Share

Bab 5

Author: Jingga Amelia
last update Last Updated: 2025-01-15 10:49:41

Rencananya aku akan membuat usaha makanan. Di rumah Mas Lukas aku selalu dibatasi soal makanan, dan oleh karena itu aku ingin membuat usaha yang berhubungan dengan makanan. Entah karena apa, ibu mertuaku selalu menyembunyikan makanannya dariku. Padahal, hampir semua kebutuhan rumah suamiku lah yang memberikannya.

Meskipun hanya bekerja sebagai buruh bangunan, tapi Mas Lukas tak pernah lari dari tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga. Terlebih ibu mertuaku adalah seorang janda. Mas Lukas pernah bicara kepadaku bahwa ia akan membahagiakan ibunya sekuat yang ia mampu.

Sebenarnya prinsipnya bagus. Aku sangat mendukungnya. Hanya saja ternyata ibu mertuaku tak bisa sejalan denganku. Beliau justru bersikap tak adil kepadaku.

Puncak dari sikapnya yang seperti itu adalah setelah dua tahun pernikahanku dan Mas Lukas berjalan. Awalnya semua masih terlihat wajar, memang tak ada lauk jika siang hari tapi aku tak terlalu mempermasalahkan hal itu. Namun ketika dua tahun pernikahanku dengan Mas Lukas berjalan, ibu semakin semena-mena. Terlebih setelah Mbak Rita ikut masuk ke dalam rumah ini.

Ya, dulunya ia tinggal di kontrakan bersama suaminya. Namun ketika suaminya pergi merantau keluar negeri, ia ikut serta tinggal di rumah ini. Katanya takut jika tinggal sendirian hanya bersama Bara.

Awalnya aku tak masalah, tapi lambat laun Mbak Rita lun juga ikut-ikutan semena-mena kepadaku. Tak hanya soal makanan, Ibu dan Mbak Rita sering mengadu dombaku dengan Mas Lukas dalam hal apapun. Sedangkan Mas Lukas? Tak pernah percaya kepadaku.

"Kamu kok sibuk banget sih, Dek. Ngapain?" tanya Mas Lukas ketika aku masih berkutat dengan ponselku.

"Ini, aku lagi cari-cari ruko atau tempat yang bisa kugunakan untuk buka usaha, Mas."

Mas Lukas tampak terkejut, dia lantas duduk di sampingku. Wajar saja, tak ada angin tak ada hujan tapi tiba-tiba aku mengatakan hal itu. Terlebih selama ini ia tahu jika aku tak punya simpanan uang

"Usaha? Usaha apa, Dek? Jangan mengada-ada, deh. Lagian kita dapat modal dari mana?"

Kita? Padahal aku tak akan melibatkannya dalam hal apapun. Aku hanya akan meminta doa supaya usaha yang akan kubuat berjalan dengan lancar. Bukan bermaksud menjadi istri durhaka, hanya saja aku tidak ingin jika nanti akan ada yang mengusut hasil dari usaha yang kudirikan. Aku tak mau jika tangan-tangan serakah itu mengambil alih untungku.

"Aku, Mas. Kamu nggak usah ikut mikir. Mohon doanya saja biar semua berjalan dengan lancar," jawabku dengan kembali menatap ponselku.

"Apa kemarin waktu di rumah Ayah kamu membicarakan hal ini dengannya?" tanyanya lagi menyelidik.

"Maksudnya apa sih, Mas?"

"Itu, kemarin waktu kamu bicara sama Ayah di kamar. Kamu nyembunyiin sesuatu dariku, ya?"

Kulirik sekilas suamiku. Rupanya dia benar-benar curiga dengan yang kulakukan dengan Ayah kemarin. Meskipun itu benar, tapi aku tak ingin menceritakan seluruhnya padanya.

