Share

Mengamankan Barang Bukti

MDM 4

Isak tangis tampak di mimik wajah Widia  pagi ini. Ia begitu dirundung kepedihan oleh sikap kasar pun ancaman yang dilontarkan pria yang sudah tiga tahun menjadi imam rumah tangga baginya. Beberapa kali, jemari gemetar itu menyeka bulir bening yang lolos tak tertahankan lagi. 

"Aku tidak boleh begini, aku harus kuat," desis Widia menyeka tuntas pipi basahnya. Perempuan itu segera bangkit membuang ekspresi kelemahannya sebagai wanita. Seketika pikirannya teringat keresek hitam berisi daging yang ia sembunyikan dibalik pohon pisang. Hanya itu lah yang dapat dijadikan bukti satu-satunya untuk menjerat Danu ke jalur hukum. 

Widia berjalan mengendap dan hampir tak bersuara. Tatapannya memindai ruangan demi ruangan yang ia lewati. Wanita itu masih takut dengan pria bernama Danu. Takut, jika niatnya di hadang pria itu. 

Namun, lima menit sebelumnya Danu pergi entah kemana. Pria itu berniat mengalihkan amarah yang begitu menggebu di dalam dada dengan meninggalkan rumah tat kala istrinya terisak. Danu seakan terpantik amarah karena untuk pertama kalinya volume suara sang istri dan juga tatapan sinis Widia begitu membuatnya emosi sampai ia mengeluarkan kalimat ancaman pembunuhan. 

"Syukurlah, kalau dia pergi. Aku harus segera mengamankan satu-satunya barang bukti itu sebelum dia kembali." Langkahnya tergesa tetapi terasa lambat menuju letak pohon pisang di halaman belakang rumah. 

"Disini, tadi di sini." Widia panik karena keresek itu sudah tak ada di tempatnya. Pandangannya memindai lahan tanah yang masih rumpun oleh pepohonan. Widia mengikuti feelingnya mencari benda berisi barang bukti itu hingga berjalan sekitar 100 meter dari rumahnya dengan perasaan was-was. "Apa mungkin keresek itu dipungut Bang Danu? Lalu dia membawanya jauh untuk menghilangkan jejak?" 

Walaupun hatinya digempur pertanyaan tanpa jawaban. Wanita itu terus melangkah dan hampir mendekati pemukiman warga. Sebisa mungkin ia berjalan dengan gaya biasa supaya beberapa warga yang melihatnya tidak sampai menaruh curiga. 

Tiba-tiba suara anjing peliharaan tetangga bersuara keras sekali di sekitar lahan kebun. Widia melirik sumber suara, ternyata anjing itu menggonggong sambil mengendus keresek hitam yang memang sedang dicari oleh Widia. Perempuan itu bingung antara hendak mengusir anjing tersebut dan mengambil keresek hitam atau tetap diam karena takut juga dengan hewan itu. 

"Bu Wid, sedang apa di sana?" Akhirnya seorang warga memergoki Widia yang tengah berdiri memantau seekor anjing.

"Mm, saya sedang lewat saja, mau ke warung," jawab Widia asal.

"Oh, iya ...." Tetangganya melihat aneh ke arah Widia yang masih memerhatikan anjing itu. 

"Kenapa dengan anjing itu?" 

"Itu kantong keresek saya."

"Lempar batu saja, Bu Wid. Kalau nunggu dia pergi itu lama." Wanita berdaster hijau itu menyarankan suatu tindakan kepada Widia.

"Memangnya tidak apa-apa kalau saya melemparnya dengan batu?"

"Gak papa, nanti juga dia pergi."

"Baiklah, terima kasih, Bu." 

"Ya ...." Wanita itu berlalu setelah memberi saran kepada Widia. 

Widia memberanikan diri untuk mengambil batu kerekil dan melempar hewan itu. Tiga kali lemparan tak berhasil, sampai lemparan berikutnya, akhirnya mengenai sasaran. Namun, batu kerikir itu malah mengenai salah satu mata hewan tersebut. Sehingga ia berguling sambil mengonggong kesakitan. Widia panik dan segera mengambil daging dalam keresek itu selagi anjingnya fokus pada rasa nyeri di bagian penglihatan.

Widia berlari sekuat tenaga tanpa melihat ke belakang menuju rumahnya sambil memegangi keresek itu. 

***

Sesampainya di rumah, Widia langsung melakukan sesuatu pada daging sisa dalam keresek hitam. Lagi-lagi Widia tak kuat bau yang menyeruak dari daging tersebut. Kemarin saja daging itu sudah mengeluarkan bau tak sedap apalagi sekarang. Namun, meski begitu ia tetap harus mengeluarkan sisa daging dari keresek itu dan membungkus rapat dengan plastik baru lalu menyembunyikan barang bukti itu di rumah orang tuanya. 

