Nara memejamkan matanya untuk mengumpulkan kesabarannya, karena memang butuh kesabaran yang ekstra untuk meladeni tingkah Zico. Dengan cepat Nara pun memegang tangan Zico dan menaruhnya di hadapannya.Zico terkejut, matanya terbelalak saat mendapat perlakuan berani dari Nara. “Kau! Aku bilang tidak mau!” Bentaknya.Dia mencoba untuk melepaskan tangannya dari pegangan Nara. Namun rupanya Nara memegangnya dengan sangat kuat, sehingga tidak mudah bagi Zico untuk melepaskannya. Zico menatap tajam Nara, tapi Nara justru lebih mengencangkan pegangan tangannya pada tangan Zico."Bukankah aku sudah bilang, untuk saat ini aku tidak bisa mengikuti perintahmu, jadi percuma saja kau memberontak atau mengusirku berkali-kali. Karena aku tidak akan mendengarkannya,” ucap Nara, yang membuat Zico semakin kesal.“Kau akan mendapatkan hukuman,” ujar Zico.“Baiklah, hukum aku. Tapi sebelum itu, biarkan aku mengobati lukamu dulu,” jawab Nara.Zico terdiam, sepertinya dia tidak bisa menjawab apa pun
Zico hanya terdiam, dia hanya memandang Nara yang sedang sibuk mendinginkan supnya dengan tatapan yang benar-benar. Bahkan tanpa di sadarinya, ujung bibirnya tampak terangkat sedikit saat melihat tingkah Nara yang terlihat lucu.Nara mendinginkan sup itu dan menyuapi Zico dengan telaten, dia terus melakukannya sampai sup di mangkuk itu habis tak bersisa.“Selamat pagi Tuan, Nona, “ sapa Jo yang datang tepat waktu. Karena Zico memang baru saja selesai memakan sarapannya.“Kau datang tepat waktu Jo, ayo!” ajaknya. Zico beranjak dari duduknya dan pergi dari meja makan, diikuti oleh Jo yang selalu mengekor di belakangnya.Nara terlihat lega, karena iblis itu akhirnya pergi. Sehingga dia bisa memakan sarapannya tanpa gangguan dari Zico lagi. “Hmm aku sudah sangat lapar, iblis itu benar-benar terus menyiksaku tiada henti. Apakah dia tidak memiliki belas kasih sama sekali, padahal kan aku bari saja menolongnya,” kesalnya.***Jo membukakan pintu mobil bagian belakang untuk Zico, saat Z
Nara terkejut luar biasa saat mendengar jawaban yang di berikan oleh kedua pelayannya. 'Jadi ibu Zico masih hidup? Lalu di mana dia? Kenapa tidak tinggal di sini, kenapa di sini tidak ada yang pernah menyinggungnya sama sekali, kenapa semuanya seperti menutupi keberadaan dari ibu Zico. Rahasia besar apa yang ada di rumah ini sebenarnya? Aku harus mencari tahu semua ini.’ Pikirnya.“Jadi ....”“Mohon maaf Nona, kami hanya bisa memberitahukan Anda sebatas itu saja. Tolong jangan tanyakan lebih lagi mengenai nyonya besar,” ujar Melly yang memotong ucapan Nara.Sontak Nara pun langsung merapatkan bibirnya. Walau bagaimanapun dia harus menghormati kedua pelayannya ini. Mereka memang bekerja untuknya, tapi tetap bagi mereka tuannya itu adalah Zico. Dan hanya perintah dari Zicolah yang akan mereka turuti.“Baiklah, aku tidak akan bertanya apa pun lagi,” jawabnya. ‘Lebih tepatnya, aku harus mencari tahu jawaban dari pertanyaanku itu sendiri,' batinnya.Nara lalu berdiri, dia hendak mela
Nara mencoba untuk terus membuka kunci pintu ruangan itu menggunakan jepit rambutnya, dia juga terus waspada dengan selalu melihat ke sekelilingnya, untuk memastikan bahwa benar tidak ada siapa pun yang melihatnya.Tek! Ceklek, akhirnya Nara berhasil membuka pintu itu. Terlihat senyum mengembang di bibirnya, tidak ingin membuang waktu lagi, Nara pun langsung masuk ke dalam dan menutup pintu itu kembali dengan sangat pelan.Gelap! Ya, itulah kesan pertama saat Nara masuk ke dalam ruangan itu. Sepertinya ruangan ini tidak pernah di masuki siapa pun, Nara menyusuri dinding ruangan itu untuk mencari tombol lampu. Dan syukurlah, tidak butuh membuang banyak waktu, tangannya berhasil menemukan tombol lampu yang di carinya.Saat tombol lampu itu di tekan. Lampu pun menyala dan terlihatlah isi dari ruangan itu, walaupun seperti tidak pernah di masuki oleh siapa pun. Tapi ruangan ini terlihat begitu rapi, sepertinya pelayan-pelayan di sini selalu membersihkannya dengan teratur.Pandangan ma
