POV Ridwan
***
Aku diam-diam memperhatikan Rosi yang sedang tercenung ketika aku sudah bercerita tentang Vina. Aku tahu dalam hatinya pasti galau, mendengar aku telah lama kenal Vina. Malah lebih lama dari Joana.
Harus ku akui Vina memang cinta pertamaku dulu, sejak jaman cinta monyet lalu menjadi cinta Gorilla, di bangku kuliah.
Dulu memang aku sempat mencintainya. Namanya juga orang pacaran. Namun, cinta juga bisa berubah jika memang keadaannya harus berubah dan harus dilupakan.
Aku adalah tipe lelaki setia. Dalam hal ini aku yang malah sering ditinggalkan wanita, bukan aku yang meninggalkan.
Buktinya dengan Vina yang telah berpacaran bertahun-tahun, bisa kandas dan aku ditinggalkan. Pun dengan Joana, sudah menik
Mas Duda"Kamu yakin. Rosi?" tanya Ridwan. "Dulu di perjanjian pra-nikah, kamu tidak bisa berhenti bekerja karena punya tanggungan Ibumu. Sekarang kalau berhenti bekerja, biar aku yang akan membantu Ibu."Aku menatap suamiku dengan hati penuh syukur. Dia memang pria yang sangat baik dan pengertian. Dia juga teguh memegang janjinya untuk patuh pada perjanjian pra-nikah ku dulu.Kenapa aku harus kuatir punya imam yang baik seperti itu? Bahkan bersedia membantu Ibuku tanpa syarat dan aku minta."Aku yakin, Mas ...." ucapku mantap. "Aku akan punya usaha di rumah saja. Sama aja kan menghasilkan?"Ridwan tersenyum mendengar ucapanku. "Tentu ... Kalau butuh modal, aku akan bantu ..." tawarnya manis."Gak usah, Mas. Aku punya tabungan." Aku balas tersenyum."Sekarang kita pulang dulu saja, kasihan bayi Robi juga si kembar.""Baiklah ..." Akhirnya aku pun menurut. Aku memang lelah. L
Ridwan ternyata sudah ada di kantorku. Dia lebih dulu tahu bayi kembar hilang dan bergegas menjemput ke kantor. "Bagaimana bisa begini, Kajol?" tanya Ridwan cemas begitu sampai rumah. "Maafkan saya, Tuan. Tadi ada Nona Vina yang kemarin ke sini. Tadinya dia baik dan tidak macam-macam. Dia minta minum ke saya. Alya, sedang tidur di kamarnya. Ketika saya balik, Nina Vina tak ada dan aku lihat Alya juga tidak ada di kamarnya. Hanya ada Robi," tutur Kajol yang terlihat panik. "Ma-maafkan saya, Tuan, Nyonyah ..." Kajol terlihat sedih dan ketakutan. Ridwan dan aku jadi tak tega memarahinya. Toh, dia juga tak menyangka bakal kejadian seperti ini. "Ayo, kita ke rumah Vina!" ajak Ridwan tanpa buang waktu lagi berlari ke mobilnya. "Kajol titip anak-anak dan jaga rumah!" pesanku pada Kajol sebelum berlari menyusul Ridwan dengan perasaan tak karuan. Sungguh, aku tak menyangka Vina yang kemarin memint
Tak terasa 4 bulan terlewati. Bayi kembarku semakin besar. Mulai berguling bahkan bergerak dan merangkak. Yang kerepotan pasti si Kajol. Dia sering berteriak sendiri mengagetkan semua orang di rumah. "Nyonyah ... Alya merangkak ke dapur!" pekiknya mengagetkan. Si kembar kakaknya yang empat, mendengar teriakan itu, langsung berlarian ke arah dapur dan menggendong, membawa adiknya ke ruangan tengah tempat bersantai. Ridwan hanya tertawa kecil sambil menggeleng melihat tingkah si kembar empat, kakaknya yang mengasuh adik-adik bayinya. Mereka, si kembar empat, Zidan, Ziyan, Jihan dan Jane beranjak besar. Tingkah mereka juga sekarang sedikit disiplin. Bisa disuruh menjaga adik bayinya yang kembar. Aku sering lucu melihat tingkah mereka dan merasakan kebahagiaan yang luar biasa bertambah di rumah ini. ** Namun yang namanya hidup, ada pasang surut. Ada bahagia juga
