แชร์

Chapter 4

ผู้เขียน: RoseannaG
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-06-04 20:13:28

Keesokkan paginya

Waktu menunjukkan pukul lima pagi. Tadinya Diana sudah memasang alarm, setelah shalat, ia langsung tertidur lagi, sudah lama ia tidak bergelut manja di ranjangnya. Meskipun ranjangnya saat ini berukuran  queen size ia tetap nyaman.

"Tok...tok...tok..."

Samar-samar terdengar suara ketukan pintu, sangat pelan, karena merasa risih akhirnya Diana pun terbangun.

"Nyonya sudah bangun ?"

"Sudah," balas Diana dengan suara seraknya.

"Boleh kami masuk untuk menyiapkan air hangat ?"

"Boleh, pintunya juga tidak dikunci," balas Diana sekenanya. Setelah mengucapkan itu Diana berjalan menuju jendela. Dengan perlahan Diana membuka jendela itu. Udara segar menerpa kulit putihnya. Ia pun berbalik, matanya menatap sekeliling kamar. Darren begitu tega, lelaki itu menempatkannya di kamar tamu. Berbeda dengan kamarnya yang berada di rumah ayah, kamar itu begitu luas, kadang ia malas membereskannya.

"Nyonya airnya sudah siap," ucap pelayan sambil menunduk.

"Baik, terima kasih," balasnya sambil tersenyum. Setelah mengucapkan itu Diana berjalan menuju toilet.

Sementara dua pelayan itu langsung menghela nafas. "Aku pikir nyonya itu orangnya judes, ternyata dia murah senyum."

"Iya, aku kira nyonya orangnya galak," balas yang satunya.

"Eh jangan keras-keras nanti kedengaran, bisa abis kita."

Sementara di dalam sana Diana masih berdiri di depan pintu. Ia mendengar semua percakapan pelayannya.

Setelah beberapa menit, akhirnya Diana selesai. Gadis itu masih mengenakan bath robe, sebelumnya ia sudah mengeringkan rambut. Ia berjalan menuju lemari pakaian. Saat ia membuka lemari tersebut, mulutnya langsung menganga, tidak ada satu pun baju miliknya. Ia ingat semalam ia betul-betul memasukkan barang bawaannya ke dalam lemari.

"Bi..."

Mendengar nyonya rumah memanggilnya, mereka langsung berlari menghampiri.

"Iya Nyonya."

"Kalian  simpan di mana pakaianku ?" tanya Diana, matanya menatap intens kepada para pelayan.

"Tuan menyuruh kami untuk membakarnya Nyonya," ucap salah satu dari mereka, terselip nada bersalah di setiap ucapannya.

"Darren!" teriak Diana sambil mengacak-acak rambutnya. Hampir saja air matanya keluar. Baru saja sehari bersama lelaki itu, Darren langsung berbuat seenaknya. Setidaknya diskusikan terlebih dahulu, baju-baju itu merupakan baju kesayangannya.

"Kenapa kalian nggak bilang dulu ? Kalian mengambilnya tanpa sepengetahuanku. Apa kalian seorang pencuri ?" tanya Diana, matanya masih menatap intens kedua pelayan itu.

Sementara mereka masih menunduk. "Maaf Nyonya, semua itu perintah tuan, kami tidak bisa menolaknya," ucap salah satu dari mereka.

"Aku juga majikan kalian, setidaknya bicarakan itu terlebih dahulu padaku!" ucapnya dengan sedikit keras. Ia kecewa.

"Tapi aku yang membayar mereka!" ucap seseorang sambil bersandar di depan pintu. Setelah mengucapkan itu, Darren menatap Diana dari bawah sampai ke atas.

Diana yang ditatap seperti itu langsung menyilangkan kedua tangannya di dada. "Dasar mesum!"

"Mana mungkin aku menatap mesum dada rata itu! Cih percaya diri sekali!" sangkal Darren.

"Rata ? Bahkan kau belum pernah merasakannya! Jangan sok tahu!" ucap Diana sambil berjalan keluar kamar, sementara kedua pelayan itu mengikuti Diana dengan pipi yang sudah memerah.

