Share

Bab 4

Author: Jingga Amelia
last update Last Updated: 2025-01-15 10:49:15

"Diana, bisakah kita bicara?" ucap Ayah ketika aku tengah duduk di sofa dengan Mas Lukas.

Ayah pasti akan membicarakan soal uang yang beliau ceritakan di telepon. Dan oleh sebab itu aku tak ingin Mas Lukas tahu perihal itu. Bukan karena apa, aku hanya tak ingin keluarganya pun tahu soal ini karena biasanya jika Mas Lukas tahu, maka semua keluarganya juga tahu.

"Em, kita bicara di kamar Diana saja ya, Yah. Mas Lukas, sebentar ya aku mau bicara sebentar sama Ayah."

Kugandeng ayahku masuk ke dalam kamar yang dulu kutempati, lalu mengunci pintunya dari dalam. Mas Lukas selalu tak percaya padaku, dan sekarang aku tidak ingin jika dia tahu soal ini. 

"Kenapa? Kok Lukas nggak di ajak?" tanya Ayah sedikit curiga, karena selama ini aku tak pernah menceritakan apapun padanya.

Wajar saja, sebagai anak aku tidak ingin membuat orangtuaku khawatir dan sedih karena kisah hidup anaknya setelah menikah. Bagaimanapun caranya aku selalu ingin kedua orangtuaku tahu jika aku sangat bahagia setelah menikah.

"Enggak, Yah. Biar Diana aja yang tahu soal ini."

"Kalian tidak sedang ada masalah, kan?"

Aku menggeleng, memang belum saatnya aku menceritakan soal ini kepada Ayah. Rasanya aku masih bisa menghadapi masalah mertuaku sendiri. Lima tahun sudah cukup lama untukku bersabar. Sekarang aku tidak ingin terlalu berbaik hati lagi pada mereka. Bukan aku bermaksud durhaka, tapi setidaknya aku hanya mempertahankan rasa harga diriku sebagai manusia.

"Apa yang Ayah hendak bicarakan denganku?" tanyaku ketika kami saling terdiam beberapa saat.

Kulihat Ayah menghela nafas panjang, sepertinya beliau kurang percaya dengan apa yang kuceritakan. Mungkin ceritaku tak membuatnya yakin jika aku baik-baik saja.

"Ayah ada uang seratus juta. Ini hasil penjualan warisan nenekmu. Ayah dan saudara-saudara Ayah sepakat untuk membaginya secara adil, dan ini ada bagian untuk Ayah," tutur Ayah membuatku sedikit tercengang.

Keluarga Nenek memang bukan orang biasa, tapi Ayah tak pernah menunjukkan hal itu pada orang banyak karena katanya tak pantas membanggakan warisan orangtua. Lebih baik kaya dengan usaha sendiri daripada bangga karena warisan orangtua.

"Banyak sekali, Ayah." Selama ini aku memang tak pernah melihat atau memiliki uang sebanyak itu, jadi wajar saja jika aku terkejut.

Ayah tersenyum, beliau menyodorkan sebuah kartu ATM padaku. Kemungkinan seluruh uangnya ada disana. Ayah memang jarang memegang banyak uang, jika pun punya pasti akan diberikan kepada Ibu.

Kedua orangtuaku selalu mengajarkan kesederhanaan padaku, itulah sebabnya aku tak terlalu terkejut ketika mertuaku bersikap demikian padaku. Hanya saja, yang kupermasalahkan adalah sikap yang ditunjukkan mertuaku ketika bersamaku dan saat ada Mas Lukas sangat berbeda. Entah apa masalahnya hingga Ibu bersikap demikian kepadaku.

"Iya, memang banyak. Ayah dan Ibu tidak bisa memegang uang sebanyak ini. Kami sepakat untuk memberikannya kepadamu. Syukur kalau kamu bisa memanfaatkan uang itu agar lebih bermanfaat lagi," ujar Ayahku bijaksana.

"Tapi, Ayah. Diana mohon jangan beri tahu Mas Lukas soal ini karena ada suatu hal yang tak bisa Diana ceritakan sekarang. Mungkin nanti ketika sudah saatnya Diana akan bicara.  Diana janji, akan menjaga uang ini dengan baik dan bahkan akan Diana gunakan dengan bermanfaat," kataku dengan menggenggam tangan Ayah.

Awalnya Ayah terdiam, mungkin beliau ragu denganku. Namun pada akhirnya Ayah mengangguk dan bersedia merahasiakan hal ini dari Mas Lukas.

..

"Tadi Ayah bicara apa, Dek?"

"Bukan apa-apa. Hanya perbincangan antara ayah dan anak saja," jawabku singkat setelah kami sudah tiba di rumahnya lagi.

"Tapi kok ...."

"Lukas, Diana, makan dulu, Ibu sudah masak," teriak Ibu dari luar kamar.

Ya begitulah ibu mertuaku ketika ada Mas Lukas. Selalu bersikap manis dan memperlakukanku dengan baik, berbeda dengan ketika suamiku itu tak ada di rumah.

