Beranda / Romansa / Marry Me, Om Duda! / Makan (Tengah) Malam

Share

Makan (Tengah) Malam

Penulis: Zu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-10 12:42:08

Damian baru saja masuk ke kamar sehabis makan malam saat menemukan seorang gadis keluar dari kamar mandinya. Siapa lagi kalau bukan Anyelir.

Gadis itu berjalan santai dengan handuk yang melilit tubuh. Benda berbulu berwarna merah muda tersebut tentu saja hanya mampu menutup setengah paha dan dadanya. Selebihnya ... aih tidak usah disebutkan.

"Dasar anak kecil! Mentang-mentang kecil apa kau kira boleh keluar masuk kamarku dengan baju setidak layak itu? Kau sedang menggodaku atau bagaimana, Anyelir?!" tanya Damian lebih tepatnya memekik sambil melempari wajah putri seorang pengusaha kaya bernama Ardi itu dengan bantal kamar.

Anyelir mendengkus begitu sebuah bantal menabrak wajah sekaligus hidungnya lagi. Kalau begini, dia bakal benar-benar terancam pesek inimah. Dasar duda tidak berperasaan!

"Salahku apa, Om Duda? Aku cuma numpang mandi, air di kamar tidak bisa menyala." Anyelir cemberut sambil bersedekap dada.

Damian mengalihkan pandangan. Mencoba mencari objek lain selain figur perempuan yang kerap ia teriaki anak kecil sejak tadi sore tersebut. Kecil-kecil begitu, tubuhnya lumayan juga sih.

Begitu menyadari kepalanya yang malah berkelana sana-sini, Damian menggeplak kepalanya sendiri. Anyelir yang melihat itu kontan mengernyit bingung dengan kelakuan pria yang hari ini mengenakan kaos hitam berlengan pendek.

"Kenapa, Om?" Gadis yang mencepol tinggi rambutnya dengan beberapa anakan rambut yang terjatuh di sisi pelipis itu, bertanya sambil memperpendek jarak antara keduanya.

Damian melotot begitu menyadari pergerakan Anyelir. Pria itu mundur lagi dan semakin mengalihkan pandangan.

"Keluar, Nona Adisthy!" teriak Damian dengan nada perintah.

Anyelir mengernyitkan dahi semakin bingung. Tingkah Damian terasa aneh sekali di matanya.

"Keluar sekarang atau kucekik lehermu, Anyelir?!"

Mendengar ancaman bernada amarah itu, Anyelir melotot dan segera berlari keluar. Begitu sampai ambang pintu, demi menuntaskan perasaan kesalnya karena diusir tanpa merasa pernah melakukan kesalahan, gadis pendek itu melepas sendal jepit merah mudanya dan melemparkan pada kepala Damian keras.

Tanpa melihat apakah sasarannya kena atau tidak, Anyelir segera menutup pintu keras. Lebih tepatnya membanting sih.

BRAK ....

"Aduuh ... Anak kecil! Sini kamu! Minta dicekek emang!"

Anyelir tersenyum puas. Tanpa melihat pun dia tahu sasarannya kena. Kepala Damian memang mirip ring basket yang sering Anyelir mainkan bersama Papa sih. Jadi, tangan gadis itu merasa gatal ingin melempar sesuatu ke sana.

"Anak kecil! Sini kamu! Udah numpang, nyusahin pulak!" teriak Damian lagi.

"Jangan panggil aku anak kecil, Paman!" teriak gadis berambut sebahu itu tak kalah keras sambil berlalu menuju kamarnya.

***

Damian merasakan tenggorokannya kering begitu terbangun dari tidurnya. Pria itu melirik jam di layar ponsel. Baru jam 3 malam.

Melirik pada gelas di atas nakas yang biasanya terisi air, duda 27 tahun itu mendengkus sebal. Airnya sudah habis dan dia harus turun ke bawah untuk minum.

Baru saja membuka pintu kamar, Damian malah mengernyit bingung begitu menemukan lampu dapur masih terlihat menyala dari lantai atas. Siapa yang jam segini masih keliaran di dapur? Bi Wati dan Bi Siti biasanya tidak pernah bangun tengah malam begini.

