Share

Part 6 : Pencarian Tak Berujung

Martabak Setan

 

Part 6 : Pencarian Tak Berujung

 

Zilga terdiam dengan pikiran yang berkecamuk, belum selesai tiga masalah, kini akan datang lagi masalah baru yaitu Ulan yang akan menjadi target selanjutnya. Kakaknya Saskia dan Kak Dimas masih terbaring kritis di rumah sakit, dan Rafli yang menghilang. Ia tak tahu kesialan apa lagi yang akan menimpa temannya bertubuh semok itu, dihembuskannya napas letih dengan hati yang tak tenang. Cobaan di bulan ramadhan tahun ini sungguh membuatnya tak habis pikir, yang kata orang-orang para setan akan dirantai untuk tak mengganggu umat manusia tapi nyatanya Si Nenek setan malah meneror masyarakat kampungnya dengan takjil pembawa petaka, martabak setan.

 

“Zil, apa kita akan di sini sampai malam? Terus Rafli gimana? Apa yang akan gue bilang apa Mamanya jika nanya ke gue?” Hilda mengguncang bahu Zilga yang membuatnya segera tersadar dari lamunan.

 

“Hilda, ayo kita ke rumah Rafli sekarang biar gue yang menjelaskan tentang hilangnya dia kepada orangtuanya biar mereka lapor Polisi dan melakukan pencarian di hutan,” jawab Zilga dengan sambil menggandeng tangan Hilda lalu mengajaknya naik ke motor masing-masing.

 

Hilda tak menjawab lagi, ia akan menurut saja pada temannya yang kepo yang karenanya Rafli telah menghilang. Andai Zilga tak mengajak mereka ke hutan, pacarnya takkan hilang. Ia terus menyesali keusilan mereka kepada Nenek setan sang pembuat martabak pembawa petaka itu, hingga akhirnya mendapati kesialan ini.

 

Saat Adzan magrib berkumandang, Zilga dan Hilda masih dalam perjalanan ke rumah orangtua Rafli. Mereka tak perduli lagi akan puasa yang belum dibatalkan itu, yang ada di pikiran masing-masing hanyalah secepatnya mengabarkan berita hilangnya Rafli agar segera dilakukan pencarian walau tadi ia juga sudah melaporkan kepada RT setempat.

 

“Assalammualaikum,” ucap Zilga saat tiba di depan pintu rumah orangtua Rafli.

 

Hilda mencolek punggung Zilga dan menunjuk bel yang ada di atas kepala mereka. Zilga mengangguk dan segera menekan bel. Taklama kemudian, pintu itu terbuka dan munculkan pembantu rumah Rafli, Mbok Ijah.

 

“Non Hilda!” sapa sang pembantu itu kepada Hilda karena sudah mengenalnya karena Rafli sudah sering membawanya ke sini. “Den Rafli nggak ada di rumah, dia belum pulang dari sejak dari pergi sekolah.”

 

“Mbok, Mama Rafli ada, gak? Kami mau ketemu dengan Mama dan Papanya Rafli,” ujar Hilda dengan raut wajahnya yang cemas juga takut akan kenyataan yang akan mereka katakan kepada orangtua Rafli nanti.

 

“Masuk dulu deh, Non, Nyonya dan Tuan sedang berbuka puasa. Silakan duduk, saya akan panggilkan orangtuanya Den Rafli.” Mbok Ijah mempersilakan kedua tamunya masuk serta menyuruhnya untuk duduk di sofa.

 

Mbok Ijah masuk ke dalam dan memberitahuan kepada kedua orangtua Rafli tentang kedatangan Hilda dan seorang temannya.

 

Taklama kemudian, kedua orangtua Rafli sudah muncul di ruang tamu dan menatap cemas pacar putranya dan temannya itu.

 

“Ada apa, Hilda? Rafli mana? Tadi siang dia ada nelepon dan bilang akan pulang telat karena mau pergi sama kamu, jenguk teman kalian di rumah sakit,” cecernya Mama Rafli saat tiba di ruang tamu.

 

Hilda meremas jemarinya dengan jantung yang mulai berdebar tak karuan. Zilga melirik temannnya itu dengan menganggukkan kepala sebagai isyarat untuk tenang karena ia yang akan menyampaikan berita ini.

 

“Om, Tante ... perkenalkan ... saya Zilga, temannya Hilda dan temannya Rafli juga. Memang benar kalau tadi siang kami ke rumah sakit untuk menjenguk Kak Dimas yang sedang sakit, tapi .... “ Zilga menarik napas sejenak sebab kedua orangtua Rafli kini menatapnya, menunggu penjelasannya.

 

“Tapi apa, Zilga?” Mamanya Rafli terlihat tak sabar mendengar kelanjutan cerita dari teman dari anaknya itu.

 

Zilga mulai menceritakan kepergian mereka ke hutan, juga teror Nenek setan sang pembuat martabak setan.

 

“Apa?! Jadi Rafli hilang di hutan?!” jerit Mamanya Rafli histeris, ia mulai menangis.

 

“Maafkan kami, Tante .... “ Zilga menundukkan wajahnya.

 

“Cepat lapor Polisi, Pa!” perintah Mamanya Rafli kepada suaminya.

 

“Lapor Polisi itu kalau hilang sudah 24 jam, Ma. Papa akan hubungi teman-teman saja dulu untuk mencari ke lokasi hilangnya Rafli.” Papanya Rafli beranjak dari sofa ruang tamu dengan sambil memegang ponselnya.

 

Beberapa saat kemudian, Papanya Rafli juga beberapa orang temannnya sudah bersiap untuk pergi ke lokasi hutan, Zilga dan Hilda menunjukkan arahnya dengan memacu motornya paling depan.

 

***

 

Sesampainya di pinggir hutan, ternyata para warga Kampung Banjar sudah melakukan pencarian juga atas laporan Zilga tadi sore. Akan tetapi, belum ada tanda-tanda keberadaan Rafli, pacarnya Hilda.

 

“Hil, kita pulang dulu, yuk! Nanti Ibumu nyariin kamu, kalau aku sih ... Mamak masih setia di rumah sakit menunggui Kak Saskia,” ujar Zilga dengan menatap temannya yang tak hentinya menangis sejak dari tadi.

 

“Zil, bagaimana aku bisa pulang dengan tenang? Sementara Rafli, kesayanganku itu masih belum diketemukan rimbanya. Aku tak mau dia dijadikan tumbal oleh Si Nenek setan. Ingat, Zil, kalau sampai terjadi apa-apa dengan pacarku, maka kamu yang akan disalahkan karena kamu yang mengajak kami ke sini dan melakukan pengintaian berujung petaka begini. Jangan kelewat kepo, Zil, kalau hanya akan mendatangankan masalah!” ketus Hilda dengan emosi yang meluap-luap.

 

Zilga hanya terdiam dan tak bisa menjawab tuduhan Hilda sebab ia tahu keadaan temannya itu sedang labil. Padahal, ia melakukan semua ini hanya karena tak ingin semakin banyaknya korban berjatuhan atas martabak itu dan ia ingin menghentikan perbuatan Nek Ude Sobel sang pembuat martabak bersetan.

 

Bersambung .... 

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status