"Tuh, kamu lihat kan kalau ibuku baik? Kaya gitu kamu masih bisa ngomong kalau dia membeda-bedakanmu?" ujar Mas Lukas dengan menatapku dalam.

"Iya, itu kan kalau ada kamu. Coba kalau tidak ada kamu, Mas. Aku dan Huda ...."

"Asshh sudah lah, aku bosan dengan kata-katamu yang selalu menjelekkan ibuku. Tolonglah kami hargai dia juga, seperti aku menghargai orangtuamu. Kamu mau, aku bersikap masa bodoh juga dengan orangtuamu?"

Dahiku mengerut. Apa yang dia katakan? Kenapa sekarang dia seperti ini?

Tanpa menungguku, dia berjalan keluar dan mendekati ibunya. Aku hanya mengekor, lalu mengajak Huda untuk makan dengan kami. Biasanya ketika malam, kami semua akan makan bersama-sama seperti ini.

"Ibu tadi hanya dadar 5 telur, gasnya habis. Jadi makan yang ada saja, ya," ucap Ibu, tepat seperti yang aku duga.

"Biar aku saja yang tidak makan telur, Bu. Biar Diana saja yang makan," kata Mas Lukas sembari mengambil sayur bayam dari mangkuk.

Ibu melirikku tajam, lalu menatap anak lelakinya lagi. "Kamu kan besok kerja, masa cuma makan sayur. Sudah, ini makan dulu." Satu telur di piring diberikan pada Mas Lukas, seperti biasa.

"Aku nggak apa-apa, Mas. Makan saja telurnya, besok aku beli satu peti telur sama 5 gas elpiji biar semua bisa makan," jawabku dengan menyuapkan sayur bayam dan sambal dari piringku.

"Halah, gaya bener. Duit aja nggak punya," tutur Mbak Rita menyindir.

Memang beginilah jika aku berani sedikit saja melawan, mereka akan lebih tega membullyku. Belum lagi sikap Mas Lukas yang akan memarahiku setelah itu.

"Punya, banyak."

Semua menatapku, karena baru sekali ini aku seberani ini kepada keluarga Mas Lukas. Biarlah, selama lima tahun ini aku dianggap bodoh oleh orang-orang. Sekarang akan aku buktikan kepada mereka jika aku tak seperti yang mereka bayangkan.

Modal usaha sudah di tanganku, aku hanya perlu menjalankan saja. Lihat saja, mereka pasti akan tercengang ketika aku menunjukkan perubahanku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kebanyakan gaya kau nyet. yg ada 5 th kau betah jadi babu plus dikasih makan dg lauk ala kadarnya. hanya orang goblok yg mau diperlakukan seperti itu.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Masakan Mertua   Bab 28

    Pagi harinya aku sudah bersiap-siap hendak ke rumah mertuaku. Meskipun sedikit lesu, tapi aku sudah memantapkan hatiku untuk mengakhiri ini semua.Rasa-rasanya aku hanya dijadikan sapi perah oleh mereka. Saat mereka butuh, mereka memperlakukanku dengan baik. Sikap baik mereka nyatanya tidak tulus, mereka hanya menginginkan sesuatu dariku."Waah, kamu cantik sekali," puji Mas Lukaa ketika masuk ke dalam kamar dan aku baru selesai bersolek.Huda sudah kudandani juga, tak mungkin rasanya jika aku harus meninggalkannya sendiri meski aku hendak menghadapi masalah yang tak sepele. Masa depan Huda ada digenggaman tanganku, tapi aku memilih jalan ini. Semoga saja, pilihanku tak keliru, aku akan tetap memastikan kebahagiaan untuk anak lelaki itu."Memang biasanya tidak cantik, Mas?" balasku, tapi sedikitpun aku tak berani menatap wajahnya.Bukan karena apa, aku tidak ingin hatiku bergetar lagi jika melihatnya. Rasa cintaku untuk Mas Lukas masih membuncah, tapi aku tak tahu bagaimana jalan fiki

  • Masakan Mertua   Bab 27

    "Mbak, gimana kabar lelaki yang kemarin merusak kedai?" tanya Pak Nias ketika aku baru sampai.Aku yang semula fokus memperhatikan beberapa pelanggan lantas menolehnya. Pak Nias merupakan orang yang sangat baik, dia bahkan memikirkan nasib kedai ini. Padahal dulu ia adalah pemilik dari tempat ini. Mungkin justru karena itulah ia sangat sayang dengan tempat ini karena dulunya ia lah yang membangun dan merintisnya daeri bawah."Dia cuma kena denda, Pak.""Lho, nggak dihukum?"Kugelengkan kepalaku, "awalnya begitu, tapi waktu aku lihat istri mudanya nangis-nangis dan mohon-mohon supaya aku bebaskan jadi iba. Akhirnya aku hanya memilih jalur damai, tapi tetap ada denda," jawabku dengan lantas mengikutinya masuk.Pak Nias hanya menganggukkan kepala. Sepertinya ia tak ingin bertanya lebih banyak, karena ia justru langsung mengambil buku yang biasa ia gunakan untuk laporan kepadaku."Pak, apa ada uang lima belas juta di kedai?" tanyaku yang sontak membuatnya terkejut."Lima belas juta?" ungk