Berjalan menuruni tangga guna menuju dapur, Damian harus melongo kaget begitu menemukan Anyelir duduk di kursi meja makan sambil mengunyah sesuatu entah apa. Begitu menyadari kehadiran Damian, gadis itu tersenyum lebar.

"Hai, Om! Mau makan malam juga?" tanya gadis berpiyama ungu muda itu tanpa dosa.

Damian menggeleng. "Mau ambil minum doang," jawab pria itu mencoba biasa-biasa saja.

"Yaudah."

Anyelir melanjutkan makan lagi. Damian memandangi dengan wajah aneh. Ini yang makan beneran gadis itu bukan sih?

"Kamu makan apa? Kok pakai panci? Emang Bi Wati nggak pernah cuci piring sampai kamu harus makan pakai begituan?" tanya Damian heran.

"Aku?" tanya gadis itu sambil menunjuk diri sendiri dengan mulut penuh nasi. Damian mengangguk sebagai respon.

"Ini nasi, Pak. Campur mie instan rasa soto sebungkus. Terus ada orek tempe yang kata Bi Wati sisa kemarin, sama ayam sambal limau." Anyelir mengabsen isi panci sambil menyodorkan pada Damian santai.

Duda tampan itu meneguk ludah kasar. Ini makanan macam apa? Kok berantakan sekali bentuknya? Mie-nya bahkan terlalu lembek dan mengembang terlalu besar.

"Kamu seriusan makan ini, Anye? Nggak mau ganti makanan aja?" tanya Damian memastikan.

Tidak enak sekali memberikan makan anak kesayangan Pak Ardi dengan lauk kemarin juga mie instan tidak sehat begini. Tapi, yang ditanya malah menggeleng kelewat semangat.

"Ngapain ganti, Om? Ini enak loh, laukku banyak, 'kan?"

Mendengar sahutan gadis itu, Damian menghela napas berat. Dia tidak tahu kalau anak konglomerat makanannya se'keren' itu.

"Kenapa makan jam segini? Bukannya dari tadi jam 8 si Bi Wati nyuruh kamu makan?" tanya Damian mengubah topik pembicaraan.

"Nggak laper kalau jam segitu, Om. Aku biasanya laper jam segini emang," jawab Anyelir sambil menyeruput kuah terakhir di wadah makan kerennya (panci).

"Nggak baik cewek makan tengah malam, ntar gendut karena lemaknya ketimbun. Soalnya habis makan biasanya langsung tidur," tegur Damian bijak.

Anyelir mengangguk paham. "Tapi mau gimana lagi, Om. Aku laparnya jam segini doang. Kalau lapar dan selagi nggak ada halangan ya makan aja, Om. Kata Papa nggak boleh ditahan-tahan, ntar kalau mati kelaparan kan rugi." Gadis yang kini sudah menaruh panci makannya ke tempat cucian menyahut tak kalah bijak.

"Yaudahlah ... bodoamat. Sana masuk, tidur lagi gih! Bosen aku liat muka kamu hari ini," suruh Damian akhirnya jengah sendiri. Pria itu juga segera minum karena merasa makin haus setelah berbicara dengan gadis di depannya.

"Ini juga mau masuk kamar kok, Om." Anyelir menyahut santai sambil berjalan mendekati Damian yang tengah hendak mengambil air di dispenser.

"Mau ngapain, Om?" tanya gadis yang tingginya hanya sampai dada Damian itu makin tidak penting.

"Kira-kira kalau di depan dispenser sambil bawa gelas gini mau ngapain?" tanya Damian mulai sewot.

Dia sudah sangat mengantuk dan ingin tidur lagi. Tenggorokannya juga semakin kering menyahuti pertanyaan tidak penting gadis ini.

Baru saja akan menekan tombol air dingin di dispenser, suara gadis banyak tanya itu berkicau lagi.

"Waah ... dispensernya mirip banget sama yang di dapurku, Om! Aku baru sadar loh, aih keren emang."

Damian mengusap dada. Mencoba menabahkan hati. Sudah dia bilang 'kan, tinggal sama anak kecil itu pasti merepotkan. Untung saja dia anak Pak Ardi---orang yang sudah Damian anggap seperti ayah sendiri.