"Iya, kemarin Ayah kasih aku uang. Katanya suruh buat modal usaha, Mas. Alhamdulillah, orangtuaku memikirkan masa depanku sampai sedetail itu. Mereka mendukungku agar aku bisa lebih maju dan tak diinjak-injak oleh orang lain lagi." Sengaja aku berkata sedikit pedas, tak lain agar dia bisa sedikit saja berfikir.

Kudengar dia mendengus, sepertinya dia sedikit kecewa kepadaku. Namun aku tak terlalu memusingkan hal itu, karena selama ini dia pun tak pernah memikirkan perasaanku. Justru setiap kali aku mengeluh, dia akan memarahiku.

"Berapa?" 

Benar, kan? Nada bicaranya sedikit ketus, itu artinya dia sedang marah kepadaku.

"Em ... Dua puluh juta, Mas. Lumayan buat buka usaha, semoga saja semua berjalan lancar. Meskipun itu hanya pinjaman."

Spontan, Mas Lukas menatapku lagi. Sejujurnya dalam hatiku aku sangat takut, karena berbohong terlalu jauh kepada suamiku. Namun jika tak seperti itu, dia tak akan bisa menghargaiku.

"Pinjaman?"

"Ya, pinjaman. Ayah meminjamiku uang, nanti setelah hasil usahaku berjalan lancar dan mendapat laba, aku harus mengembalikan uang itu," tuturku, lalu berdiri hendak meninggalkannya.

"Aku ke dapur dulu ya, Mas. Tadi aku belum sempat beres-beres," kataku lagi saat dia masih terdiam. Sepertinya dia tengah memikirkan apa yang baru saja kukatakan.

Aku terkekeh kecil sembari meninggalkannya. Mas Lukas terlihat aneh setelah mendengar cerita karanganku tadi.

..

"Alah, buat apa buka usaha? Buat makan sehari-hari aja masih kurang, kok. Lebih baik uangnya kasih Ibu sini, buat benerin dapur tuh yang bocor kalau hujan," tandas ibu mertuaku ketika aku melintas usai beres-beres dapur.

Kuintip sejenak dari balik pintu, rupanya Mas Lukas tengah duduk berdua dengan ibunya di tempat yang sama ketika aku mengobrol dengannya tadi. Rupanya Mas Lukas menceritakan hal itu kepada ibunya, sehingga ibunya bisa berpendapat demikian.

"Bu, jangan seperti itu. Itu kan uang dari ayahnya Diana, aku nggak enak kalau mau minta."

"Heh, kamu itu suaminya. Bagaimanapun lebih berhak, dan aku ini ibumu, sampai kapanpun surgamu tetap ada dibawah telapak kakiku, bukan telapak kakinya si Diana. Lagipula kamu mau, kalau Diana jadi buat usaha, sukses, terus ninggalin kamu?"

Aku terkejut dengan penuturan Ibu. Sejauh itu kah pemikirannya tentangku?

"Mana mungkin, Bu. Diana bukan orang yang seperti itu," tutur Mas Lukas membelaku. Meskipun memang benar aku tak akan melakukan hal itu, tapi aku juga tak bisa sepenuhnya setuju dengan Mas Lukas karena dia sendiripun terlalu tunduk kepada ibunya.

"Halah, kamu itu kalau dibilangin Ibu ngeyel. Udah, intinya itu tadi. Mending buat benerin dapur daripada buat usaha. Lagian sok-sokan banget mau buka usaha segala." Ibu mertuaku itu berlalu sembari mengomel indah, sedangkan aku lantas kembali ke dapur karena Ibu menuju ke tempatku bersembunyi.

