Gadis itu tampak begitu sibuk memasukkan barang-barang nya kedalam sebuah koper yang ia letakkan di samping lemari.
Mengalihkan pandangan, gadis itu spontan terdiam memandang figura foto yang menetap diatas meja panjang yang terletak di samping lemari tersebut.
Ia berdiri. Tangan nya meraih figura itu dan memeluknya sambil memejamkan mata.
"Kenapa hubungan kita harus berakhir menyakitkan seperti ini Al? Seandainya kamu tidak melakukan kesalahan besar itu.."
Airmata gadis itu jatuh hingga mengenai kaca figura yang tengah di peluknya. Mungkin, semalam adalah hari terakhir nya ia melihat sang mantan kekasih, karena pagi ini ia harus terbang ke Jerman bersama kedua orangtua nya untuk urusan pekerjaan.
Tok!
Tok!
"Alice, cepatlah nak, papa sudah menunggu mu di bawah!"
Alice berkesiap. Menghapus airmata, ia pun lantas memandang figura itu sebelum menyimpannya kedalam koper.
"Selamat tinggal Alvon.."
***
"Tidak, jangan! Aku mohon jangan tinggalkan aku Alice!"
"ALICE!!!"
Cyra terbangun dan berkesiap setelah mendengar teriakan Alvon yang tiba-tiba. Ia menegakkan tubuhnya, menatap cemas pada Alvon yang sudah duduk dengan nafas memburu. Bahkan, pelipisnya pun sudah di penuhi oleh peluh.
"Al, kenapa? Apa kamu bermimpi buruk?"
Alvon menoleh ke sumber suara. Mengusap wajah, ia terdiam tanpa memperdulikan Cyra yang bertanya pada nya.
"Ini, minumlah dulu." Cyra meraih tangan Alvon supaya menerima gelas nya, namun dengan sekali hentakan Alvon menepis membuat gelas tersebut jatuh ke lantai dan menimbulkan suara yang cukup keras.
"Aku harus mendatangi Alice.." Gumam nya, namun masih dapat di dengar oleh Cyra.
"Tidak Al, keadaan mu masih belum pulih."
Alvon menyibak selimut rumah sakit tanpa memperdulikan ucapan Cyra. Ketika satu kaki nya yang terluka itu berpijak di lantai, ia berteriak hingga kemudian tubuhnya terjatuh.
"ARRGHHH!!"
"Alvon!" Pekik Cyra, kemudian segera berlari dan berjongkok di samping Alvon.
"ARGHH!!!"
Alvon terus menjerit, sementara Cyra tak kuasa menahan airmatanya melihat Alvon yang tampak kesakitan.
Dengan gemetar, satu tangan Cyra pun berusaha menekan tombol yang berada di sisi brankar Alvon, berharap sang dokter akan segera datang ke ruangan.
"Bertahan lah Al.."
***
Cyra tidak henti-hentinya menangis sejak insiden pagi tadi. Di sampingnya, Revani tampak memeluk Cyra bermaksud menenangkan.
"Sudah lah nak, jangan menangis. Alvon tidak apa-apa."
"Jika saja Alvon tidak menikah dengan ku, pasti hubungan Alvon dan Alice tidak akan pernah berakhir mah. Dan mungkin, kecelakaan ini tidak akan pernah terjadi, hiks.."
"Sutt, kenapa kamu berbicara seperti itu? Jangan pernah salahkan dirimu nak. Berakhirnya hubungan Alvon dan Alice itu karena kesalahan Alvon sendiri, bukan kamu."
"Tapi Alvon sangat mencintai Alice mah. Seharusnya dulu aku tidak menerima paksaan mama dan papa untuk menerima tanggung jawab Alvon. Aku tidak apa mah. Aku akan pergi tanpa meminta apapun dari kalian." Cyra menjeda, "Mungkin, sampai saat ini hubungan Alvon dan Alice akan baik-baik saja setelah itu. Alvon akan bahagia."
"Mana mungkin mama membiarkan mu pergi, sedangkan kamu sedang mengandung anak Alvon? Sudah lah Cyra, jangan pernah memikirkan hal itu lagi. Mama tidak ingin terjadi apa-apa dengan cucu mama.”