Kali ini, meski Anyelir kembali bersuara, Damian memilih mengabaikannya dan sukses memasukkan air ke dalam tenggorokan. Baru saja bernapas lega, sebuah tepukan di punggung mengacaukan suasana.

"Yasudah ya, Om. Mau balik ke kamar dulu. Selamat malam!" pamit Anyelir sambil menepuk keras punggung Damian yang tengah minum.

Karena kaget, kontan saja air tersebut muncrat keluar. Lalu setelah ini, mungkin Damian bakal membuat giliran Anyelir yang ditendang keluar.

Hidup berdampingan dengan anak kecil ... ternyata memang benar semenyebalkan ini. Kapan-kapan kalau gadis itu dititipkan lagi, sepertinya Damian harus menolak saja.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Marry Me, Om Duda!   My Little Anyelir [Extra Part]

    "Pokoknya nggak mau tau! Nggak mau makan kalau nggak diseduhin mie instan!" Teriakan cempreng dari sang putri bungsu, membuat Anyelir berkacak pinggang. Perempuan itu mendengkus kesal sebelum kemudian beralih ke dapur."Azura! Jangan bikin Mama marah! Kata Papa, Mama lagi mode singa betina," bisik Elynca---sang putri sulung yang sayangnya tidak mirip bisikan. Karena Anyelir bahkan mampu mendengar 'bisikan' gadis kelas 1 SMP itu. Azura menoleh pada sang kakak kemudian memasang wajah memelas."Mintain mie instan ke Papa kalau gitu. Sana teleponin Papa, Kak Elyn!" Azura meminta sambil menarik-narik ujung baju kakaknya. Gadis yang saat ini duduk di bangku kelas 4 SD tersebut bahkan hampir menangis hanya karena sebungkus mie instan."Lagian kamu sih! Makan mie mulu, dimarahin Papa tau rasa deh," omel Elynca membuat Azura menggeleng protes."Aku nggak makan mie banyak kok sekarang. Cuma 2 kali sehari," cerita Azura yang dibalas dengusan sebal Elynca."Itu banyak namanya, Zuraaa! Papa aja

  • Marry Me, Om Duda!   Kamu Terlalu Memabukkan [Tamat]

    "Hei, Anak kecil! Makan dulu baru main! Ya Ampun, kok susah banget nurutnya sih?!" omel Anyelir pada gadis berambut sebahu yang berlari keluar dari dapur.Meninggalkan sang Ibu yang kini sudah berkacak pinggang di pintu utama rumah. Elynca menyengir lebar begitu melihat kekesalan yang terpeta di wajah awet muda sang Mama. Tapi, bukannya takut, gadis 5 tahun itu justru semakin berlari hendak keluar gerbang kalau saja tidak menubruk tubuh seseorang.Bruk ...."Aduuh ...." Elynca meringis sambil mengusap-usap keningnya tengan tangan mungilnya.Tapi, begitu mengenali celana orang yang ditabraknya, perempuan itu mendongak antusias dan menemukan wajah Damian tengah tersenyum sama sepertinya."Hei, Nona Adisthy kecil. Kamu ngapain Mamamu lagi sekarang sampai dia semarah itu, hm?" tanya Damian sambil menggendong sang putri dengan begitu ringan.Anyelir yang melihat kepulangan suaminya, semakin mendengkus kesal. "Oh ... inget rumah ternyata? Kirain lupa alamat terus nggak tau mau pulang lewat

  • Marry Me, Om Duda!   Seharusnya Pura-pura Tidur

    Anyelir duduk berpangku tangan serius sambil memandangi pria di depannya yang memasak wajah ngeri. Berbanding terbalik dengan wajah sang suami di sampingnya yang sudah seperti hendak menerkam orang."Dia nggak bisa itu, Nye! Mending kamu liat aku makan pedes aja daripada dia. Dia mah cemen!" saran Damian masih tak mau menyerah membujuk istrinya.Anyelir mendesis kesal. Merasa fokusnya memandang wajah Angga terganggu oleh rengekan Damian."Ish, diem dulu, Om! Lagi serius ini!" kesal Anyelir begitu melihat Angga mulai membuka cup mie instan pedas yang dibelikan Anyelir khusus untuknya.Meski disuruh diam, Damian tetap mendumel sebal. Masih tidak terima karena Anyelir lebih tertarik pada wajah kepedasan Angga daripada wajah cool-nya."Apa hebatnya sih liat wajah Angga makan pedes dariapa liat wajah ganteng suami kamu ini?!" tanya Damian masih tidak mengerti."Kalau Om kan bisa makan pedes, dia mah nggak bisa. Jadi ya lucu aja ekspresinya gitu," jawab Anyelir sambil cekikikan geli.Damian