Dengan hati geram aku mengepalkan kedua tanganku. Ibu mertuaku tak hanya menyembuhkan makanan dariku, tapi beliau juga mempengaruhi suamiku seperti itu. Baiklah, jika memang begitu mungkin ini keputusan yang sangat baik. Aku harus membuka usaha, sukses, dan buktikan jika aku bisa sukses tanpa bantuan mereka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
si goblok mau buka usaha ditengah kondisi pernikahannya seperti itu. minimal perjelas dulu segala sesuatunya.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Masakan Mertua   Bab 28

    Pagi harinya aku sudah bersiap-siap hendak ke rumah mertuaku. Meskipun sedikit lesu, tapi aku sudah memantapkan hatiku untuk mengakhiri ini semua.Rasa-rasanya aku hanya dijadikan sapi perah oleh mereka. Saat mereka butuh, mereka memperlakukanku dengan baik. Sikap baik mereka nyatanya tidak tulus, mereka hanya menginginkan sesuatu dariku."Waah, kamu cantik sekali," puji Mas Lukaa ketika masuk ke dalam kamar dan aku baru selesai bersolek.Huda sudah kudandani juga, tak mungkin rasanya jika aku harus meninggalkannya sendiri meski aku hendak menghadapi masalah yang tak sepele. Masa depan Huda ada digenggaman tanganku, tapi aku memilih jalan ini. Semoga saja, pilihanku tak keliru, aku akan tetap memastikan kebahagiaan untuk anak lelaki itu."Memang biasanya tidak cantik, Mas?" balasku, tapi sedikitpun aku tak berani menatap wajahnya.Bukan karena apa, aku tidak ingin hatiku bergetar lagi jika melihatnya. Rasa cintaku untuk Mas Lukas masih membuncah, tapi aku tak tahu bagaimana jalan fiki

  • Masakan Mertua   Bab 27

    "Mbak, gimana kabar lelaki yang kemarin merusak kedai?" tanya Pak Nias ketika aku baru sampai.Aku yang semula fokus memperhatikan beberapa pelanggan lantas menolehnya. Pak Nias merupakan orang yang sangat baik, dia bahkan memikirkan nasib kedai ini. Padahal dulu ia adalah pemilik dari tempat ini. Mungkin justru karena itulah ia sangat sayang dengan tempat ini karena dulunya ia lah yang membangun dan merintisnya daeri bawah."Dia cuma kena denda, Pak.""Lho, nggak dihukum?"Kugelengkan kepalaku, "awalnya begitu, tapi waktu aku lihat istri mudanya nangis-nangis dan mohon-mohon supaya aku bebaskan jadi iba. Akhirnya aku hanya memilih jalur damai, tapi tetap ada denda," jawabku dengan lantas mengikutinya masuk.Pak Nias hanya menganggukkan kepala. Sepertinya ia tak ingin bertanya lebih banyak, karena ia justru langsung mengambil buku yang biasa ia gunakan untuk laporan kepadaku."Pak, apa ada uang lima belas juta di kedai?" tanyaku yang sontak membuatnya terkejut."Lima belas juta?" ungk

  • Masakan Mertua   Bab 26

    "Lima belas juta?" tanyaku mengulangi kata-katanya.Mas Lukas mengangguk, lalu mengalihkan pandangan dariku. Entah apa yang sedang ia pikirkan, aku benar-benar sedang tak bisa menebaknya."Iya. Aku malu di ejek orang-orang. Mereka selalu mengataiku jika aku hanya menumpang hidup denganmu. Sekarang usahamu sudah maju, dan mereka semua tahu apa pekerjaanku. Aku malu, sebagai kepala keluarga tidak bisa memberimu yang terbaik."Suamiku itu memandang keluar jendela. Sebelumnya aku tak pernah melihat Mas Lukas bersikap demikian. Selama ini pun aku juga tak pernah mempermasalahkan soal pekerjaan dan penghasilan yang ia dapat."Kenapa harus begitu? Bukankah selama ini aku tak pernah mempermasalahkan soal hal itu, Mas? Bahkan sejak masih di rumah Ibu pun aku menerimamu, berapapun uang yang kamu berikan," sanggahku.Sebenarnya bukan karena aku tidak ada uang, atau aku tidak ingin suamiku memiliki usaha sepertiku. Namun aku ingin benar-benar memastikan soal niatnya itu. Aku tak ingin jika apa ya

