Share

Part 7

Gadis itu tampak begitu sibuk memasukkan barang-barang nya kedalam sebuah koper yang ia letakkan di samping lemari.

Mengalihkan pandangan, gadis itu spontan terdiam memandang figura foto yang menetap diatas meja panjang yang terletak di samping lemari tersebut.

Ia berdiri. Tangan nya meraih figura itu dan memeluknya sambil memejamkan mata.

"Kenapa hubungan kita harus berakhir menyakitkan seperti ini Al? Seandainya kamu tidak melakukan kesalahan besar itu.."

Airmata gadis itu jatuh hingga mengenai kaca figura yang tengah di peluknya. Mungkin, semalam adalah hari terakhir nya ia melihat sang mantan kekasih, karena pagi ini ia harus terbang ke Jerman bersama kedua orangtua nya untuk urusan pekerjaan.

Tok!

Tok!

"Alice, cepatlah nak, papa sudah menunggu mu di bawah!"

Alice berkesiap. Menghapus airmata, ia pun lantas memandang figura itu sebelum menyimpannya kedalam koper.

"Selamat tinggal Alvon.."

***

"Tidak, jangan! Aku mohon jangan tinggalkan aku Alice!"

"ALICE!!!"

Cyra terbangun dan berkesiap setelah mendengar teriakan Alvon yang tiba-tiba. Ia menegakkan tubuhnya, menatap cemas pada Alvon yang sudah duduk dengan nafas memburu. Bahkan, pelipisnya pun sudah di penuhi oleh peluh.

"Al, kenapa? Apa kamu bermimpi buruk?"

Alvon menoleh ke sumber suara. Mengusap wajah, ia terdiam tanpa memperdulikan Cyra yang bertanya pada nya.

"Ini, minumlah dulu." Cyra meraih tangan Alvon supaya menerima gelas nya, namun dengan sekali hentakan Alvon menepis membuat gelas tersebut jatuh ke lantai dan menimbulkan suara yang cukup keras.

"Aku harus mendatangi Alice.." Gumam nya, namun masih dapat di dengar oleh Cyra.

"Tidak Al, keadaan mu masih belum pulih."

Alvon menyibak selimut rumah sakit tanpa memperdulikan ucapan Cyra. Ketika satu kaki nya yang terluka itu berpijak di lantai, ia berteriak hingga kemudian tubuhnya terjatuh.

"ARRGHHH!!"

"Alvon!" Pekik Cyra, kemudian segera berlari dan berjongkok di samping Alvon.

"ARGHH!!!"

Alvon terus menjerit, sementara Cyra tak kuasa menahan airmatanya melihat Alvon yang tampak kesakitan.

Dengan gemetar, satu tangan Cyra pun berusaha menekan tombol yang berada di sisi brankar Alvon, berharap sang dokter akan segera datang ke ruangan.

"Bertahan lah Al.."

***

Cyra tidak henti-hentinya menangis sejak insiden pagi tadi. Di sampingnya, Revani tampak memeluk Cyra bermaksud menenangkan.

"Sudah lah nak, jangan menangis. Alvon tidak apa-apa."

"Jika saja Alvon tidak menikah dengan ku, pasti hubungan Alvon dan Alice tidak akan pernah berakhir mah. Dan mungkin, kecelakaan ini tidak akan pernah terjadi, hiks.."

"Sutt, kenapa kamu berbicara seperti itu? Jangan pernah salahkan dirimu nak. Berakhirnya hubungan Alvon dan Alice itu karena kesalahan Alvon sendiri, bukan kamu."

"Tapi Alvon sangat mencintai Alice mah. Seharusnya dulu aku tidak menerima paksaan mama dan papa untuk menerima tanggung jawab Alvon. Aku tidak apa mah. Aku akan pergi tanpa meminta apapun dari kalian." Cyra menjeda, "Mungkin, sampai saat ini hubungan Alvon dan Alice akan baik-baik saja setelah itu. Alvon akan bahagia."

"Mana mungkin mama membiarkan mu pergi, sedangkan kamu sedang mengandung anak Alvon? Sudah lah Cyra, jangan pernah memikirkan hal itu lagi. Mama tidak ingin terjadi apa-apa dengan cucu mama.”

