Cyra menatap wajah pucat Alvon dengan sendu. Sudah hampir delapan jam Alvon belum sadarkan diri setelah dirinya di pindahkan di ruang rawat VIP.
Akibat kecelakaan itu, satu kaki Alvon terluka lumayan parah, begitupun dengan bagian kepalanya. Dan dokter mengatakan jika Alvon harus mendapatkan penanganan dan perawatan yang khusus.
"Nak, istirahat lah. Sejak tadi kamu duduk di situ terus."
Revani berdiri di sebelah Cyra yang duduk di kursi samping brankar Alvon. Sejak tadi, sejak di pindah kan nya Alvon ke ruang rawat, Cyra dengan setia nya duduk di situ menunggu Alvon tersadar.
"Aku tidak apa mah."
Revani dapat melihat kekhawatiran yang begitu mendalam dari tatapan Cyra. Bahkan, bercak air mata pun masih terlihat di sekitar mata dan pipinya.
"Nak, Alvon pasti akan baik-baik saja." Ujar Revani sambil mengelus bahu Cyra.
"Iya mah. Aku sangat mengkhawatirkan Alvon."
"Iya, mama juga nak. Sebaiknya sekarang kamu makan dulu, biar mama yang bergantian menunggu Alvon."
"Tidak apa mah, aku tidak lapar."
"Nak, sejak siang tadi kamu belum makan. Apa kamu tidak memikirkan janin mu? Dia juga membutuhkan asupan."
Benar apa yang dikatakan oleh Revani. Cyra terlalu mengkhawatirkan Alvon hingga ia tidak memikirkan dirinya sendiri.
"Gih, kamu makan dulu." Ulang Revani, kemudian Cyra tetap kekeuh menggeleng.
"Nanti saja mah. Sebaik nya mama yang istirahat, mama juga sejak siang duduk di sofa terus kan?" Canda Cyra.
Revani lantas terkekeh, "Kamu itu pintar sekali membalikkan nya. Pokok nya, nanti kamu harus makan ya."
"Iya mah, nanti aku akan makan."
Revani melihat arloji nya yang menunjukkan pukul lima sore.
"Sudah pukul lima nak. Mama boleh izin pulang dulu? Mama ingin mandi sekaligus mengambil baju untuk mama dan kamu."
"Tidak apa kok mah, kan Alvon ada aku yang jaga."
"Benar ya tidak apa mama tinggal?"
"Iya mah." Cyra mengulas senyumnya.
"Jika terjadi apa-apa dengan Alvon, kamu langsung panggil dokter saja. Ya?"
Cyra mengangguk, dan Revani tersenyum sambil mengusap kepala Cyra dengan sayang.
"Mama pulang ya, assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam, hati-hati mah."
"Iya nak."
Sepeninggal Revani, Cyra kembali beralih menatap Alvon yang masih setia memejamkan matanya.
Dengan perlahan tangan nya pun terangkat, menggenggam lembut tangan dingin milik Alvon.
Rasanya, Cyra sungguh tak tega melihat Alvon yang dingin kini terbaring lemah di atas brankar dengan perban yangmelingkari sebagian kepalanya.
"Bangun lah Al.." Gumam Cyra, sambil menundukkan kepalanya hingga dahi nya menempel dengan tangan milik Alvon.
Seketika, Cyra berkesiap kala merasakan pergerakan pada tangan Alvon. Mengalihkan pandangan, Cyra lantas tersenyum lebar melihat mata Alvon yang perlahan terbuka.
"Sebentar, aku akan panggilkan dokter.."
Alvon segera menahan lengan Cyra, kemudian kembali melepaskan nya.
"Jangan." Ujar nya singkat.
"Baiklah." Lagi lagi Cyra mengulas senyum nya, "Aku sangat senang kamu sadar Al. Apa kamu tau? Aku sangat mengkhawatirkan mu. Aku sangat takut jika terjadi apa-apa dengan mu." Tambahnya, seraya menghapus airmata nya yang keluar.
Alvon hanya menatap Cyra datar tanpa berniat membalas ucapan nya.
"Apa ada yang sakit?"
Alvon tidak menjawab. Matanya beralih menatap langit-langitruangan dengan tatapan kosong.
Alice. Nama itu yang seketika saja teringat di fikiran nya.
Mata Alvon memburam. Dengan perlahan, airmata itu keluar begitu saja dari sudut matanya.
