Share

Bab 2

Author: Sherra Bee
last update Last Updated: 2023-01-28 00:20:32

Kalau saja Arhan tidak ingat bagaimana mereka bisa menikah sampai mempunyai Elio. Mungkin ia akan marah dan merasa tak dihargai. Terus-menerus dicurigai tentu membuatnya lelah juga pada akhirnya.

Pertemuan mereka murni karena perjodohan, tidak saling mengenal satu sama lain sebelumnya. Mungkin itu yang jadi penyebab segala overthinking Namira menurut Arhan.

Meski ini sudah masuk tahun ke-2 pernikahan mereka, tak bisa dipungkiri banyak hal yang masih mereka simpan rapat-rapat. Terlebih masalah hati yang tidak mereka tahu kepastiannya.

Apakah mereka saling mencintai atau justru hanya berpura-pura?

Namira menutup matanya sebentar, mencoba menenangkan pikiran yang selalu berperang tentang banyak spekulasi tentang sang suami.

Selama ini Arhan memang tak pernah melakukan hal yang fatal, ini hanya pikirannya saja yang tak bisa dikendalikan.

Memiliki wajah tampan dengan tubuh yang atletis, wanita mana yang tak akan melirik. Pun dengan Arhan, apakah ia akan menyia-nyiakan wajah tampannya begitu saja? Namira rasa tidak.

Setidaknya di masa lalu pasti ada seseorang yang sangat Arhan cintai. Entah cinta itu melebur bersamaan kandasnya hubungan mereka atau justru semakin menggebu kala rindu menyerbu.

Namira tidak mengetahui sampai sejauh itu. Ia tidak tahu ada berapa mantan Arhan. Berapa banyak teman wanitanya.

"Tolong ... jangan kayak gini, Mir." Namira beberapa kali memukul kepalanya, berharap semua overthinkingnya ikut terhempas.

Dengan satu kalimat 'kalau kamu mau ke kantor, agak siangan, ya,' sudah sangat membuat Namira berpikir banyak. Kemungkinan mana yang paling benar.

Apakah ada sesuatu yang tak boleh Namira lihat atau ketahui, sampai menyuruhnya untuk tidak tepat waktu atau mencegahnya datang sebelum makan siang?

Semua pemikiran tentang segala kemungkinan itu membuatnya ragu untuk pergi, tapi di lain sisi penasaran.

Namira mendongakkan kepala menatap langit-langit rumah ruang tamu dengan menyandarkan punggung pada sandaran sofa sekaligus menemani Elio yang tengah asik bermain.

"El, menurut kamu Mama pergi jangan?" Namira beralih menatap Elio yang tak menggubris ucapannya.

"Gak usah aja apa, ya? Kita makan di sini aja berdua sesekali."

Wanita yang penampilannya sudah rapi itu terus berceloteh tanpa peduli Elio paham atau tidak akan ucapannya. Di saat-saat seperti ini rasanya Namira butuh teman mengobrol, yang bisa bertukar pikiran, berbagi pengalaman atau memberinya solusi. Ia ingin sesekali mencurahkan segala isi hatinya, tapi pada siapa.

---

Langkah Namira cukup tergesa membawa kotak bekal di genggaman. Padahal kedatangannya tepat waktu seperti hari-hari sebelumnya, yang membedakan hanya tidak ada si kecil Elio di gendongan atau stroller yang biasa ia dorong.

Suasana hatinya benar-benar buruk, kecurigaan-nya meningkat.

Selama ini bagaimanapun kondisi Arhan ketika bekerja, entah sibuk atau senggang. Entah dalam keadaan sulit dihubungi atau tidak. Arhan tak pernah melarang atau menyuruhnya di luar kebiasaan.

Maka dari itu pernyataan Arhan pagi ini sangat mengganggunya.

Namira patuh, sesuai keinginan Arhan yang ingin menitipkan Elio kepada Ibunya. Hanya saja untuk alasan yang berbeda.

Dengan perasaan tak nyaman, gagang pintu ditekan ke bawah. Mendorong tanpa permisi. Memastikan tanpa bertanya.

Matanya menangkap pemandangan tubuh condong menatap layar komputer, payudara sejajar wajah tampan sang suami. Wanita itu sedikit membungkuk, dan tak ada aksi protes atau wajah tak nyaman yang Arhan tunjukkan.

Seketika napasnya memburu, dada sesak, Namira kesulitan mengatur keluar masuknya oksigen lewat hidung.

Ketika sebelumnya pintu dibuka perlahan, dengan penuh emosi pintu itu dibanting tertutup sejalan turunnya air mata membasahi pipi.