"Hallo, Sayang." Joana menyapa si kembar yang berjalan mendekat. Satu persatu diciumi pipinya. "Mama kenalin pada calon Papa baru kalian. Ini orangnya." Joana mengenalkan calon suaminya yang bernama Randi. Si kembar tidak rewel, mereka satu per satu mencium tangan calon papanya itu. Ridwan nampak tersenyum lega. Aku juga sama ikut lega. Badai masalah yang sering dibuat oleh Joana selama ini, mulai tenang dan berakhir. Joana telah sadar dan menemukan pasangan hidupnya kembali. Semoga Joana juga bisa menemukan ketenangan hidup, sehingga tidak membuat masalah lagi nanti. "Mas dan Rosi, aku pamit, ya. Sebentar lagi kami menikah dan berangkat ke luar negeri. Mas Randi punya bisnis di Singapore. Mungkin lama di sana. Titip si kembar, ya," ucap Joana ketika sudah kenyang bercengkrama dengan si kembar. "Aku berjanji akan hidup lebih baik lagi dan meraih kebahagiaan seperti kalian."Joana menyunggingkan senyum manis yang s
Mobil sampai depan rumah, Ridwan buru-,buru turun dan berlari ke dalam rumah. Aku yang pegang setir bingung melihat tingkahnya. Ada apa lagi dengan si Cinta? Pelan aku pun turun dari mobil, berjalan memasuki rumah, mencari keberadaan Ridwan. Huwek ..! Huwek..! Terdengar bunyi orang muntah dari arah kamar mandi. Astaga! Aku menggosok hidung yang tak gatal. Ridwan kembali muntah-muntah! Lama-lama kasihan juga. Kenapa yang hamil aku, malah Ridwan yang payahnya? Aku tunggu Ridwan selesai muntahnya, sambil menyiapkan teh manis hangat, biar tubuh Ridwan nanti bisa segeran. "Nyonyah, Tuan Ridwan kenapa, huwek..huwek, mulu?" tanya Kajol yang sama ikut keheranan melihat keadaan Ridwan. "Lagi ngidam, Kajol." sahutku. "Apa? Emang bisa Tuan Ridwan hamil?" Kajol melongo. "Yang hamil aku, Kajol. yang ngidamnya Tuan Ridwan." "Oo.." Kajol manggut-manggut sambil mulutny
**"Ridwan berjalan menghampiri Arian di mejanya. Aku berusaha menjejeri langkahnya. "Mas, tolong jangan emosi," bisikku di telinga Ridwan, karena terlihat wajah Ridwan mengeras, seperti tersulut emosi. Ridwan tak menjawab. Dia semakin mendekat ke arah Arian. Arian sendiri wajahnya pucat. Mungkin dia tak menyangka bakal bertemu lagi dengan orang yang telah jadi korban ayahnya "Aku pinjam dulu lelaki ini, ya." ucap Ridwan pada Sida dan Ruri yang nampak melongo melihat Ridwan, lalu mereka beralih menatapku dengan bingung. Aku memberi isyarat pada keduanya supaya mengangguk. Tanpa dikomando duo absurd itu mengangguk bersamaan, persis boneka yang disetel manggut-manggut di mobil. "Kamu masih ingat aku, kan?" tanya Ridwan langsung pada Arian yang sedang terpaku menatapnya. "I-iya .." sahutnya gugup.Matanya terlihat gelisah. "Ini suamiku..." Aku langsung ikut bicara yang ditujukan pada Arian