Share

Bab 9

Auteur: Sherra Bee
last update Dernière mise à jour: 2024-06-09 00:12:01

Suara Namira terdengar ceria meski mata berlinang.

Ekspresi-nya bukan sedih karena kehilangan Elio yang kini sudah ditemukan. Tapi bahagia sebab pertemuan langka yang sedang terjadi.

Segala rasa menumpuk dalam diri Namira saat ini. Terlebih rasa rindu yang tak bisa digambarkan lewat kata-kata. Hatinya penuh membuncah memancarkan kebahagiaan.

Namira peluk tubuh tegap itu, menyalurkan kerinduan setelah bayi diserahkan pada Arhan. Air mata mengalir deras, bahkan suaranya pun tak bisa disamarkan.

Orang di sekitar yang menyaksikan ikut menyeka ujung mata. Pertemuan haru antara kakak-adik yang memang jarang dilakukan sebab jarak yang membentang.

Cukup lama pelukan itu berlangsung. Tak banyak kata yang keluar, keduanya sibuk menyalurkan lewat usapan lembut di punggung yang bergetar.

“Kakak Sehat?” Namira tatap mata indah Bima. Menyelami-nya begitu dalam. Menyampaikan rasa yang tak bisa ia keluarkan.

Bima usap lembut pipi Namira dengan kedua ibu jari. Menghapus jejak air mata. “Alhamdulillah sehat. Kamu sendiri kenapa bisa sampai sakit?”

“Biasa karena kecapekan aja, Kak.”

Wanita yang belum disapa memiringkan kepala, mencoba menarik perhatian Namira yang sudah selesai dengan Bima.

Tangannya merentang, menyambut Namira ke dalam pelukan. Kembali usapan lembut di punggung ia dapatkan.

“Kak Vita gimana? Sehat juga, kan, selama ini?”

“Kamu nggak perlu khawatir sama aku. Kakakmu paling jago dalam merawat.”

Keduanya tersenyum. Kenyataan bahwa Bima pandai merawat orang sakit adalah benar adanya sebab lelaki itu berprofesi sebagai Dokter.

Setelah selesai akhirnya mereka duduk. Elio dialihkan kepada Namira, sedangkan Arhan menyuguhi tamu dengan air dan makanan yang ada. Beruntung ada Bi Ida yang datang dengan cepat ketika dibutuhkan.

---

“Kamarnya udah disiapin, Mas?” tanya Namira yang tanpa sengaja melirik koper yang masih di tempat semula.

“Udah kemaren sama Bi Ida dibersihin.”

Namira beralih menatap Bima. “Kakak takutnya mau istirahat dulu. Kasian Kak Vita juga pasti capek.”

“Kalau istirahat, sih, udah cukup di jalan juga. Selama perjalanan tidur malah,” jawab Bima yang sepertinya enggan menyudahi obrolan menyenangkan bersama pasangan yang lebih muda.

“Nggak nyaman pasti itu tidurnya. Setidaknya buat ngelurusin punggung. Istirahat dulu, gih”

Namira tak mau bernegosiasi lagi. Ucapannya sudah menunjukkan sebuah perintah. Bukan karena ia ingin menyudahi pembicaraan. Tapi mengingat perjalanan hingga berjam-jam di udara pasti menguras energi mereka juga.

Akhirnya Bima menarik koper, dibantu oleh Arhan, dan Vita mengekor di belakang.

Sekembalinya Arhan, wanita yang sibuk menjawab celoteh tak jelas anaknya itu disentuh di dahi. Mengecek suhu tubuhnya. Jauh lebih baik setelah mengisi perut bersama dengan tamu yang tak diketahui kedatangannya oleh Namira.

“Minum obat dulu, Sayang.” Telapak tangan kanan disodorkan lengkap dengan beberapa butir obat di atasnya dan tangan kiri memegangi gelas berisi air untuk mendorong masuk semua obat itu.

“Elio udah makan belum?”

“Belum. Tadi cuman ngemil snack aja,” jawabnya dengan mengambil alih gelas yang telah kosong.

“Kok Papanya jahat ya, Sayang. Nggak kasih kamu makan.” Namira berbicara kepada Elio yang kini sedang menyusu padanya dengan tangan sibuk menjalari wajah Namira.

“Aku nggak tau cara bikin MPASI-nya, Ay.”

Namira menatap mengejek pada sang suami. “Makanya belajar dong bikin MPASI. Biar Elio bisa makan.”

“Panggil Bi Ida aja suruh bikinin.”

Namira mengangguk setuju. Karena selain ia yang biasa membuatnya, wanita paruh baya itu pernah Namira beritahu resep dan cara pembuatannya.