Hari ini juga Widia hendak berkunjung ke desa sekalian ingin menenangkan diri setelah prahara rumah tangga yang terjadi antara dirinya dengan sang suami. Perasaan dongkol masih mengganjal di hati. Rasa perih di kulit pipi juga sampai membekas di batinnya. Ia akan pergi sesaat sebelum Danu datang. Berhubung sebelumnya Widia telah memberi tahu suaminya bahwa dia akan berkunjung ke desa. Maka, Widia pun tidak merasa perlu menunggu suaminya untuk berpamitan. 

***

Widia pergi dari rumahnya dengan membawa barang bukti. Tak lupa, ia juga membawa tiga sisa box isi daging. Di perjalanan menuju rumah ibunda, Widia mampir dan membuang tiga box daging tersebut. Berdiri mematung di pinggir pembuangan sampah. Ia begitu menyesal karena telah membagikan daging bawaan suaminya yang kini ia yakini bahwa itu adalah daging korban pembunuhan. Seandainya ia tahu dan melihat terlebih dahulu foto tato di paha telanjang Ratih. Mungkin, bisa saja ia hanya berpura-pura membagikannya dan membuang 20 box sekaligus. Kini, semua sudah terlanjur diterima oleh warga kampungnya. Widia tak berani berkata jujur karena pasti ia yang akan menjadi sasaran amukan warga. Namun, Widia berjanji untuk segera mengungkap kejahatan suaminya.

***

Widia sudah sampai di depan rumah ibu kandungnya. Orang tua yang hanya tinggal seorang diri itu tampaknya sedang tidak ada di rumah. Berkali-kali Widia mengetuk pintu dan mengucap salam, tetapi sampai sekitar 10 menit lamanya ibunya tak kunjung menampakkan diri. 

"Wid," seru seseorang dari belakang. Widia menoleh dan mengira bahwa itu adalah suara ibunya. Tetapi ternyata, sahabatnya.

"Mita." Widia mengucap satu nama seorang sahabat yang hampir menjadi kakak iparnya. 

"Cari ibu?" tanya wanita yang dua tahun lebih tua dari Widia. 

"Iya, Mit. Kemana ya?" 

"Ke pasar kali." 

"Hm ...." Widia pun melangkah dan duduk di kursi rotan yang tersedia di teras rumah itu. 

"Kamu mendadak ke sini?" tanya Mita sambil mengikuti Widia. Mita dapat menyimpulkan bahwa sahabatnya datang tak memberi tahu ibunya terlebih dahulu.

"Iya, aku lagi ingin pulang saja." Suara Widia mulai pelan. Ketika Widia tengah berada di samping sahabatnya itu, ia seakan tak bisa menyembunyikan masalahnya karena memang hampir semua rahasia diantara keduanya tak pernah ada batasan. Jika dapat disimpulkan sebagai buku diari. Maka, Mita adalah buku diari berbentuk manusia yang dimiliki Widia. Mereka saling mempercayai satu sama lain. 

"Sepertinya kamu habis bertengkar dengan suamimu? Jangan bilang kalau pria itu sudah menamparmu. Pipimu terlihat memar." Mita tak mau basa-basi. Ia langsung ke inti pembahasan sesuai apa yang ia lihat. 

Widia tertunduk, ia tak kuasa lagi membendung air mata yang mulai menganak sungai. Widia pun langsung memberi tahu sahabatnya tentang apa yang tengah ia alami sekarang. 

"Kamu sabar sekali menghadapi pria itu? Apakah kamu benar-benar akan melaporkan suamimu ke polisi dengan barang bukti itu?" tanya Mita dengan penuh emosi mengingat sahabatnya dianiaya lahir batin oleh pria tak berperasaan. 

"Aku mau seperti itu, Mita. Tapi, apakah aku cukup kuat melakukannya sendiri. Aku juga terlalu khawatir jika kasus Bang Danu bakalan merembet sampai menjerat keluargaku. Belum lagi kesehatan ibu yang kadang sering kambuh bahkan parah jika ia terganggu pikirannya. Aku gak mau nantinya ibu sakit dan kepikiran dengan kasus Bang Danu. Sedangkan yang ibu tau selama ini rumah tanggaku baik-baik saja meski kita LDR." Panjang lebar, Widia menumpahkan keluhannya kepada Mita.

"Kamu mau aku ikut campur atau bagaimana?" Tatapan tajam dari wanita di hadapan Widia begitu serius. 

"Kamu mau bantu aku?" tanya Widia penuh harap. Mita mengangguk pelan. 

"Aku akan membuat pria itu masuk jeruji besi secepatnya!" Mita pun meyakinkan sahabatnya.

"Bgaimana caranya?" tanya Widia. Sebenarnya, hatinya ragu terhadap sahabatnya itu. 

"Sini, aku bisikin," bisik Mita.

Raut wajah Widia tampak sangat ketakutan setelah sahabatnya membisikan beberapa trik ke telinganya.

"Jangan takut, apapun yang terjadi setekah ini. Aku akan ikut bertanggung jawab." Lagi, Mita meyakinkan sahabatnya.

"Ini dia barang buktinya." Widia mengeluarkan  plastik yang di dalamnya terdapat segumpal daging bertato.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status