Tangan pak San sudah memegang gagang pintu ruangan itu. Dia mulai mengayunkannya dengan perlahan. Saat ini tubuh Nara sudah gemetaran dengan hebatnya, dia memejamkan matanya. Meminta agar pak San tidak membuka pintu ruangan ini.Saat pintu itu hampir terayun dengan sempurna, tiba-tiba terdengar suara seorang wanita yang memanggil pak San.“Pak San!” Wanita itu tampak berlari menghampiri pak San dengan ekspresi wajah khawatir.Sontak, pak San pun langsung melepaskan tangannya dari gagang pintu itu dan menolehkan wajahnya pada gadis yang merupakan Melly, pelayan pribadi Nara.“Ada apa? Kenapa kau terlihat khawatir?” tanya pak San.Melly terlihat sangat gemetaran. Ya, waktu istirahat yang diberikan oleh Nara sudah dirinya dan Lala habiskan, namun saat mereka kembali dan melihat keberadaan Nara di kamarnya. Ternyata kamarnya sudah kosong dan tidak ada Nara di dalamnya. “I-itu pak San, no-nona tidak ada di kamarnya,” ujarnya.“Apa? Apa kau mau mati? Tuan sudah memberikan tugas ini kh
Nara terkejut, saat mendengar bisikan seseorang dari belakangnya. Dengan ragu dia pun membalikkan tubuhnya secara perlahan. Matanya terbelalak, saat melihat siapa orang yang ada di depannya. “Tu-tuan Zico,” gumamnya.Zico berdiri di hadapan Nara, dia menempelkan tangan kirinya pada rak buku yang ada di depannya, tepatnya di sebelah kanan wajah Nara, sedangkan tangan kanannya dia gunakan untuk memegang buku yang baru saja dia ambil. “Ini buku yang kau inginkan?” tanyanya sembari menunjukkan smirknya.Zico lalu membalik-balikan buku yang dipegangnya untuk melihat-lihat buku tersebut, dia juga melihat sekilas judul buku yang tertera pada sampul buku itu. “Jadi kau suka buku yang seperti ini?” tanyanya lagi.Zico terlihat meremehkan buku yang ada di tangannya, yang ternyata adalah sebuah novel romantis.Nara terdiam, saat ini kepalanya sedang berpikir. Bagaimana Zico bisa ada di sini, bukankah harusnya dia ada di kantor? Memangnya ini pukul berapa, sampai dia sudah pulang.“Kau tahu,
Glek, lagi-lagi Nara menelan salivanya. Dia kembali teringat dengan Sari yang harus menerima pil pahit karena ulahnya.“Maaf,” ujar Nara seraya menundukkan kepalanya.Zico terdiam, mendengar Nara mengucapkan kata maaf padanya sembari menundukkan wajahnya, membuat Zico tidak melanjutkan kembali kemarahannya pada Nara. “Kau bilang apa?”tanyanya lagi.“Maaf, aku sungguh tidak bermaksud melarikan diri. Bukankah aku sudah beritahu alasannya tadi padamu,” jelasnya.Zico menatap Nara yang masih tertunduk itu dengan lekat. Akhir-akhir ini Nara tidak pernah berani melawannya lagi dan selalu menuruti apa yang dirinya perintahkan, jadi sepertinya alasan yang dia berikan itu memanglah benar. Entah kenapa Zico merasa percaya bahwa Nara tidak berbohong padanya.Tidak mendengar Zico mengatakan apa pun lagi. Nara pun memberanikan diri untuk mengangkat kembali wajahnya. Dia melihat Zico yang saat ini tengah menatapnya lekat. “Ka-kau masih marah padaku? Aku sungguh tidak berbohong,” ucapnya.Ke
Nara keluar dari kamar mandi, dia lalu masuk ke dalam ruang ganti untuk menyiapkan pakaian Zico. Saat mengambil pakaian yang akan Zico pakai. Pikiran Nara melayang jauh pada bingkai foto yang tadi siang dia lihat.“Alex? Apakah benar, anak laki-laki di foto itu adalah Zico? Tapi dilihat dari wajahnya, sepertinya anak itu memang Zico. Wajah yang tampan, dengan lekuk wajah sempurna. Hanya saja, dibandingkan anak kecil itu. Wajah Zico yang sekarang terlihat lebih tegas dan juga manly. Mungkin, karena sekarang dia sudah dewasa,” gumamnya.“Siapa yang manly dan sudah dewasa?” tanya Zico yang tiba-tiba sudah berada di samping Nara.Nara pun terkejut, pundaknya bahkan sampai bergerak saking terkejutnya. Dia melihat ke sisi kirinya yang sudah ada Zico di sana dan tengah menatapnya dengan penuh tanda tanya.“Itu ... anu. Adiknya Kiara, dia sudah mulai masuk usia dewasa sehingga wajahnya menjadi lebih manly,” jawab Nara.Zico menyipitkan matanya. Dari tatapannya, dia sepertinya mencurigai