"Al, kamu kenapa? Apa ada yang sakit?" Tanya Cyra yang cemas karena melihat Alvon menitikkan airmata. Ketika ia hendak memegang tangan Alvon, Alvon lebih dulu menepis nya. Lelaki itu menghapus airmata nya kasar sambil menatap Cyra datar.
"Keluar!"
Cyra menatap Alvon tak percaya, "Kenapa?"
"Keluar!"
"Al, kamu kenapa?"
"Aku bilang....AKHHH!" Seketika Alvon langsung meringis memegangi kepalanya.
"Alvon, kamu-"
"Keluar!"
"Tapi kamu kesakitan. Aku tidak bisa meninggalkan mu." Lirih Cyra.
"Keluar!"
Akhirnya, Cyra pun memilih mengalah. Mata buram nya menatap Alvon dengan sendu.
"Aku ada di luar, jika kamu butuh sesuatu, panggil lah aku."
***
19.35 wib.
Cyra duduk di kursi tunggu dengan tatapan sendu nya. Sejak dirinya di usir sore tadi, sampai sekarang Alvon masih tidak mengizinkan nya masuk. Dan sekarang, di dalam ada Revani dan Tian yang tengah membujuk Alvon supaya ingin makan.
"Nak." Cyra berkesiap ketika seseorang memegang bahu nya.
"Mama." Gumam Cyra setelah mengetahui bahwa Revani lah yang kini duduk di sebelah nya.
"Bagaimana mah? Apa Alvon mau makan?"
Revani menggeleng pelan. Melihat tatapan sendu Cyra, sulit rasa nya ia mengatakan bahwa Alvon akan makan jika Alice yang menyuapi.
"Mah? Kenapa?"
Revani menghela nafasnya, "Kata Alvon, dia akan makan jika Alice datang dan menyuapi nya."
Tes.
Airmata itu kembali menetes dari mata Cyra. Sakit rasa nya ketika mendengar bahwa Alvon sangat menginginkan kehadiran Alice. Lantas di anggap apa dirinya sekarang?
"Nak? Apakah boleh mama menghubungi Alice dan meminta nya untuk datang ke sini?" Tanya Revani pelan.
Cyra terdiam, ia bingung. Lagipula, istri mana yang rela melihat suami nya lebih membutuhkan wanita lain dari pada dirinya? Sakit bukan?
"Nak?"
Cyra menunduk, kemudian kembali mendongak sambil menghapus air mata nya.
"Iya mah, tidak apa. Yang terpenting Alvon mau makan."
Kasihan sekali kamu Cyra. Maafkan Alvon nak. Batin Revani tak tega.
"Baiklah, mama hubungi Alice dulu ya." Revani mengelus rambut Cyra, sambil beranjak dan kemudian mengambil ponselnya.
***
Berulang kali Cyra menghapus airmata nya ketika melihat Alvon yang tengah di suapi oleh Alice, lewat kaca kecil yang tertera di pintu ruangan tersebut.
Sudah sekitar sepuluh menit yang lalu Alice berada di dalam. Hanya berdua. Karena Revani dan Tian keluar dan kini tengah duduk di kursi tunggu bersama kedua sahabat Alvon yang tadi datang.
Cyra dapat menyimpulkan bahwa Alvon masih sangat mencintai Alice lewat sebuah tatapan yang Alvon berikan. Lelaki itu sebenarnya tahu jika Cyra tengah mengintip, namun ia mengabaikan nya. Berbeda dengan Alice yang sebenarnya sangat merasa tidak enak pada Cyra dan juga kedua orang tua Alvon.
Tadi nya Alice tidak ingin datang. Namun, setelah mendengar permohonan langsung dari mulut Cyra, akhirnya ia pun mengiyakan. Bahkan dirinya pun sempat terkejut setelah mendengar kabar bahwa Alvon kecelakaan.
"Maafkan aku Al. Karena aku, hubungan mu dengan Alice harus berakhir." Gumam Cyra.
"Bukan kamu yang salah, tapi Alvon sendiri." Celetuk Rezka yang kini berdiri di sebelah Cyra. Di sebelah Rezka, Roy pun berdiri dengan kedua tangan yang ia masukkan kedalam saku celana.
"Jangan menyalahkan dirimu. Hubungan Alvon dan Alice berakhir itu karena ulah Alvon sendiri." Ujar Roy.