“Bi,” panggil Arhan dengan suara yang menggelegar.

Tak lama Bi Ida mendekat. Mendengarkan dengan saksama setiap ucapan Namira. kemudian berlalu untuk melaksanakan perintah.

“Ay, aku mau nanya, deh.”

“Hmm.”

“Selama kamu sakit, ada satu nomor yang terus-terusan chat kamu. Dia nanyain kabar kamu karena nggak ada balesan. Terus nanya kapan kamu main lagi ke danau. Katanya dia pengen ketemu kamu lagi.”

Namira menegang. Keringat dingin rasanya berlomba keluar. Menunjukkan kegugupan. Matanya pun terlihat tak fokus. Setiap gerak-geriknya bahkan mencurigakan.

Arhan yang memperhatikan, menelisik dan mencari tahu kebenaran. “Itu siapa, ya, Ay?”

“Temenku,” jawab Namira tanpa menoleh. Bersikap seolah sibuk bermain dengan Elio yang masih dalam posisi yang sama.

“Coba liat aku.” Tangan Arhan meraih dagu sang istri untuk mensejajarkan wajah agar bisa menatap matanya. Iris Namira kebanyakan menghindar. Kentara ada sesuatu yang disembunyikan.

“Temen yang mana?” Arhan kembali melayangkan pertanyaan.

Seingatnya Namira tak pernah membicarakan siapapun tentang teman-temannya. Ia tak tahu siapa saja kenalan sang istri yang satu kota dengannya.

“Ada lah temanku.”

“Namanya?” Hati-hati Arhan bertanya. Lelaki itu ingin memastikan dengan benar.

Isi pesannya memang tak menunjukkan gender-nya apa, tapi Arhan curiga bahwa itu adalah laki-laki jika dilihat dari gaya penulisan dan pembahasan yang diambil. Cukup gentle dan mesra.

“Iyan.”

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 149

    Perjalanan pulang mereka setelah menyelesaikan urusan dengan Pak Ato ditemani dengan kerutan di wajah Namira yang sejak tadi mencoba mengingat sesuatu yang rasanya ada yang kurang.Keluhan tak hentinya Arhan dapatkan dari sang istri yang meminta membantunya untuk mengingat. Bagaimana mungkin ia tahu apa yang dimaksudkan oleh Namira, sementara wanita itu saja tidak tahu apa yang tengah dicarinya.Arhan mulai frustrasi menghadapi wanita di sampingnya. “Coba jelasin tentang apa?” tanyanya seraya fokus pada kemudi dan jalanan yang cukup padat.“Tentang masalah kita ini. Kayak masih ada sesuatu yang harus kita selesaian, Mas.”“Apa? Semuanya udah kita tangani, Sayang. Iyan, Raya, Pak Ato, nggak ada lagi yang perlu dicemaskan. Fokus kita sekarang cuman rumah Papa sama Mama. Paling tinggal mikirin siapa yang bakal ngurusin kontrakan setelah Pak Ato berhenti.”Namira menggeleng pelan seraya masih berusaha mengingatnya dengan hati-hati. “Kalau masalah rumah sama kontrakan itu udah aku pikirin

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 148

    Hanya tinggal satu masalah lagi yang harus mereka selesaikan. Setelah beristirahat sebentar, Arhan dan Namira segera pergi ke rumah Pak Ato. Mereka berharap kali ini laki-laki paruh baya itu ada di tempat supaya dalam satu waktu semuanya tuntas.Mereka hanya pergi berdua. Elio dititipkan pada Bi Ida dan Pak Marwan di villa. Sepertinya akan membutuhkan waktu beberapa hari untuk mengembalikan rumah orang tua Namira kembali tampak bersih lagi dan layak huni. Jadi mereka semua akan tinggal di villa untuk sementara.Sebelum mereka memutuskan pergi menemui Pak Ato. Namira beserta Arhan sudah berbicara dengan Bima mengenai solusi dari masalah yang terjadi. Keputusan akhirnya sesuai kesepakatan bersama.Setelah menempuh jarak yang tidak begitu jauh, akhirnya mereka sampai di satu rumah dengan halaman tidak terlalu besar. Keduanya masuk dengan penuh harap. Arhan maupun Namira sengaja tidak menghubungi Pak Ato terlebih dahulu bahwa ada yang perlu dibicarakan secara langsung diantara mereka. Awa