  • Marry Me, Om Duda!   Korban Ngidam Mantan

    Anyelir berbaring telentang di lantai keramik dingin ruang tengah. Tanpa alas, tanpa bantal, juga tanpa niat bangkit meski Damian sudah menyorotnya tajam dari lantai atas tepat di ujung tangga."Woi!" teriak Damian yang ditanggapi Anyelir dengan tatapan malas.Melihat Anyelir yang tidak berpindah posisi sama sekali, Damian kontan berlari turun tangga. Anyelor yang melihatnya, menggeleng-geleng."Jangan lari-lari di tangga! Dasar anak kecil!" peringat Anyelir menirukan kalimat sang suami saat mengomelinya.Damian mendengkus sebal. Tanpa berucap apapun, pria itu mendekat pada Anyelir yang terlihat seperti paus terdampar. Damian mengangkat tubuh sang istri santai. Seolah tidak keberatan padahal perut Anyelir mulai terlihat lebih menonjol karena kehamilannya yang menginjak usia 5 bulan."Jangan rebahan di lantai tanpa alas! Dasar anak kecil!" balas Damian sambil membaringkan perempuan itu di sofa panjang ruang tengah.Anyelir menghela napas berat. Seolah habis melakukan kegiatan melelahka

  • Marry Me, Om Duda!   Jauh Lebih Banyak

    "Om?" Anyelir terpaku melihat Damian berdiri di sampingnya dengan payung yang bahkan belum tertutup. Pria itu menyorotnya dengan pandangan tak terbaca. Seperti ... sorot kecewa?"Tadi niatnya mau jemput kamu, mau perbaikin hubungan kita juga. Tapi, kayaknya nggak guna. Kamu udah punya Angga."Selesai mengatakan hal itu, Damian melangkah meninggalkan Anyelir menuju mobilnya yang entah pria itu parkir dimana. Menyadari kesalah pahaman yang terjadi, Anyelir bangkit berdiri dan berlari menembus hujan mengejar Damian.Tapi, langkah lebar dan cepat Damian tidak berhasil membuatnya mengejar pria itu. Anyelir yang lincah dalam hal berlari tidak menyerah tentu saja.Sedangkan Angga, memperhatikan dalam diam di kursi depan minimarket. Sejenak, senyum getir menghiasi wajah pria tampan itu. Menyadari kesempatannya yang sudah nihil juga Anyelir yang sepertinya terlihat begitu mencintai suaminya."Om! Tunggu dulu!" teriak Anyelir begitu berhasil menarik ujung jaket sang suami yang kontan ikut basa

  • Marry Me, Om Duda!   Anyelir Menghilang

    Anyelir mendelik begitu menemukan dua garis merah dari benda di genggamannya. Perempuan itu menggigit bibir bawah gusar. Masih tidak percaya dengan apa yang tengah dilihatnya saat ini.Dia hamil. Anyelir akan menjadi seorang Ibu. Rasanya ... terlalu cepat dan tiba-tiba.“Masak aku hamil sih?” tanya Anyelir pada dirinya sendiri.Perempuan itu hanya menggigit bibir bawah gelisah. Tidak mengerti harus menanggapi hal ini dengan reaksi apa. Dia ... masiih terlalu muda untuk menjadi seorang Ibu kan, ya?Mengabaikan test pack di tangannya, Anyelir segera keluar dari kamar mandi dan berjalan ke ruang tengah, hendak pulang. Tadi, sehabis mampir ke apotek, dia memang memilih pulang ke sini, ke rumah Papa. Rencananya ingin membuat Damian panik dan akhirnya mencarinya ke sini, lebih tepatnya cari perhatian. Tapi, hingga pukul 8 malam, pria itu bahkan tidak mencarinya sama sekali.Dalam hati, Anyelir merasa sedikit kecewa. Dia pikir Damian bakal peduli padanya. Tapi, jangankan mencari, pria itu ba