Revani mengurai pelukannya. Kedua ibu jarinya perlahan menghapus airmata Cyra.
"Berhenti lah menangis." Tambahnya seraya tersenyum lembut, "Gih, kamu ke dalam dan temani Alvon di sana."
"Mama mau kemana?"
"Mama ingin memeriksa butik. Mama tidak ingin menjadi kambing di antara kalian." Kekeh Revani, dan di susul senyuman dari Cyra.
"Nah, begitu dong. Kan cantik menantu mama jika tersenyum."
"Mama bisa saja."
"Ya sudah, mama pamit ya."
"Mama hati-hati."
"Iya sayang."
Revani mengecup puncak kepala Cyra, sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan nya. Sepeninggal Revani, Cyra pun segera bergegas memasuki ruangan Alvon.
***
"Ayolah Al, kamu harus makan."
Entah sudah yang ke berapa kali Cyra mengatakan hal yang sama. Namun, tetap saja, Alvon hanya diam. Lelaki itu sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari ponsel yang ia genggam.
Ting!
Sebuah pesan masuk terdengar, membuat sang empunya dengan cepat membuka pesan tersebut.
Robby : Maaf tuan, baru saja saya bertanya pada satpam yang menjaga rumah non Alice, dia mengatakan bahwa keluarga non Alice sudah pindah ke Jerman pagi tadi.
Deg.
Alvon melebarkan matanya setelah membaca pesan tersebut. Pindah? Alice pindah katanya?
"Ti-tidak mungkin." Gumam Alvon seraya menggelengkan kepalanya.
"Apa yang tidak mungkin Al? Kamu kenapa?"
Nafas Alvon seketika memburu kala ia menoleh kearah Cyra. Matanya menyiratkan kemarahan yang begitu besar.
Plak!
Dengan tega nya tangan besar itu menampar pipi tirus Cyra. Cyra menangis memegangi pipinya, sementara Alvon masih setia memandangnya dengan tatapan marah.
"Kamu lihat! Karena kamu, karena kamu Alice ku pergi! Karena kamu Alice pergi meninggalkan ku sialan!" Alvon menjambak rambut Cyra, membuat wanita itu memekik kesakitan.
"ARGHH!!! AL!!!"
Pintu ruangan terbuka, menampilkan kedua orang tua Alvon serta kedua sahabat Alvon yang berlari memasuki ruangan.
"Alvon!" Bentak Tian, dan langsung melepaskan tangan Alvon yang menjambak rambut Cyra.
Revani segera memeluk Cyra yang menangis, sementara Tian hendak menampar Alvon namun segera di tahan oleh Rezka dan Roy.
"Jangan om."
Tian menatap putranya dengan tatapan marah.
"Papa benar-benar tidak menyangka jika kamu akan berbuat kasar seperti ini, dia istri mu Al!" Bentak Tian dengan marah.
"Seharusnya kamu tidak seperti ini Al, Cyra itu istri mu-"
"Diam!"
Ucapan Rezka terhenti bersamaan dengan bentakan Alvon pada nya.
"Aku berhak marah pada wanita ini! Karena dia, karena dia Alice pergi meninggalkan ku! Karena dia hubungan ku dan Alice benar-benar berakhir!"
"Kamu seharusnya sadar! Yang membuat hubungan mu dan Alice hancur itu karena ulah mu sendiri! Kamu yang sudah menghamili Cyra! Kamu yang sudah membuat Cyra kehilangan keperawanan nya karena ulah bejat mu itu!"
Nafas Tian tak kalah memburu dari sang putra. Ia juga merasa tak terima karena menantunya di hina seperti ini.
"Om sudah om, jangan membuat keributan ini rumah sakit." Ujar Roy.
"Papa sangat kecewa pada mu Al." Ujar Tian, "Ayo kita semua pergi. Biarkan saja Alvon berfikir sendiri di sini!" Tian kemudian merengkuh bahu sang istri yang tengah memeluk Cyra.
Tian, Revani dan Cyra melangkah keluar dengan Rezka serta Roy yang mengekor dan meninggalkan Alvon seorang diri.