  • Masakan Mertua   Bab 26

    "Lima belas juta?" tanyaku mengulangi kata-katanya.Mas Lukas mengangguk, lalu mengalihkan pandangan dariku. Entah apa yang sedang ia pikirkan, aku benar-benar sedang tak bisa menebaknya."Iya. Aku malu di ejek orang-orang. Mereka selalu mengataiku jika aku hanya menumpang hidup denganmu. Sekarang usahamu sudah maju, dan mereka semua tahu apa pekerjaanku. Aku malu, sebagai kepala keluarga tidak bisa memberimu yang terbaik."Suamiku itu memandang keluar jendela. Sebelumnya aku tak pernah melihat Mas Lukas bersikap demikian. Selama ini pun aku juga tak pernah mempermasalahkan soal pekerjaan dan penghasilan yang ia dapat."Kenapa harus begitu? Bukankah selama ini aku tak pernah mempermasalahkan soal hal itu, Mas? Bahkan sejak masih di rumah Ibu pun aku menerimamu, berapapun uang yang kamu berikan," sanggahku.Sebenarnya bukan karena aku tidak ada uang, atau aku tidak ingin suamiku memiliki usaha sepertiku. Namun aku ingin benar-benar memastikan soal niatnya itu. Aku tak ingin jika apa ya

  • Masakan Mertua   Bab 25

    Dadaku bergemuruh saat taksi online yang kutumpangi berputar arah sesuai alamat yang kuberikan. Pak Nias tak mungkin bohong kepadaku, terlebih soal seperti ini.Kuremas ujung bajuku, rasanya hatiku teramat sakit. Ada saja ujian dalam hidupku. Padahal aku baru saja hendak merasakan kebahagiaan. Semoga saja, ini bukan masalah yang berarti.Setelah beberapa saat akhirnya kendaraan yang kutumpangi sampai di kedai. Nampak beberapa orang lalu lalang, ada juga yang sibuk dengan ponselnya. Sepertinya beberapa dari mereka mengambil gambar atau video.Aku melirik Huda. Bahkan aku lupa jika ada anak kecil bersamaku. Rasanya tak aman jika aku membiarkan anakku ini ikut turun bersamaku."Pak, tolong jaga anak saya. Berapa tagihannya nanti akan saya bayar. Sekarang biarkan saya menyelesaikan masalah di depan sana," tuturku sebelum turun dan meninggalkan Huda.Beruntung, aku mendapat seorang sopir yang sangat baik dan anakku pun bukan tipe anak yang suka membangkang. Huda sangat mengerti keadaan ibu

  • Masakan Mertua   Bab 24

    Pada akhirnya Mas Lukas berjalan mendekati kamar Mbak Rita dan mengetuknya. Sedangkan aku hanya duduk di ruang tamu sendirian, karena Huda sudah asik bermain dengan Bara. Lama tak jumpa membuat Huda dan Bara saling rindu.Rumah ini tak banyak berubah setelah aku keluar dari sini. Hanya saja jika mau mengakui memang sedikit berantakan daripada dulu ketika aku masih tinggal di sini. Mungkin Ibu ataupun Mbak Rita tak punya cukup waktu untuk membersihkan rumah, atau bagaimana aku juga tak tahu.Kuambil ponselku, memeriksa beberapa pesan Pak Nias yang masuk dan belum sempat kubalas. Usaha yang kudirikan atas bimbingan Pak Nias kini berjalan sangat pesat. Bahkan aku sudah hampir mengembalikan modal awal ketika membuka usaha itu.Sedikit banyaknya aku bisa bernafas lega karena kini satu persatu masalah dan hal-hal yang mempersulit hidupku selesai satu persatu. Semoga saja, ini merupakan akhir dari penderitaanku kemarin. Sekarang aku benar-benar hanya ingin fokus pada kebahagiaanku dan Huda.

  • Masakan Mertua   Bab 23

    Pov Rita II"Rita, makan dulu. Jangan siksa dirimu dengan mengurung diri di kamar. Kasian Bara," ucap Ibu dari luar kamar, tapi sedikitpun aku tak menanggapinya.Sejak kepulangan Mas Irwan kemarin, aku masih saja mengurung diri di dalam kamar. Rasanya duniaku seperti runtuh. Harapan dan angan-angan yang kubayangkan selama ini harus kandas begitu saja.Semua yang kuimpikan sejak dulu harus hilang dan sia-sia. Mas Irwan, suami yang kubanggakan nyatanya bisa bersikap demikian. Dia tak ubahnya seperti serigala berbulu domba. Aku pikir kepergiannya keluar negeri memang murni karena ingin mencari nafkah untuk anak dan istrinya. Nyatanya aku salah, kepulangannya justru menjadi bencana bagiku.Rumah mewah, kendaraan pribadi, hal itulah yang menjadi angan-anganku beberapa tahun belakangan ini. Semua sudah hampir terwujud, bahkan aku sampai mengosongkan perutku agar tabunganku semakin banyak. Namun ternyata, semua itu justru dirampas kembali oleh Mas Irwan dengan mudah. Dan lebih parahnya lagi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status