Share

Kegeeran?

Penulis: Selia p
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-22 14:25:00

Hari-hari setelah kejadian itu, Rani mulai merasa ada yang aneh. Perasaan malu yang selalu datang setiap kali Pak Ardi nyapa, ternyata mulai berubah jadi perasaan lain yang lebih... aneh lagi. Gak bisa dipungkiri, perhatian Pak Ardi bikin dia merasa lebih dihargai, dan sedikit-sedikit mulai muncul perasaan geer yang makin susah dihindari. “Apa dia beneran peduli sama gue, sih?” pikir Rani, sambil nyelipin buku di tasnya.

Tapi perasaan geer itu makin kuat waktu dia liat Pak Ardi lagi ngajar dengan cara yang beda. Biasanya, Pak Ardi santai aja dan langsung masuk ke materi, tapi kali ini dia lebih banyak berhentiin kelas dan ngajak ngobrol satu per satu. Tentu saja, yang paling sering dia ajak ngobrol ya Rani.

“Rani, lo udah ada ide buat tugas analisis puisi selanjutnya?” tanya Pak Ardi, sambil ngasih tatapan serius yang nggak biasa dia tunjukin ke mahasiswa lain.

Rani yang tadinya nyantai, langsung merinding. “I-itu, Pak... gue udah mulai ngerjain, cuma... agak bingung soal tema puisi yang lo kasih.”

Pak Ardi langsung nyengir. “Nggak masalah, gue pasti bisa bantu. Lo butuh bantuan?”

Rani yang rasanya gak bisa mikir jernih cuma bisa bengong. “Gue... gue nggak ngerti, Pak. Kenapa lo perhatianin gue terus?”

Pak Ardi cuma tersenyum santai, “Karena lo punya cara yang unik buat ngerjain tugas, Rani. Gue yakin lo bisa lebih dari itu.”

Dan saat itu, Rani ngerasa banget kalau dia udah mulai terbawa perasaan. Perhatian Pak Ardi, kata-katanya yang bikin deg-degan, semua itu mulai masuk ke dalam pikirannya. “Apa gue mulai geer, ya? Apa Pak Ardi emang bener-bener suka perhatianin gue?” pikirnya dengan hati yang berdebar.

Setelah pelajaran selesai, Pak Ardi lagi-lagi nyamperin meja Rani. “Rani, lo mau gue bantuin untuk tugasnya? Atau lo mau ngerjain sendiri?”

Rani yang lagi-lagi merasa mata kelas tertuju ke dia, cuma bisa jawab, “I-Iya, Pak. Gue butuh bantuan sedikit, kalau nggak keberatan.”

Pak Ardi malah nyengir lebar. “Nggak masalah, lo tinggal dateng aja ke ruang dosen. Gue bantuin kalo lo butuh.”

Rani yang udah semakin geer, mikir, “Wah, ini sih udah bukan soal tugas lagi. Ini udah mulai bikin gue mikir macam-macam.”

Sampai di luar kelas, Cinta langsung nyamperin dengan ekspresi yang gak bisa disembunyikan. “Wah, lo mulai deh tuh, geer! Pak Ardi tuh perhatian banget sama lo. Lo nggak merasa kayak diperhatiin banget gitu?”

Rani cuma bisa cemberut. “Iya, Cin, tapi gue nggak ngerti. Gue tuh cuma nanya soal tugas, kok. Kenapa jadi segininya?”

Cinta nyengir. “Rani, lo emang nggak ngerti ya? Dia itu perhatian banget, loh. Lo tuh bukan cuma mahasiswa biasa di mata Pak Ardi. Jangan pura-pura nggak ngerti, deh!”

Rani cuma geleng-geleng kepala. “Lo tuh nggak ngerti. Gue masih bingung banget.”

Dika yang udah denger percakapan itu dari jauh, langsung nyeletuk. “Rani, lo jangan terlalu denial deh. Pak Ardi tuh jelas ngerasa ada sesuatu lebih sama lo.”

Rani, yang makin malu, langsung nunduk. “Gue nggak siap sama semua ini. Gue cuma mau tugas gue beres!”

Cinta langsung nambahin, “Tapi, Rani, coba deh pikirin. Lo suka nggak sama cara Pak Ardi perhatianin lo?”