Alvon baru saja terbangun dari tidur nya. Mata nya langsung di suguhkan dengan pemandangan yang benar-benar indah. Lelaki itu lantas mengangkat tangan nya guna mengelus pipi istri nya yang masih terlelap. Wajah cantik Cyra terlihat damai saat tertidur.Alvon tiba-tiba saja terkekeh. Ia teringat dengan hal konyol yang ia lakukan semalam dengan Cyra.-flashback on-Alvon membuka mata nya dan langsung melihat jam dinding yang kini menunjukkan pukul dua dini hari. Pandangan nya kemudian beralih kepada Edward dan Cyra yang tidur di samping nya. Mereka terlihat pulas sekali. Apalagi, Edward.Alvon terkekeh sejenak. Terbesit sebuah ide di benak nya. Ia segera bangun dari po
Cyra tersenyum memperhatikan Edward yang sedang bermain di temani dengan beberapa mainan nya. Anak itu benar-benar terlihat lincah dan menggemaskan. Kaki mungil nya bergerak lincah mengelilingi taman belakang dengan sebuah pesawat mainan yang ada di tangan nya. Mulut nya bergerak menirukan suara pesawat yang akan terbang.“ayo kita terbang ke mommy..” Edward berlari menghampiri Cyra yang sedang duduk di gazebo. Cyra tersenyum kemudian merentangkan tangan nya, menyambut Edward ke dalam pelukan nya.“sudah sore, kita mandi ya?” Cyra mengelus rambut tebal Edward. Anak itu sekarang duduk di pangkuan nya.“ayo!” ujar Edward penuh semangat. Cyra lantas mengecup puncak kepala Edward.“mau mommy gendong?” tanya nya.“mau!”“ayo kita terbang.&rd
Tiga tahun kemudian..“daddy ayo bangun!”“daddy!!”Lelaki beralis tebal itu mengerjapkan matanya ketika mendengar teriakan anak kecil. Masih dengan nyawa yang belum sepenuh nya terkumpul, mata nya samar-samar melihat sosok anak kecil tengah duduk di atas perut nya. Dia, putra nya. Kebiasaan nya adalah setiap pagi selalu membangunkan nya tidur.“hei.” Suara serak Alvon terdengar. Tangan besar lelaki itumengusap kepala putra nya dengan sayang.“mommy mana?” tanya Alvon.“mommy di bawah sedang menyiapkan sarapan, ayo daddy bangun.”“berikan kiss
“mah, mama ahh..”Wanita itu bergerak gelisah diatas tempat tidur sambil memegangi perut buncit nya. Peluh sudah mengalir banyak, dari dahi sampai turun ke leher. Mata nya bahkan sesekali terpejam seolah sedang menahan sakit.“mama..”Suara nya tidak kuat untuk teriak. Ia tampak menahan kesakitan sambil mengatur nafas nya.“huh, huh..”“Cyra, ayo makan—CYRA!” Revani spontan berteriak saat membuka pintu kamar menantu nya. Ia segera berlari menuju tempat tidur dan memegang tangan Cyra yang sudah berkeringat.“mah..” panggil Cyra melemah.“astaga, kamu ingin melahirkan nak!” Revani bergerak panik.“PAH! PAPA!”Tidak lama kemudian Tian-suami nya datang bersama pembantu nya di belakang. Sama hal nya seperti Reva
“ahh Roy..” wanita itu memejamkan mata nya ketika pria yang berada diatas tubuh nya menjilati leher nya dengan rakus dan bergairah. Kedua tangan nya melingkar di leher sang pria dengan manja. Sementara sang pria memeluk pinggang nya dengan mesra.“uhh su-sudah Roy..”Roy seakan menulikan telinga nya dan terus melanjutkan aktivitas nya. Kini ciuman nya naik ke rahang, pipi, lalu berhenti di bibir ranum Luna. Roy mengecap dan memainkan bibir itu dengan penuh gairah. Erangan Luna semakin terdengar, dan tentu membuat Roy semakin bersemangat melakukan aktivitas nya.Roy mengangkat tubuh Luna ala bridal, lalu di jatuhkan nya tubuh itu diatas tempat tidur besar nya. Roy melepas kaus nya dengan terburu-buru sebelum ia kembali menindih tubuh sang istri. Kedua tangan Roy menggenggam kedua tangan Luna sehingga ia leluasa melakukan nya nanti.&ldqu
“Al, aku tidak bisa tidur.” Rengek Cyra seraya menatap Alvon yang ada di layar ponsel nya. Saat ini mereka sedang melakukan panggilan video call.“kamu harus tidur, ini sudah malam sayang.” Ujar Alvon dari seberang sana.“aku ingin di peluk.” Cyra memanyunkan bibir nya sebal. Ah, jika saja Alvon ada disana pasti ia akan mencium bibir menggoda wanita itu.“hei, aku belum tiga hari disini. Ini, aku saja masih lembur mengerjakan kerjaan untuk besok.” Alvon menunjukkan kepada Cyra, beberapa berkas yang berceceran diatas meja nya.“kasihan kamu. Coba saja kamu mengizinkan aku ikut, pasti sudah aku temani.”“sudah, tidur sana.”“jaga kesehatan ya. Jika sudah selesai langsung istirahat.” Ujar Cyra.