Saat tiba di samping Darren, Diana menatap lekat lelaki itu.

"Apa ? Kau pikir aku takut ditatap seperti itu ?" balas Darren.

Sedetik kemudian Diana langsung menginjak kaki lelaki sombong di sampingnya itu.

"Akh..." ringis Darren.

Sedangkan Diana, gadis itu hanya melengos.

"Akh... Dasar gadis kasar!" gumam Darren.

***

Karena tak ada waktu lagi, akhirnya Diana memakai baju yang telah disiapkan Darren. Awalnya ia merasa kurang nyaman, karena roknya terlalu menjuntai, persis seperti pakaian sepupunya, ia tidak ingin mengikuti style Alya, malas sekali. Ia bersedia memakai kerudung asal Darren tidak ikut campur mengenai selera fashionnya. Untung Diana menemukan potongan rok panjang dan baju, ia pikir itu cukup untuk menutupi lekuk tubuhnya. Tak lupa ia memakai penutup kepala, ia dibantu para pelayang untuk memasangkannya. Meskipun belum terlalu rapi, tapi rambutnya sudah tidak terlihat.

"Nyonya boleh Tika foto dulu?" tanya salah satu pelayan, ia berbicara begitu sopan takut Diana marah-marah lagi.

"Sebenarnya saya jarang ambil foto, selfie juga..." ucap Diana.

"Emhh ini perin..." Melihat tatapan nyonya besarnya, Tika menjadi tergagap.

"Tapi karena ini titah dari sang Raja kegelapan, apa boleh buat ? Mau berapa foto ?" tanya Diana. Ia pun segera membenahi roknya yang sedikit kusut. Saat ia akan berpose imut, Darren melewati mereka, Diana langsung gelagapan. Alhasil hanya satu foto yang didapat.

***

"Wih bu boss kita hijrah," puji salah satu pegawai. Bukannya lancang, mereka sudah dekat dengan Diana. Maka tak heran mereka berani berbicara seperti itu.

"Gimana ? Cocok nggak aku pake kerudung ini ?" tanya Diana sambil melenggang-lenggok sambil bergaya seperti Miss muslimah.

"Cocok Bu Boss, makin cantik," ucap salam satu chef wanita yang bername-tag Nadia.

"Ah bisa aja kalian, nanti aku tambah upahnya ya," ucap perempuan itu sambil terkekeh, kemudian ia berjalan menuju ruang kerjanya.

***

Hari ini restoran cukup ramai karena sedang weekend. Matanya menatap sekeliling, rata-tata yang datang itu satu keluarga, ada juga sepasang kekasih. Pikirannya menerawang, kini ia sudah menjadi seorang istri, dirinya benar-benar tak menyangka. Sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba ponselnya berbunyi.

"Drt...drt..."

Segera ia mengangkat panggilan tersebut.

""Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

"Ke kantor, aku mau makan siang."

"Emang di sana tidak ada kantin ?"

"Ada, tapi aku ingin kamu yang mengantarkan makanan."

"Yasudah, tunggu aku dua puluh menit." 

"Jangan terlalu lama, aku bisa mati kelaparan!"

"Darren, kamu pikir kantormu dekat ?"

"Yasudah cepat, awas saja kalau lebih dari dua puluh menit!"

"Aku tidak janji kurang dari dua puluh menit ya."

Diana benar-benar jengkel, saat ini ia sedang sibuk-sibuknya, tetapi Darren malah menyuruhnya untuk datang ke kantor. Ia juga tidak bisa menolak karena Darren adalah suaminya. Sudah sepantasnya seorang istri menyiapkan kebutuhan suaminya. Ia pun berjalan menuju dapur, ia sendiri yang akan memasak untuk Darren.

"Biar sama saya aja, Bu Boss apar ya ?" tanya lelaki yang mengenakan baju serba putih, Rey.

"Tidak usah Rey,  aku memasak untuk suamiku."

"Wiih so sweet banget ya kalian." 