Rani cuma diem sejenak, berpikir. Jujur, meskipun dia gak mau ngakuin, ada bagian dari dirinya yang mulai suka dengan perhatian Pak Ardi. Setiap kali dia merasa canggung atau gak tahu harus gimana, Pak Ardi selalu ada untuk ngejelasin, dan itu bikin Rani makin terjebak dalam perasaan yang sulit dia pahami.

"Jangan-jangan... gue geer, ya?" Rani mikir dalam hati, tapi dia nggak bisa berhenti senyum kecil, meskipun itu membuat dia makin bingung.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mas Dosen, I Love You   Kehilangan dan Kesendirian

    Malam itu, Rani duduk di meja belajarnya, menatap layar ponselnya yang menampilkan pesan dari Pak Ardi. Tapi dia tidak merasa ingin membalasnya. Rasanya, hati Rani sedang dipenuhi kebingungan dan kecemasan yang begitu besar, hingga membuatnya tak mampu mengumpulkan kekuatan untuk sekadar mengetik beberapa kata.Di layar ponselnya, pesan Pak Ardi itu tersisa tidak terbaca:"Rani, gimana skripsinya? Kalau ada yang mau dibahas, langsung hubungi saya aja, ya. Jangan sungkan."Tapi Rani tidak membalas. Tidak ada energi untuk itu. Sebab, ada satu masalah besar yang membuat semua perhatiannya teralihkan dari skripsi ke kosan.Pagi tadi, dia baru saja menerima pesan dari pemilik kosan yang memberi tahu kalau dia belum melunasi pembayaran sewa bulan ini. Uang yang harus dia bayar untuk bulan ini lebih dari yang dia perkirakan. Kosan kecilnya di pinggir kota itu memang murah, tapi sekarang setelah beberapa bulan ini uang yang dia punya benar-benar menipis.

  • Mas Dosen, I Love You   Tenang

    Seminggu berlalu sejak bimbingan terakhir di rumah Pak Ardi. Hidup Rani terasa jauh lebih teratur dari biasanya. Revisi skripsinya berjalan lancar, tugas-tugas kuliah lain sudah selesai, dan dia bahkan berhasil tidur cukup tanpa begadang nonton drama Korea. Untuk pertama kalinya, Rani merasa seperti mahasiswi ideal yang punya hidup terencana.Setiap pagi, dia bangun tepat waktu, berangkat ke kampus tanpa terlambat, dan menyempatkan sarapan di kantin bersama Cinta dan Dika.“Hidup lo kenapa rapi banget belakangan ini? Lagi ikut retret, nih?” goda Cinta sambil menyuap nasi goreng.“Lagi tenang aja, Cin,” jawab Rani sambil tersenyum santai. “Nggak ada tugas numpuk, nggak ada drama… rasanya kayak hidup baru.”“Tumben nggak ada yang ngeluh soal skripsi,” komentar Dika sambil memutar gelas tehnya.Rani mengangguk mantap. “Soalnya progress-nya lancar, Di. Pak Ardi bantu banget, ternyata dia nggak se-ngeselin yang gue pikir sebelumnya.”

  • Mas Dosen, I Love You   Semakin Dekat

    Keesokan harinya, Rani kembali ke kampus dengan perasaan campur aduk. Pengalaman bimbingan di rumah Pak Ardi kemarin masih membekas di pikirannya. Tapi dia berusaha keras untuk fokus. Skripsinya masih jauh dari selesai, dan dia nggak mau bikin masalah lagi dengan dosen pembimbingnya itu.Saat jam makan siang, dia berjalan menuju ruang dosen dengan naskah revisi di tangannya. Namun, begitu tiba di depan pintu, dia malah berhenti dan menarik napas panjang.“Udah sampai sini, masa balik lagi? Jangan bego, Ran,” gumamnya pada diri sendiri.Setelah mengetuk pintu, suara tegas Pak Ardi terdengar. “Masuk.”Rani membuka pintu dengan hati-hati. Pak Ardi sedang duduk di meja kerjanya, mengenakan kemeja biru muda yang digulung sampai siku. Matanya langsung tertuju ke arah Rani.“Rani, duduk. Ada yang mau didiskusikan?” tanyanya dengan nada santai.Rani mengangguk pelan dan menyerahkan dokumen revisinya. “Ini, Pak, revisi yang Bapak minta ke