Terbukti sudah segala pemikirannya selama ini, tak ada yang bisa disangkal lagi. Kecurigaan-nya tepat.

---

Selama hampir 2 tahun, apakah ini akhir dari kisah pernikahan akibat perjodohan? Apakah akhirnya pasti selalu buruk? Lalu bagaimana ia harus memberi sikap? Elio?

Segala pertanyaan muncul memenuhi kepala. Langkah gontai tak tahu arah. Kotak bekal yang sejak tadi menemani masih digenggam erat oleh tangannya.

Namira memasuki mobil. Kotak bekal itu ia lempar sembarang ke bagian belakang. Tak ada artinya lagi. Tak peduli jika isinya berantakan.

Kepalanya ia benturkan ke atas setir, teriakan dan tangis bersahutan. Perasaannya tak karuan, semuanya bercampur berantakan.

Ponsel berdering nyaring di dalam tas, wanita itu tak menggubris, tak peduli siapa yang menghubungi-nya. Kalaupun memang itu Arhan, biarkan ia menunggu, mencari sampai kelabakan.

Laju mobilnya cukup kencang setelah meninggalkan gedung perusahaan. Tujuannya bukan rumah Ibu mertua, tapi sebuah danau yang lengang tak banyak pengunjung.

Hamparan hijau dedaunan dan rerumputan, serta tenangnya air yang terhampar, sedikit banyak mengobati hati yang bergemuruh diselimuti amarah serta kepala yang mengepul akibat ingatan kejadian beberapa saat lalu yang terus berputar.

“Apa yang harus aku lakukan sekarang, Mas?” gumam Namira menatap lurus.

Namira hirup udara sebanyak mungkin untuk kembali menetralkan laju pernapasan yang sempat tersendat sebelumnya. Berulang kali hingga napasnya kembali teratur seraya menutup mata.

Tepukan di bahu melebarkan bola mata Namira, ia lantas menoleh. Seketika tubuhnya kaku, tatapan terpaku.

“Namira? Lagi apa di sini?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 149

    Perjalanan pulang mereka setelah menyelesaikan urusan dengan Pak Ato ditemani dengan kerutan di wajah Namira yang sejak tadi mencoba mengingat sesuatu yang rasanya ada yang kurang.Keluhan tak hentinya Arhan dapatkan dari sang istri yang meminta membantunya untuk mengingat. Bagaimana mungkin ia tahu apa yang dimaksudkan oleh Namira, sementara wanita itu saja tidak tahu apa yang tengah dicarinya.Arhan mulai frustrasi menghadapi wanita di sampingnya. “Coba jelasin tentang apa?” tanyanya seraya fokus pada kemudi dan jalanan yang cukup padat.“Tentang masalah kita ini. Kayak masih ada sesuatu yang harus kita selesaian, Mas.”“Apa? Semuanya udah kita tangani, Sayang. Iyan, Raya, Pak Ato, nggak ada lagi yang perlu dicemaskan. Fokus kita sekarang cuman rumah Papa sama Mama. Paling tinggal mikirin siapa yang bakal ngurusin kontrakan setelah Pak Ato berhenti.”Namira menggeleng pelan seraya masih berusaha mengingatnya dengan hati-hati. “Kalau masalah rumah sama kontrakan itu udah aku pikirin

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 148

    Hanya tinggal satu masalah lagi yang harus mereka selesaikan. Setelah beristirahat sebentar, Arhan dan Namira segera pergi ke rumah Pak Ato. Mereka berharap kali ini laki-laki paruh baya itu ada di tempat supaya dalam satu waktu semuanya tuntas.Mereka hanya pergi berdua. Elio dititipkan pada Bi Ida dan Pak Marwan di villa. Sepertinya akan membutuhkan waktu beberapa hari untuk mengembalikan rumah orang tua Namira kembali tampak bersih lagi dan layak huni. Jadi mereka semua akan tinggal di villa untuk sementara.Sebelum mereka memutuskan pergi menemui Pak Ato. Namira beserta Arhan sudah berbicara dengan Bima mengenai solusi dari masalah yang terjadi. Keputusan akhirnya sesuai kesepakatan bersama.Setelah menempuh jarak yang tidak begitu jauh, akhirnya mereka sampai di satu rumah dengan halaman tidak terlalu besar. Keduanya masuk dengan penuh harap. Arhan maupun Namira sengaja tidak menghubungi Pak Ato terlebih dahulu bahwa ada yang perlu dibicarakan secara langsung diantara mereka. Awa