Hari semakin berlalu, bulan pun berganti. Usia kandungan Cyra sudah memasuki usia-usia melahirkan. Dari hasil USG memperlihatkan bahwa anak Alvon dan Cyra adalah laki-laki. Perut Cyra semakin bertambah besar kian hari. Bahkan, untuk berjalan pun Cyra tampak sedikit kesusahan dan sering sekali merasa kelelahan.Alvon tentu sedikit khawatir dengan kondisi Cyra sekarang, sampai-sampai pria itu memutuskan untuk menempati kamar tamu yang berada dilantai satu bersama sang istri. Karena supaya tidak keseringan bolak-balik naik tangga, Alvon takut terjadi apa-apa pada Cyra.“huh.” Lihat saja, padahal hanya berjalan dari kamar tamu ke dapur, Cyra sudah terlihat ngos-ngosan.“non, ingin mengambil apa? Kenapa tidak panggil bibi saja.” Ujar salah satu asisten rumah tangga Cyra seraya memegangi tangan nya.“aku tidak papa bi, hanya ingin mengambil air minum saja. Di kamar air
Cyra dan Alvon sekarang berada di salah satu supermarket besar pusat ibu kota. Cyra mengajak suami nya itu untuk belanja bulanan, ya hitung-hitung sekalian jalan-jalan juga kan Alvon sedang tidak bekerja.“sekarang kita ke tempat buah-buahan saja Al, bumbu masakan seperti nya sudah cukup.” Ujar Cyra seraya melirik Alvon yang sedang mendorong troli di samping nya. Alvon hanya menurut mengikuti langkah Cyra menuju tempat buah-buahan.Cyra tampak mengambil beberapa macam buah itu lalu dimaksukkan kedalam troli. Sementara Alvon tak lepas memperhatikan Cyra. Wanita itu jauh terlihat seperti keibuan jika begini.“kenapa?” tanya Cyra yang seperti nya merasakan bahwa dirinya sedang diperhatikan.Alvon hanya menggeleng sambil mengulas senyum nya, “kalau capek bilang.”“Al, kamu mau anggur ini?” tanya Cyra seraya
Teman-teman Alvon sudah pulang sejak lima belas menit yang lalu. Dan sekarang, Alvon dan Cyra sedang berada di kamar sambil menonton acara televisi. Cyra terlihat berbaring diatas karpet berbulu itu dengan menjadikan paha Alvon untuk bantalan kepala nya, sementara Alvon sejak tadi mengelus kepala Cyra.“Al?”“ya?”“aku ngantuk.”“tidur sekarang?”“he’em.”“tapi gendong aku.” Ujar Cyra sambil mengangkat kedua tangan nya ke udara.Alvon tersenyum, tentu saja ia akan menuruti kemauan istri nya itu. Alvon memindahkan kepala Cyra diatas karpet berbulu sementara dirinya berjongkok dan mulai mengangkat tubuh Cyra ala bridal. Walaupun awalnya Alvon kesusahan karena berat badan Cyra yang bertambah, tapi akhirnya Alvon bisa juga. Alvon membaringkan tubuh Cyra diatas tempat tidur de