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 147

    Entah pada kata yang mana, hati Iyan melembut sejenak mendengar permintaan maaf dari Raya. Namun tak lama ia kembali mengamuk. Dalam kesadarannya mendadak tak terima jika ia mengampuni wanita itu dengan mudah. Padahal ini sudah berlangsung bertahun-tahun.Iyan berteriak. Menepis tangan Arhan yang mencoba menahan untuk tak kembali menerjang Raya. Laki-laki itu berlalu pergi keluar sampai membuat Namira melongo dan meminta suaminya untuk mengejar sebab masalah mereka belum selesai. Rencana ini harus tetap berjalan bagaimana pun caranya.Saat Namira tengah meminta suaminya untuk melakukan sesuatu, Iyan kembali masuk dengan cara berjalan mundur. Di depannya ada dua orang bertubuh kekar yang menghadang langkah laki-laki itu yang akan meninggalkan villa.“Apa maksudnya ini?” tanya Iyan pada Arhan yang menyunggingkan senyum. Kini tubuhnya sudah sepenuhnya berbalik dan dua orang tak dikenal itu berdiri di belakangnya.Arhan memasukkan dua tangannya pada saku celana. “Siapa yang izinin kamu pe

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 146

    Iyan refleks berdiri. Ia menghadang Arhan yang berjalan mendekat ke arah mereka seorang diri. Laki-laki itu tahu alasan Namira kabur karena sang suami yang berselingkuh sehingga membuat wanita itu memilih pergi. Ia mencoba melindungi mantan kekasihnya dari suaminya, takut-takut akan menarik pulang dengan paksa apalagi melihat tengah bersama dengan dirinya.Mata kedua laki-laki itu bertemu, saling memandang dengan tatapan sengit penuh pertarungan lewat sorot yang tajam. Langkah Arhan begitu tegas, tapi tak membuat Iyan ciut hanya karena hal itu. Laki-laki itu justru semakin mengepalkan tangan yang terentang, menyembunyikan Namira beserta anaknya di balik punggung. “Kamu diem di situ aja. Biar aku yang hadapi dia.”Andai Namira tengah berada dalam huru-hara rumah tangga yang sebenarnya atau kejadian saat ini sesuai dengan yang Iyan pikirkan, sudah pasti ia terbuai dengan apa yang mantan kekasihnya itu lakukan.Sikap Iyan benar-benar mencerminkan seorang laki-laki pelindung, yang kebanya

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 145

    Karena tiba-tiba ada rencana yang harus dirubah sebab keberadaan Iyan yang tak di sangka-sangka ternyata ada di hotel yang sama dengan Namira. Wanita itu dengan spontan menjalankan rencana di luar yang sudah disepakati.Namira pikir, mengoptimalkan rencana untuk menggaet Iyan tanpa meninggalkan curiga adalah usaha untuk membuat laki-laki itu tetap ada dalam jangkauannya. Itu sebabnya ia meminta tolong pada sang mantan kekasih untuk mengantar dirinya ke villa.Semula Namira merasa bangga akan hal itu, tapi ternyata malah menjadi boomerang untuknya sampai semalaman terpikirkan beberapa kemungkinan buruk yang akan menimpa dirinya dan sang anak.Beruntung semalam Pak Marwan sudah mendapatkan kunci dari sang pemilik villa, jadi pagi ini Namira tinggal menempatinya saja tanpa dicurigai oleh Iyan.Sesampainya mereka di villa. Iyan dengan sigap membantu menurunkan barang-barang milik Namira. Dua tas jinjing di kedua tangannya bukanlah sesuatu yang merepotkan, beratnya saja tak terasa menurut

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 144

    Akhirnya mereka sampai pada hari di mana akan membungkam dan membuat Iyan dan Raya tak bisa berkutik lagi. Namira berharap semuanya berjalan lancar hari ini supaya bisa fokus pada hal lain yang tak kalah penting.Karena nyatanya masalah yang menimpa rumah tangganya bisa berpengaruh besar ke segala hal dalam hidup mereka, tak terkecuali dampak utamanya adalah hubungannya dengan Arhan.Berbicara tentang hari ini, semalam Namira sudah memberitahu Arhan semuanya mengenai pertemuan tak sengajanya dengan Iyan. Memang ia tak tahu apa yang sebenarnya mantan kekasihnya itu lakukan di Bandung.Namun mengingat laki-laki itu memang asli orang Bandung dan orang tuanya yang baru ia ketahui ternyata Pak Ato juga ada di kota yang sama dengannya saat ini. Jadi tidak menutup kemungkinan kalau salah satunya urusan Iyan adalah mengunjungi ayahnya.Jika diperkenankan untuk berpikir lebih luas lagi. Sebenarnya ada yang mengganggu pikiran Namira tentang keberadaan Iyan yang katanya baru sampai kemarin. Apa

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status