Cyra menunduk, "Seharusnya aku tidak menerima paksaan orang tua Alvon untuk menikah dengan nya."
Rezka dan Roy saling melempar tatapan iba. Hingga kemudian Rezka maju, memegang lembut kedua bahu Cyra membuat sang empu nya mendongak.
"Janin yang ada di kandungan mu itu butuh seorang ayah. Biarkan saja jika sekarang Alvon menyia-nyiakan mu. Tapi tunggu ke depan nya, aku yakin dia pasti akan menyesal."
Gadis itu tampak begitu sibuk memasukkan barang-barang nya kedalam sebuah koper yang ia letakkan di samping lemari.Mengalihkan pandangan, gadis itu spontan terdiam memandang figura foto yang menetap diatas meja panjang yang terletak di samping lemari tersebut.Ia berdiri. Tangan nya meraih figura itu dan memeluknya sambil memejamkan mata."Kenapa hubungan kita harus berakhir menyakitkan seperti ini Al? Seandainya kamu tidak melakukan kesalahan besar itu.."Airmata gadis itu jatuh hingga mengenai kaca figura yang tengah di peluknya. Mungkin, semalam adalah hari terakhir nya ia melihat sang mantan kekasih, karena pagi ini ia harus terbang ke Jerman bersama kedua orangtua nya untuk urusan pekerjaan.Tok!Tok!"Alice, cepatlah nak, papa sudah menunggu mu di bawah!"Alice berkesiap. Menghapus airmata, ia pun lantas memandang figura it
"Kenapa kamu seperti ini sih Al? Kamu sangat kasar pada Cyra." Rezka menggelengkan kepala nya menatap Alvon yang terdiam duduk diatas brankar."Apa kamu tau? Semalam om Tian melarang Cyra untuk menemani mu di sini. Namun apa? Cyra tetap kekeuh ingin menemani mu Al."Benar apa yang dikatakan oleh Roy. Sejak insiden semalam, Tian memang melarang Cyra untuk menemui Alvon. Ia tidak ingin menantu nya di sakiti lagi oleh putranya.Namun, Cyra tetaplah Cyra sang keras kepala. Wanita itu dengan niatnya yang tulus selalu menemani Alvon tidur walaupun dengan posisinya yang duduk.Dan sejak pagi tadi, Cyra di paksa pulang oleh Revani dan Tian setelah pagi-pagi sekali ia muntah-muntah."Cyra itu lelah mengurus mu Al. Kata tante Revani, sejak kamu sakit Cyra selalu tidur dengan posisinya yang duduk. Apa kamu sama sekali tidak memikirkan nya Al? Kamu sama sekali tidak memikirkan anak mu yang di kandung
Terhitung satu minggu sudah Alvon di rawat di rumah sakit. Dan kini, waktunya ia untuk pulang.Di dalam ruangan tersebut hanya ada Cyra dan Alvon, karena Revani sedang keluar membayar administrasi.Cyra tampak sibuk memasukkan beberapa barang-barang milik nya dan milik Alvon ke dalam sebuah tas besar, sementara Alvon hanya duduk termenung diatas brankar dengan tatapan mengarah pada ponselnya.Cyra menghela nafas berat melihat itu. Merasa tak tega sekaligus merasa bersalah kepada Alvon."Cyra?"Cyra berkesiap ketika seseorang menepuk bahu nya. Ia menoleh, dan mendapati sang mama mertua dengan dua orang pria berbadan besar di sisi kanan dan kirinya."Mama." Ujarnya tersenyum."Sudah di masukkan semua?""Sudah mah."Revani mengangguk, lantas ia pun menatap kedua asisten pribadi nya bergantian."Tol
Sup iga yang dibelikan oleh Robby beberapa menit yang lalu kini tandas di lahap oleh Alvon. Kedua sahabatnya dan Cyra hanya melempar senyum melihat itu. Entah memang Alvon lapar, atau memang ia sangat menyukai dan menginginkan nya."Biar aku simpan dulu di dapur." Cyra meraih mangkuk tersebut, kemudian bergegas untuk menyimpannya di dapur."Kau lapar hah?" Kekeh Rezka."Berisik!" Balas Alvon, seraya menyimpan gelas nya diatas nakas."Melihat kamu di layani oleh Cyra, aku merasa iri Al. Rasanya aku ingin cepat-cepat menyusul mu untuk menikah." Ujar Roy."Menikah saja, memang siapa yang melarang?" Tanya Alvon santai."Justru itu, aku belum ada calon. Jika kamu berbaik hati boleh lah kau mencarikan ku calon. Secara, para wanita kan selalu mengantri pada mu.""Itu sih tergantung pada mereka, mau tidak dulu dengan mu?" Ejek Rezka, membuat Roy menatapnya tajam.