Mendengar hal itu Diana hanya terdiam. So sweet banget sampe istrinya mau dibotakin kalau nggak pakai kerudung. Tindakan Darren ada benarnya juga, lelaki itu tidak ingin aurat istrinya dilihat orang-orang.

Akhirnya makanan selesai. Buru-buru Diana keluar menuju parkiran. Ia sendiri yang harus mengantarkannya, Darren sudah mewanti-wanti hal itu sejak tadi.

***

Diana tiba di kantor lelaki itu, saat tiba di meja resepsionis, ia langsung disambut dengan ramah.

"Nyonya, sudah ditunggu tuan di ruangannya," ucap salah satu dari mereka. Diana menatap bingung, pasalnya ini untuk pertama kalinya ia mendatangi kantor Darren. Gedung ini begitu tinggi dan luas.

"Aku tidak tahu di mana ruangannya."

"Baik kalau begitu Nyonya, mari saya antar."

Diana hanya mengangguk, lalu mengikuti langkah wanita di depannya. Saat tiba di depan ruangan Darren,, resepsionis itu langsung berpamitan pergi.

"Tok...tok...Tok...."

"Masuk."

"Ini makanannya, aku pergi lagi," balas Diana sambil meletakkan tas itu di atas meja.

"Siapa yang mengizinkanmu pergi ?"  ucap Darren sambil menatap Diana.

"Darren, aku masih ada pekerjaan." Diana tidak berbohong. Hari ini ia benar-benar sibuk, bahkan beberapa karyawan kewalahan hingga membuat dirinya harus turun tangan ikut melayani pengunjung.

"Duduk, dan temani aku makan."

Dengan perasaan dongkol Diana mendudukkan dirinya di sofa hitam. Kini lelaki itu mulai menyantap makanannya. Saat makan, Darren sama sekali tidak mengeluarkan suaranya. Sedangkan Diana, dirinya sudah terlelap, tentu saja, harusnya ia cuti dulu karena kemarin ia baru saja menikah, badannya benar-benar lelah.

Setelah membereskan kotak makan, lelaki itu menghampiri Diana. Tangannya terulur untuk membetulkan kerudung istrinya, sejak Darren makan, lelaki itu sudah tahu kalau poni istrinya terlihat menyembul keluar, mati-matian ia menahan tawa, istrinya seperti kartun Masha yang sering ditonton keponakannya, Adel. Anak dari sepupunya Maya.

Tak lama kemudian Diana tersadar, saat ini tangan Darren masih menyentuh kepalanya.

"Kamu mau apa ?!"

"Jangan geer, aku hanya membetulkan kerudungmu," balas Darren sambil menyentil dahi istrinya.

"Wajar saja aku masih belajar," balas Diana sambil menyentuh kerudungnya. Ada sedikit rasa malu dalam dirinya. Apakah sejak di parkiran kerudungnya seperti itu ? Aishhh, hari ini citranya benar-benar rusak.

Kemudian lelaki itu membuka ponselnya, dan mengetikkan sesuatu.

"Nih liat, belajar dari sini," tunjuk Darren.

Lelaki itu berjalan menuju pintu, lalu menguncinya. Diana menatap horror ke arah suaminya. Akankan malam pertamanya terjadi di gedung pencakar langit ini ? Oh tidak dirinya masih belum siap. Diana takut.

"Singkirkan ekspresi konyol mu itu, aku tidak akan melakukan hal yang ada di otakmu."

"Emang aku mikirin apa ? Sok tahu!"

"Buka kerudungmu!"

"Hahh untuk apa ? Tuh kan. Ih serem deh..."

"Aku akan mengajarkanmu cara-caranya!"

"Cara apa ? Aku belum siap Darren! Dasar lelaki mesum!" Diana bergerak menepis tangan tangan Darren.

"Sudah kubilang singkirkan pikiran negatif itu, aku hanya ingin mengajarkanmu cara memakai kerudung!"

"Emang kamu bisa ?"

"Makanya, kita coba dulu, mendekat lah!" ucap Darren sambil menggerakkan tangannya.

Dengan terpaksa Diana menghampiri Darren.

"Angkat kepalamu."

"Aku bisa sendiri," balasnya sambil melepaskan jarum.

