Pak Nopri ngapain, sih manggil kamu tadi?" tanya Nana padaku.

Deg.

"Pak Nopri nanya apa di kelas kita ada yang tidak hadir. Iya itu," ucapku pada Nana

"Kamu bohong, ya?" terkanya padaku.

"Terus, kenapa lama?" tanyanya lagi. 

'Gue harus jawab apa? Gak mungkin bilang yang sebenarnya juga, 'kan?' batinku tanpa memperlihatkan wajah atau ekspresiku yang kehilangan akal untuk menjawab pertanyaan dari Nana.

"Tadi kebelet, makanya lama."

Aku berucap dan menatap mata Nana meyakinkan. Dengan cepat, Nana merespon ucapanku dengan menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

"Oh iya, baksonya mana?" tanyaku mengalihkan pembicaraan Nana.

"Aku simpan di dalam tas kamu," ujar Nana padaku.

"Nih, aku tadi ke kantin kamu beliin roti."

Nana memberikanku sebuah roti coklat dan susu coklat yang ada dalam plastik.

"Baik banget sih, makin sayang deh." Aku berucap memeluk Nana dan Nana membalas pelukanku.

"Kamu itu sahabat aku. Masa iya sih, aku biarin lapar gitu aja," ucap Nana setelah melepas dekapanku.

Teng ... teng ... teng ....

"Udah bel."

Aku berucap pada Nana dan dibalas anggukan.

Doni datang bersama Edo sambil membawa buku paket dari perpustakaan diikuti anak-anak yang lain untuk masuk ke dalam kelas.

"Bu Rita gak datang. Dia lagi sakit dan titip tugas. Catat bab 3 sampai bab 4. Nanti buku catatannya dikumpul," ucap Doni pada kami.

"Ashiap," ucap Nana dengan semangat 55.

"What?! Nyatat dari bab 3 sampai bab 4? Yang bener aja," ucap Juwita terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar dari sang ketua kelas.

"Kalau gak mau, ya udah gak usah catat. Nanti Gue lapor lo ke Bu Rita. Gampangkan?" ujar Doni tersenyum dengan manisnya, tapi mengancam.

"Ya udah sih, catat aja," ucapku kesal pada Juwita.

Juwita tak membalas ucapanku.

Aku mengeluarkan buku tulis dan pena untuk mencatat tugas dari Bu Rita.

3 menit kemudian.

"Aaa!"

Teriakan Juwita membuat semua orang terkejut. Termasuk aku, hingga aku harus berhenti menulis untuk menormalkan degup jantungku. Wajar, karena aku orangnya pengejut jadi, ya seperti itulah. Untung saja aku tidak mati berdiri.

"Lo kenapa teriak, sih? Gue tahu banyak jumlahnya tapi, gak kayak gitu juga kali." Doni berucap santai tanpa menoleh ke arah Juwita.

"B-bukan. Ini Gue tadi nyari IG Pak Kevin," ucap Juwita.

"Omo! Dapat?" tanya Nana yang mulai kumat.

"Iya. Sini deh liat," ajak Juwita.

Baru saja aku melihat ke arah Nana tapi, sang empu sudah tak ada di tempat dia duduk. Nana pindah ke tempat Juwita berada, tepat di sampingku.

"Ampun! Ganteng banget!" ucap Nana girang. Aku yang melihat tingkah teman perempuan di kelasku hanya bisa diam dan memutar bola mata dengan malas.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Lin shi
curiga lihat Kevin, jgn2 kenal dengan Assyifa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status