  • Masakan Mertua   Bab 25

    Dadaku bergemuruh saat taksi online yang kutumpangi berputar arah sesuai alamat yang kuberikan. Pak Nias tak mungkin bohong kepadaku, terlebih soal seperti ini.Kuremas ujung bajuku, rasanya hatiku teramat sakit. Ada saja ujian dalam hidupku. Padahal aku baru saja hendak merasakan kebahagiaan. Semoga saja, ini bukan masalah yang berarti.Setelah beberapa saat akhirnya kendaraan yang kutumpangi sampai di kedai. Nampak beberapa orang lalu lalang, ada juga yang sibuk dengan ponselnya. Sepertinya beberapa dari mereka mengambil gambar atau video.Aku melirik Huda. Bahkan aku lupa jika ada anak kecil bersamaku. Rasanya tak aman jika aku membiarkan anakku ini ikut turun bersamaku."Pak, tolong jaga anak saya. Berapa tagihannya nanti akan saya bayar. Sekarang biarkan saya menyelesaikan masalah di depan sana," tuturku sebelum turun dan meninggalkan Huda.Beruntung, aku mendapat seorang sopir yang sangat baik dan anakku pun bukan tipe anak yang suka membangkang. Huda sangat mengerti keadaan ibu

  • Masakan Mertua   Bab 24

    Pada akhirnya Mas Lukas berjalan mendekati kamar Mbak Rita dan mengetuknya. Sedangkan aku hanya duduk di ruang tamu sendirian, karena Huda sudah asik bermain dengan Bara. Lama tak jumpa membuat Huda dan Bara saling rindu.Rumah ini tak banyak berubah setelah aku keluar dari sini. Hanya saja jika mau mengakui memang sedikit berantakan daripada dulu ketika aku masih tinggal di sini. Mungkin Ibu ataupun Mbak Rita tak punya cukup waktu untuk membersihkan rumah, atau bagaimana aku juga tak tahu.Kuambil ponselku, memeriksa beberapa pesan Pak Nias yang masuk dan belum sempat kubalas. Usaha yang kudirikan atas bimbingan Pak Nias kini berjalan sangat pesat. Bahkan aku sudah hampir mengembalikan modal awal ketika membuka usaha itu.Sedikit banyaknya aku bisa bernafas lega karena kini satu persatu masalah dan hal-hal yang mempersulit hidupku selesai satu persatu. Semoga saja, ini merupakan akhir dari penderitaanku kemarin. Sekarang aku benar-benar hanya ingin fokus pada kebahagiaanku dan Huda.

  • Masakan Mertua   Bab 23

    Pov Rita II"Rita, makan dulu. Jangan siksa dirimu dengan mengurung diri di kamar. Kasian Bara," ucap Ibu dari luar kamar, tapi sedikitpun aku tak menanggapinya.Sejak kepulangan Mas Irwan kemarin, aku masih saja mengurung diri di dalam kamar. Rasanya duniaku seperti runtuh. Harapan dan angan-angan yang kubayangkan selama ini harus kandas begitu saja.Semua yang kuimpikan sejak dulu harus hilang dan sia-sia. Mas Irwan, suami yang kubanggakan nyatanya bisa bersikap demikian. Dia tak ubahnya seperti serigala berbulu domba. Aku pikir kepergiannya keluar negeri memang murni karena ingin mencari nafkah untuk anak dan istrinya. Nyatanya aku salah, kepulangannya justru menjadi bencana bagiku.Rumah mewah, kendaraan pribadi, hal itulah yang menjadi angan-anganku beberapa tahun belakangan ini. Semua sudah hampir terwujud, bahkan aku sampai mengosongkan perutku agar tabunganku semakin banyak. Namun ternyata, semua itu justru dirampas kembali oleh Mas Irwan dengan mudah. Dan lebih parahnya lagi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status