Kemudian Darren mulai menyalakan video tutorial hijab. Setelah beberapa menit, akhirnya selesai. Darren sedikit terpana melihat istrinya. Bibirnya mulai menyunggingkan senyuman. Dengan segera ia menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Gimana ?"

"Bagus sii, makasih ya," balas Diana sambil berdiri, bersiap untuk kembali ke restoran.

"kita coba semua latihannya "

"Darren! Aku masih harus kerja."

"Aku tak menerima penolakan apapun," balas lelaki itu sambil menarik kembali lengan Diana agar duduk di sampingnya.

TBC

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Married with a Strange Man   Chapter 48

    Seketika suasana menjadi hening. Wajah Diana memandang lantai, akibat dari tamparan keras itu membuat area sekitar pipinya berdenyut. Pipinya mulai memanas, rasanya begitu perih dan juga sakit hingga ke telinganya. Tapi ada yang lebih perih, luka di hatinya yang tidak akan bisa sembuh dengan obat apapun."Apa aku terlihat pantas untuk dipukuli ? Apa aku hanya hidup untuk dipukuli ? Kamu sama seperti ayah, kamu datang ke hidupku hanya untuk menambah luka saja. Pulang saja ke rumah, ini kamarku. Aku tidak akan kembali ke rumahmu lagi. Besok siang aku akan segera mengirimkan surat cerai!"Setelah mengucapkan itu, Diana berjalan menuju kasur, dan mematikan saklar lampu. Ia menyingkap selimut dengan kasar, lalu berbaring ke arah jendela, memunggungi Darren yang masih berdiri. Diana tahu, tindakannya ini merupakan sebuah dosa besar. Pasti malaikat di atas sana mulai mengutuknya. Punggung wanita itu mulai bergetar.Deg... Dadanya benar-benar ngilu. Lebih sakit jika dibandingkan saat wanita y

  • Married with a Strange Man   Chapter 47

    ~🖤~Sampai kapan pun tidak ada surat cerai***Dua mobil terlihat memasuki halaman rumah megah milik Irwan Siswandi. Terlihat dua pria yang sama-sama mengemudi, siapa lagi kalau bukan pewaris Irwan Siswandi, Farrel dan menantu kesayangannya Darren. Para penjaga sedikit menunduk saat mobil mereka melewati gerbang. Keluarga ini sangat menjunjung tinggi kesopanan.Setelah mobil berhenti, Vina langsung buru-buru turun, dengan semangat wanita itu menyuruh para pelayannya yang sudah berdiri di depan pintu untuk membawa tas belanjaan.Sementara Diana, wanita itu masih setia duduk di mobil dengan mata yang menatap bangunan megah di hadapannya."Kenapa masih di sini ? Ayok keluar," ajak Darren.Sambil meremas rok berwarna coklat miliknya, Diana berjalan memasuki rumah. Entah perasaannya saja atau bukan, para pelayan yang berpapasan langsung mengangguk patuh, mereka juga terus tersenyum ke arahnya. Ini seperti hari kebalikan yang sering Diana tonton di kartun saat ia kecil. Kenapa semua orang

  • Married with a Strange Man   Chapter 46

    "Brengsek!!" maki Diana. Ia berjalan ke dalam kamar, lalu membereskan semua baju-baju dan peralatan belajarnya. Darra menatap bingung ke arah Diana yang seperti sedang marah."Kenapa Di ?""Darren nyuruh pulang.""Ribet ya kalau punya suami, untung gue nggak jadi dijodohin.""Iya, jangan dulu nikah Dar, kalau belum siap," timpal Diana. Kalau saja ia memiliki keberanian seperti Darra, mungkin hidupnya tidak akan berakhir seperti ini.Sebelum pergi ia berpamitan dulu kepada Darra, tak lupa ia juga mengucapkan terima kasih karena sudah mau menampung Diana selama lima hari kemarin.***Diana sedikit kesusahan menggendong tasnya yang sangat penuh itu. Tubuhnya yang kecil berbanding terbalik dengan tas besar di pundaknya. Semua itu berisi baju tidur, baju untuk ke kampus, handuk, skincare dan alat mandi. Ditambah tas laptop di lengan kanannya.Darren berjalan ke arah Diana, lalu mengambil tas besar itu. Meskipun sedang kesal, tapi Diana membiarkan Darren mengambil tas, pundaknya juga sudah