Revani mengurai pelukannya. Kedua ibu jarinya perlahan menghapus airmata Cyra.

"Berhenti lah menangis." Tambahnya seraya tersenyum lembut, "Gih, kamu ke dalam dan temani Alvon di sana."

"Mama mau kemana?"

"Mama ingin memeriksa butik. Mama tidak ingin menjadi kambing di antara kalian." Kekeh Revani, dan di susul senyuman dari Cyra.

"Nah, begitu dong. Kan cantik menantu mama jika tersenyum."

"Mama bisa saja."

"Ya sudah, mama pamit ya."

"Mama hati-hati."

"Iya sayang."

Revani mengecup puncak kepala Cyra, sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan nya. Sepeninggal Revani, Cyra pun segera bergegas memasuki ruangan Alvon.

***

"Ayolah Al, kamu harus makan."

Entah sudah yang ke berapa kali Cyra mengatakan hal yang sama. Namun, tetap saja, Alvon hanya diam. Lelaki itu sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari ponsel yang ia genggam.

Ting!

Sebuah pesan masuk terdengar, membuat sang empunya dengan cepat membuka pesan tersebut.

Robby : Maaf tuan, baru saja saya bertanya pada satpam yang menjaga rumah non Alice, dia mengatakan bahwa keluarga non Alice sudah pindah ke Jerman pagi tadi.

Deg.

Alvon melebarkan matanya setelah membaca pesan tersebut. Pindah? Alice pindah katanya?

"Ti-tidak mungkin." Gumam Alvon seraya menggelengkan kepalanya.

"Apa yang tidak mungkin Al? Kamu kenapa?"

Nafas Alvon seketika memburu kala ia menoleh kearah Cyra. Matanya menyiratkan kemarahan yang begitu besar.

Plak!

Dengan tega nya tangan besar itu menampar pipi tirus Cyra. Cyra menangis memegangi pipinya, sementara Alvon masih setia memandangnya dengan tatapan marah.

"Kamu lihat! Karena kamu, karena kamu Alice ku pergi! Karena kamu Alice pergi meninggalkan ku sialan!" Alvon menjambak rambut Cyra, membuat wanita itu memekik kesakitan.

"ARGHH!!! AL!!!"

Pintu ruangan terbuka, menampilkan kedua orang tua Alvon serta kedua sahabat Alvon yang berlari memasuki ruangan.

"Alvon!" Bentak Tian, dan langsung melepaskan tangan Alvon yang menjambak rambut Cyra.

Revani segera memeluk Cyra yang menangis, sementara Tian hendak menampar Alvon namun segera di tahan oleh Rezka dan Roy.

"Jangan om."

Tian menatap putranya dengan tatapan marah.

"Papa benar-benar tidak menyangka jika kamu akan berbuat kasar seperti ini, dia istri mu Al!" Bentak Tian dengan marah.

"Seharusnya kamu tidak seperti ini Al, Cyra itu istri mu-"

"Diam!"

Ucapan Rezka terhenti bersamaan dengan bentakan Alvon pada nya.

"Aku berhak marah pada wanita ini! Karena dia, karena dia Alice pergi meninggalkan ku! Karena dia hubungan ku dan Alice benar-benar berakhir!"

"Kamu seharusnya sadar! Yang membuat hubungan mu dan Alice hancur itu karena ulah mu sendiri! Kamu yang sudah menghamili Cyra! Kamu yang sudah membuat Cyra kehilangan keperawanan nya karena ulah bejat mu itu!"

Nafas Tian tak kalah memburu dari sang putra. Ia juga merasa tak terima karena menantunya di hina seperti ini.

"Om sudah om, jangan membuat keributan ini rumah sakit." Ujar Roy.

"Papa sangat kecewa pada mu Al." Ujar Tian, "Ayo kita semua pergi. Biarkan saja Alvon berfikir sendiri di sini!" Tian kemudian merengkuh bahu sang istri yang tengah memeluk Cyra.

Tian, Revani dan Cyra melangkah keluar dengan Rezka serta Roy yang mengekor dan meninggalkan Alvon seorang diri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status