Cyra tersenyum menatap sekitar taman sambil mendorong kursi roda milik Alvon. Banyak anak-anak kecil yang berlarian, bermain, bahkan tertawa bersama orangtua nya.Cyra menghentikan kursi roda Alvon di dekat sebuah bangku taman. Ia duduk di bangku tersebut."Ramai ya Al, anak-anak itu sangat lucu." Ujar Cyra, dengan mata yang mengarah pada beberapa anak kecil yang sedang berlarian itu.Alvon terdiam seraya menatap lekat beberapa anak kecil itu. Memang, terlihat sangat menggemaskan.Flashback on."Kau berjanji kan tidak akan pernah meninggalkan ku?" Tanya Alice seraya menatap lekat wajah sang kekasih.Alvon terkekeh, ia mengacak gemas rambut Alice sambil merangkul nya."Iya sayang. Aku sangat mencinta
Tiga minggu telah berlalu. Dan keadaan Alvon selama tiga minggu ini mengalami perubahan yang baik. Lelaki itu sudah mulai beraktivitas kembali seperti biasanya, tanpa menggunakan kursi roda lagi.Selain itu, sikap nya pada Cyra pun selama tiga minggu ini mengalami perubahan. Ia cenderung bersikap baik, walaupun nada bicara nya masih datar dan dingin. Namun, percayalah. Cepat atau lambat pasti nada bicara itu akan berubah lembut seiring waktu.Ketika Cyra berada di dekatnya, Alvon tidak lagi marah atau mengusirnya. Bahkan, membentak nya pun kini jarang. Dan yang paling ajaib, lelaki itu kini mulai mau untuk tidur satu tempat tidur dengan Cyra.Seperti nya, Alvon memang benar-benar ingin membuktikan ucapannya wajtu itu bahwa ia akan membuka hatinya untuk Cyra."Al?"Alvon berkesiap. Kedua tangan nya ia keluarkan dari saku celana, kemudian menatap Cyra yang terlihat menggemaskan mengena
"Huek.. huek..""Huek.. huek.."Alvon membuka matanya ketika mendengar suara seseorang yang tengah muntah dari dalam kamar mandi. Melihat ke sebelah, Alvon lantas menyergit ketika tidak menemukan keberadaan Cyra.Lantas, apa mungkin yang ada di dalam kamar mandi itu adalah Cyra?Tanpa berfikir panjang, Alvon segera menyibak selimut dan berjalan cepat membuka pintu kamar mandi yang untungnya tidak di kunci dari dalam.Tatapan nya langsung tertuju pada sosok Cyra yang tengah membungkuk di depan wastafel. Rambut coklat sepunggung Cyra yang terurai terlihat menutupi sebagian wajahnya.Alvon pun melangkah mendekati Cyra, menarik pelan rambut Cyra ke belakang. Cyra yang terkejut pun segera menoleh. Ia menghela lega ternyata Alvon pelakunya."Alvon.." Ujar Cyra lirih."Tun
Keluarga kecil Williams terlihat tengah menikmati sarapan dengan tenang, yang terdengar hanyalah suara dentingan sendok yang beradu dengan piring.Hingga kemudian, Tian menyimpan sendok serta garpu dan beralih meminum segelas air sebelum akhirnya ia memfokuskan pandangannya pada Alvon dan Cyra."Alvon, Cyra?"Yang dipanggil segera mendongak, melempar tatapan tanya. Kemudian Tian merogoh saku celananya, mengambil sesuatu disana."Kunci?" Tanya Cyra kemudian.Tian memberikan kunci tersebut pada Alvon, dan Alvon menerimanya dengan alis yang saling bertautan."Itu kunci rumah baru kalian." Ujar Tian."Rumah baru?" Tanya Alvon dan Cyra bersamaan."Iya. Tadi nya papa akan memberikan kunci itu sebagai hadiah kelahiran cucu papa nanti. Tapi, setelah papa pikir-pikir itu kelamaan makanya papa kasih sekarang saja." Jelas Tian, diiringi seny