  • Mas Dosen, I Love You   Bimbingan Skripsi Rasa Keluarga

    Hari itu, suasana kampus terasa lebih ramai dari biasanya. Tapi buat Rani, dunia sedang terasa seperti film slow-motion. Ada rasa campur aduk yang sulit dijelaskan. Bukan karena skripsinya, tapi karena dia baru saja mendapat pesan dari Pak Ardi:> "Rani, hari ini kita lanjutkan bimbingan di rumah saya. Anak saya sedang kurang enak badan, jadi saya nggak bisa tinggal lama di kampus."Mata Rani langsung membelalak saat membaca pesan itu. Bimbingan… di rumah Pak Ardi?! Ini pertama kalinya dia diminta datang ke rumah dosennya. Meskipun konteksnya profesional, tapi tetap saja, rasanya bikin deg-degan.Cinta, yang duduk di sebelahnya, langsung heboh saat Rani menceritakan rencana itu.“Lo serius? Bimbingan di rumah Pak Ardi? Ran, ini kesempatan emas buat lo. Jangan lupa observasi detail rumahnya. Gue pengen tahu semuanya. Warna sofa, jenis lampu, bahkan koleksi majalahnya!”“Cii, gue bimbingan, bukan jadi agen rahasia!” balas Rani sambil mengusap wa

  • Mas Dosen, I Love You   Misi Balas Budi Yang Berantakan

    Setelah kejadian di ruangan Pak Ardi, Rani merasa dia harus melakukan sesuatu untuk menebus rasa bersalahnya. Dia nggak mau terlihat seperti mahasiswi ceroboh yang cuma bisa bikin masalah. Maka, dia memutuskan untuk mengambil langkah besar: bantuin Pak Ardi mengurus dokumen-dokumen di ruangannya.Rani sengaja datang lebih awal ke kampus keesokan harinya. Dia membawa sekantong kecil kue yang dia beli di perjalanan—niatnya buat mencairkan suasana. Saat sampai di ruangan Pak Ardi, dia mengetuk pintu dengan hati-hati.“Masuk,” terdengar suara tegas dari dalam.Rani membuka pintu pelan. Pak Ardi tampak sibuk dengan tumpukan berkas di meja. Saat melihat Rani, dia sedikit mengangkat alis. “Ada apa, Rani?”“E-eh, ini, Pak. Saya cuma mau bantu beresin dokumen. Dan ini, saya bawa kue buat Bapak…” Rani meletakkan kantong kue di meja dengan sedikit gugup.Pak Ardi menatap kantong itu sebentar sebelum akhirnya tersenyum kecil. “Terima kasih, Rani. Tapi kamu nggak perlu repot-repot.”“Nggak apa-apa

  • Mas Dosen, I Love You   Hilang

    Keesokan harinya, gosip di kampus belum mereda. Bahkan, ada tambahan bumbu baru: “Pak Ardi dan Rani terlihat mesra di perpustakaan.” Itu semua berkat ulah Rina, yang entah bagaimana selalu tahu segala kejadian di kampus dan menyebarkannya lebih cepat dari media sosial.Di kelas pagi itu, Rani datang dengan wajah kusut. Dia langsung duduk di pojokan, mencoba nggak menarik perhatian. Tapi tentu aja, keberadaan Cinta dan Dika bikin rencana itu gagal total.“Ran, gue nggak ngerti kenapa lo nggak sekalian aja bikin vlog hubungan lo sama Pak Ardi. Pasti views-nya tembus satu juta!” celetuk Dika sambil nyengir lebar.Rani menatapnya tajam. “Dik, kalau lo ngomong kayak gitu lagi, gue sumpahin lo nggak lulus semester ini!”Cinta, yang duduk di sebelahnya, ikut nimbrung. “Tapi serius, Ran. Gue kemarin denger dari anak jurusan lain, mereka bener-bener percaya kalau lo dan Pak Ardi punya hubungan spesial. Gue sih nggak nyalahin mereka. Chemistry kalian tuh—”“CI!” potong Rani dengan suara setenga

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status