  • Marry Me, Om Duda!   Gagal Berbaikan

    Karena merasa bersalah dan sudah cukup bermain marah-marahan, siang ini, Anyelir sudah menyiapkan sekotak makanan untuk makan siang Damian. Rencananya, perempuan pendek itu akan datang ke kantor Damian dengan modus mengantar makan siang sekalian minta maaf atas sikap menyebalkannya selama ini.Sedari pagi tadi, beberapa kali ketika berbicara dengan Lisa, perempuan cantik itu mengungkit-ungkit tentang ‘tidak baik istri mendiamkan suami terlalu lama’ membuat Anyelir akhhirnya sedikit mendapat hidayah. Maka dari itu, begitu Lisa berjalan keluar rumah dengan alasan pergi menemui temannya, Anyelir berlari mengejar.“Kak Lisa! Jadi mau pergi?” tanya Anyelir sambir berdiri di samping Lisa yang sudah hendak memasuki mobil merahnya. Perempuan itu terlihat ngos-ngosan sehabis berlari dari lantai dua hingga halaman rumah.“Nggak usah lari-lari aelah, Nye! Emangnya kenapa?” peringat dan tanya Lisa sambil terkekeh geli melihat tingkah kekanakan istri sepupunya tersebut.“Ehehe ... maaf, Kak. Habis

  • Marry Me, Om Duda!   Bukan Ditanya Balik

    Sudah terhitung 3 hari sejak Anyelir dan Damian main marah-marahan. Atau ... bisa juga disebut bertengkar sih. Damian sebelumnya ingin minta maaf lebih dulu meski merasa tidak melakukan kesalahan. Tapi, melihat sikap Anyelir yang sinis serta seolah tidak menganggap keberadaannya di rumahnya sendiri, pria itu memilih mengurungkan niatnya.Entah harus mengatakan Anyelir atau Damian yang kekanakan, yang jelas Lisa tidak berani ikut campur. Perempuan itu hanya bersikap seperti biasa. Sesekali mengajak bicara Damian kemudian sesekali berbicara dengan Anyelir yang auranya sama-sama mencekam.Seperti malam ini ...."Nye ... kok kamu makannya dikit banget sih?" tanya Lisa heran begitu melihat isi piring Anyelir.Perempuan itu hanya menyendokkan nasi yang bagi Lisa bisa dimakan sekali suapan serta lauk sayur asam. Anyelir menyengir."Lagi diet."Damian melirik piring sang istri. Beberapa detik kemudian, berdehem guna menahan tawa. Ingat! Dia masih marah pada perempuan itu."Badan kerempeng git

  • Marry Me, Om Duda!   Ngambek

    Hingga pukul 8 malam, Anyelir tidak tampak ingin keluar dari kamarnya. Perempuan itu entah tengah melakukan apa di dalam. Damian memilih membiarkan saja. Terlalu terbiasa dengan gaya ngambek ala Anyelir. Perempuan itu bahkan kembali ke kamar sebelah---markas ngambeknya.“Dam, si Anye mana? Masak kita makan malemnya nggak sama dia sih? Istri ngambek itu ya dibujuk, bukan malah balik didiemin!” Lisa memberi wejangan.Damian mendengkus kesal. “Istri yang hobinya ngambek tiap hari itu ya didiemin, bukan malah dibujuk terus. Ntar malah makin ngelunjak. Kapan berpikir dewasanya coba?” balas pria itu santai.Lisa memberengut sebal. “Emang bener kata si Anye, susah ngomong sama orang jelek.” Lisa menghujat kemudian memilih berlalu dari hadapan pria yang masih setia rebahan sambil nonton TV di ruang tengah itu.Di sisi lain, Anyelir terbangun dari tidurnya karena merasakan perut yang keroncongan. Setelah selesai sholat magrib, ia tidak sengaja ketiduran dan sekarang terjaga lagi karena lapar.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status