  • Married with a Strange Man   Chapter 45

    ~🖤~Meski rasanya tidak cukup, maafkan aku***Sore ini Diana dan teman-temannya sedang berangkat menuju kostan milik Darra. Mereka akan mulai mengerjakan project tugas besar. Saat ini Diana yang menyetir mobil, mereka baru saja membeli berbagai camilan, tidak afdol rasanya kalau kerja kelompok, tapi tidak ada makanan.Pandangan Diana beralih ke spion. Mobil berwarna hitam yang tampak tak asing mengikutinya sejak tadi. Ia sudah tahu kalau itu Darren. Diana berdecak kesal.Darra yang duduk tepat disamping kemudi, juga ikut melihat ke arah spion. "Darren ?" tanya gadis itu sambil menatap Diana."Iya.""Kalian lagi marahan? Biasanya kalau setiap kerja kelompok, mau selama apapun, lo pulang Di." Kini Alifa membuka suara. Ia sama-sama penasaran dengan yang lainnya. Apalagi semenjak insiden camping, ketika Diana dijemput paksa ke rumah orangtuanya, dan berakhir dengan terbaring koma di rumah sakit. Semuanya terasa janggal."Aku udah izin kok mau nginep di kostan Darra," balas Diana pelan.

  • Married with a Strange Man   Chapter 44

    Alya masih terdiam. Memandang lurus ke arah depan. Seperti tidak ada harapan. Sekarang Darren sadar, mau sekeras apapun ia berjuang, cinta Alya bukan untuknya. Wanita ini hanya memiliki Adam di seluruh hatinya, tak ada celah sedikitpun untuk dirinya masuk. Untungnya perasaan sukanya sudah ia buang. Alya mengunci hatinya hanya untuk seorang Adam, dan sialnya, Adam pergi membawa kunci itu, dan memilih berselingkuh dengan wanita lain. Sungguh ia benar-benar ingin menonjok wajah lelaki itu puluhan kali."Al...""Al.."Dua kali Darren memanggil, tapi Alya tak kunjung sadar."Aku minta maaf."Tak lama setelah itu, Alya membereskan ponsel yang tadi ia gunakan untuk melacak posisi Adam."Gapapa, mungkin sekarang bukan waktunya aku tau." Ekspresi yang awalnya terlihat sedih, kini berubah. Alya menatap Darren sambil tersenyum."Hari ini mood aku berantakan, beli es krim yuu, aku lagi ngidam Gellato," ajak Alya dengan sumringah.Darren sedikit berfikir, ia menatap jam yang sudah menunjukkan puk

  • Married with a Strange Man   Chapter 43

    ~🖤~Aku bersalah Di, maafkan aku***Waktu menunjukkan pukul delapan malam. Malam ini hujan deras, begitu terdengar saking kerasnya suara dari luar. Suara itu berhasil mengalihkan fokus seorang wanita, menambah suasana mencekam di kamarnya. Ditambah jendela yang tidak menutup sepenuhnya membuat angin begitu terasa menusuk pori-pori kulit wanita itu.Diana sedang belajar di perpustakaan, besok Senin akan diadakan kuis. Ia tidak pernah melewatkan belajarnya, sejak kecil ia diajarkan seperti itu. Ia mencatat dan merangkum bahasan dari buku paketnya. Bukunya sudah hampir penuh karena sudah satu jam berada di perpustakaan.Suara hujan semakin deras. Diana berjalan menuju jendela, berinisiatif menutup jendela yang sejak tadi terbuka lebar. Takut ada penyusup masuk lagi. Malam itu pun lolos, padahal ada banyak sekali penjaga di luar sana.Setelah menutup pintu, segera Diana membereskan buku-bukunya. Cukup satu jam, karena hari-hari sebelumnya ia sudah belajar, hari ini tinggal belajar bahas

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status