Martabak SetanPart 8 : Mimpi yang Terasa NyataKalau chat dari Fitri benar, maka Zilga tak mau tidur malam ini. Akan tetapi, dapatkah ia menahankan mata untuk tak tidur malam ini, dengan tubuh yang sudah sangat letih begini? Gadis berpiama itu jadi resah dan bimbang. Dihelanya napas panjang sambil memikirkan solusi dari masalah yang dihadapinya sekarang.“Abah, mungkin aku harus menelepon dia dan meminta bantuan sebab hanya Abah saja yang dapat menolongku di saat kritis begini.” Zilga membatin sambil memandangi nomor kontak sang Abah.“Telepon atau jangan, ya? Bagaimana kalau beliau sudah tidur? Aghh ... gimana ini? Setidaknya aku harus mencoba dulu.” Ia memutuskan dengan sambil menekan nomor ponsel Abahnya.Panggilan pertamanya terabaikan, ia mencoba lagi mel
Martabak SetanPart 9 : Hampir Mati“Agghh!!!” Zilga menjerit histeris, tak ingin nyawanya berakhir di tangan si nenek tapi ia benar-benar sudah tersudut saat ini.Saat pisau besar itu hendak mengenai kepalanya, Zilga langsung menunduk sehingga pisau sang nenek mengenai pohon besar itu dan menancap di sana.Zilga memegangi dada, napasnya terengah-engah dengan tubuh yang gemetar karena ketakutan. Sedangkan Sang Nenek setan menatapnya geram dan berusaha menarik pisau yang tertancap di pohon itu.“Ya Allah, hamba belum mau mati .... “ Zilga membatin dan bersiap untuk pergi dari hadapan sang nenek setan.“Hey, aku takkan melepaskanmu!” Sang Nenek menarik rambut panjang Zilga.“Agghh!!!” jerit Zilga kar
Martabak SetanPart 10 : Tak ada yang percayaSesampainya di rumah duka, Zilga langsung bergabung dengan pelayat lainnya yang kini sedang membaca buku yasin sembari mengelilingi jenazah yang ditutupi kain batik panjang itu. Gadis bergamis hitam itu mengeluarkan amplop yang sudah ia siapkan sejak dari rumah, sebagai bentuk bela sungkawa atas keluarga yang telah ditinggalkan.“Meninggalnya kenapa, Bu?” bisik Zilga kepada wanita paruh baya yang duduk di sebelahnya.“Terpeleset di kamar mandi, dan saat dilarikan ke rumah sakit, almarhumah sudah tak tertolong lagi,” jawab wanita paruh baya itu.“Kapan kejadianya, Bu?” tanya Zilga lagi.“Tadi subuh, Nak. Pas mau wudhu. Kasihan, anaknya masih kecil-kecil,” bisik Ibu itu
Martabak SetanPart 11 : Penolakan FitriZilga melangkah menuju motornya dan saat melirik rak penitipan martabak, takjil berdarah itu sudah ludes tak bersisa, padahal sekarang baru pukul 15.15. Ia benar-benar bingung dengan semua ini, Pak RT tak percaya dengan apa yang sudah ia katakan dan ia malah dianggap gendeng dan yang bikin dia makin jengkel, Pak RT malah menantang Nenek setan dengan memakan martabak itu.“Aku harus ke rumah Fitri,” gumamnya sambil naik ke motor dan menghembuskan napas berat.Zilga mulai memacu motornya menuju kediaman Fitri, temannya bertubuh ceking dan mengaku indigo itu. Ia tak bisa hanya tinggal diam saja, melihat warga kampungnya meninggal setiap hari. Ia harus bisa melawan nenek setan dan membuat nenek tua itu mendapatkan ganjaran atas apa yang telah diperbuatnya.&
Martabak SetanPart 12 : Jenazah Berlumur DarahZilga terus melangkah, hingga ke jalan setapak yang terletak di antara area pemakaman dan pinggir hutan, ia sedang membunturi Fitri.Akan tetapi, Fitri malah berbelok ke area pemakaman lalu duduk di depan sebuah nisan. Zilga menghentikan langkahnya dan bersembunyi di balik tembok kuburan dan mengamati apa yang dilakukan oleh temannya itu.Fitri terlihat komat-kamit membaca doa di atas makam itu, dan kemudian mengedarkan pandangan ke segala arah, ia seperti mengetahui ada sesorang yang sedang mengamati gerak-geriknya.Saat Zilga memalingkan pandangannya ke belakang, lalu menghadap ke arah Fitri lagi, gadis bertubuh kurus itu sudah tak ada lagi di dalam area pemakaman.Fitri yang saat itu sudah be
Martabak SetanPart 13 : Makam Pak RTSaat Nenek setan sudah menghilang dari pandangannya, barulah Zilga dapat menggerakkan leher juga tangannya. Ia menarik napas panjang, dengan jantung yang masih berdebar tak karuan.“Astaghfirullahal’adzim.” Zilga mengusap wajah dan naik ke atas motornya untuk menyusuri jalan setepak tadi, tempat nenek setan menyeret jenazah Pak RT.Ia melambatkan laju sepeda motornya, saat melihat sang nenek setan terlihat masuk ke hutan dengan masih menyeret tubuh tinggi tegap dalam balutan kain putih itu. Zilga bergidik ngeri, ia bimbang antara mengikuti sang nenek masuk ke hutan atau melaporkan hal ini kepada keluarga Pak RT.Setelah beberapa saat berpikir, Zilga memutuskan untuk membuntuti sang nenek setan terlebih dahulu dan mengetahui gubuknya, b
Martabak SetanPart 14 : Teror PocongZilga duduk di depan ruangan Kakaknya dirawat, sedang Sang Mamak pulang ke rumah untuk mengambil pakaian dan melihat keadaan rumah yang sudah lama ia tinggalkan. Gadis berpakain serba hitam itu menghela napas panjang, karena tadi malam ia tak bisa tidur dengan nyenyak karena diteror pocong Pak RT.“Agghh ... kenapa juga hantunya Pak RT mesti menerorku?” Zilga memegangi kepalanya.Kejadian di rumah Pak RT di saat semua orang tak mempercayai omongannya membuatnya kembali frustasi. Pas tadi malam ke makam saja, gundukan tanah kuburan itu juga masih utuh padahal ia yakin Nek Ude Sobel sudah membawa jenazah itu ke gubuknya.Sebuah pesan masuk ke ponsel Zilga, ada chat dari Hilda.[Zil, lo di mana? Gue mau kete
Martabak SetanPart 15 : Persyaratan“Oke, langsung saja, ya, gaes ... syarat yang pertama ... kalian berdua harus memotong satu jari kalian untuk dijadikan tumbal untuk nenek setan agar ia tak bisa membunuh kita lagi, syarat yang kedua ... selama di sana kalian tak boleh menyebut nama tuhan kalian dan syarat yang ketiga, kalian akan menjadi budak gue selamanya dan guelah ratu kalian. Ratu Fitri yang sekaligus akan menjadi tuan kalian!” ucap Fitri dengan nada sinis dan tampang jutek.Zilga dan Hilda saling tatap dengan mata yang melotot kaget akan syarat akan beberapa syarat yang dipinta oleh Fitri. Keduanya menggeleng ngeri dan merasa syarat dari Fitri sungguh tak masuk di akal dan membuat kepala mereka berdenyut memikirkannya.“Gila kamu, Fit! Ketiga syaratmu itu sungguh gila!” Zilga bangkit dari sofa dan m