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 147

    Entah pada kata yang mana, hati Iyan melembut sejenak mendengar permintaan maaf dari Raya. Namun tak lama ia kembali mengamuk. Dalam kesadarannya mendadak tak terima jika ia mengampuni wanita itu dengan mudah. Padahal ini sudah berlangsung bertahun-tahun.Iyan berteriak. Menepis tangan Arhan yang mencoba menahan untuk tak kembali menerjang Raya. Laki-laki itu berlalu pergi keluar sampai membuat Namira melongo dan meminta suaminya untuk mengejar sebab masalah mereka belum selesai. Rencana ini harus tetap berjalan bagaimana pun caranya.Saat Namira tengah meminta suaminya untuk melakukan sesuatu, Iyan kembali masuk dengan cara berjalan mundur. Di depannya ada dua orang bertubuh kekar yang menghadang langkah laki-laki itu yang akan meninggalkan villa.“Apa maksudnya ini?” tanya Iyan pada Arhan yang menyunggingkan senyum. Kini tubuhnya sudah sepenuhnya berbalik dan dua orang tak dikenal itu berdiri di belakangnya.Arhan memasukkan dua tangannya pada saku celana. “Siapa yang izinin kamu pe

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 146

    Iyan refleks berdiri. Ia menghadang Arhan yang berjalan mendekat ke arah mereka seorang diri. Laki-laki itu tahu alasan Namira kabur karena sang suami yang berselingkuh sehingga membuat wanita itu memilih pergi. Ia mencoba melindungi mantan kekasihnya dari suaminya, takut-takut akan menarik pulang dengan paksa apalagi melihat tengah bersama dengan dirinya.Mata kedua laki-laki itu bertemu, saling memandang dengan tatapan sengit penuh pertarungan lewat sorot yang tajam. Langkah Arhan begitu tegas, tapi tak membuat Iyan ciut hanya karena hal itu. Laki-laki itu justru semakin mengepalkan tangan yang terentang, menyembunyikan Namira beserta anaknya di balik punggung. “Kamu diem di situ aja. Biar aku yang hadapi dia.”Andai Namira tengah berada dalam huru-hara rumah tangga yang sebenarnya atau kejadian saat ini sesuai dengan yang Iyan pikirkan, sudah pasti ia terbuai dengan apa yang mantan kekasihnya itu lakukan.Sikap Iyan benar-benar mencerminkan seorang laki-laki pelindung, yang kebanya

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 145

    Karena tiba-tiba ada rencana yang harus dirubah sebab keberadaan Iyan yang tak di sangka-sangka ternyata ada di hotel yang sama dengan Namira. Wanita itu dengan spontan menjalankan rencana di luar yang sudah disepakati.Namira pikir, mengoptimalkan rencana untuk menggaet Iyan tanpa meninggalkan curiga adalah usaha untuk membuat laki-laki itu tetap ada dalam jangkauannya. Itu sebabnya ia meminta tolong pada sang mantan kekasih untuk mengantar dirinya ke villa.Semula Namira merasa bangga akan hal itu, tapi ternyata malah menjadi boomerang untuknya sampai semalaman terpikirkan beberapa kemungkinan buruk yang akan menimpa dirinya dan sang anak.Beruntung semalam Pak Marwan sudah mendapatkan kunci dari sang pemilik villa, jadi pagi ini Namira tinggal menempatinya saja tanpa dicurigai oleh Iyan.Sesampainya mereka di villa. Iyan dengan sigap membantu menurunkan barang-barang milik Namira. Dua tas jinjing di kedua tangannya bukanlah sesuatu yang merepotkan, beratnya saja tak terasa menurut

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 144

    Akhirnya mereka sampai pada hari di mana akan membungkam dan membuat Iyan dan Raya tak bisa berkutik lagi. Namira berharap semuanya berjalan lancar hari ini supaya bisa fokus pada hal lain yang tak kalah penting.Karena nyatanya masalah yang menimpa rumah tangganya bisa berpengaruh besar ke segala hal dalam hidup mereka, tak terkecuali dampak utamanya adalah hubungannya dengan Arhan.Berbicara tentang hari ini, semalam Namira sudah memberitahu Arhan semuanya mengenai pertemuan tak sengajanya dengan Iyan. Memang ia tak tahu apa yang sebenarnya mantan kekasihnya itu lakukan di Bandung.Namun mengingat laki-laki itu memang asli orang Bandung dan orang tuanya yang baru ia ketahui ternyata Pak Ato juga ada di kota yang sama dengannya saat ini. Jadi tidak menutup kemungkinan kalau salah satunya urusan Iyan adalah mengunjungi ayahnya.Jika diperkenankan untuk berpikir lebih luas lagi. Sebenarnya ada yang mengganggu pikiran Namira tentang keberadaan Iyan yang katanya baru sampai kemarin. Apa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status