공유

44. Yakin

작가: Tetiimulyati
last update 최신 업데이트: 2025-07-21 16:51:48

"Sekiranya Frans mampu dan bisa diandalkan, gue sih oke-oke aja. Tapi jangan sampai nanti anak itu malu-maluin, mengingat dia kan gabungnya belum lama."

"Gue jamin gak bakal malu-maluin. Kayaknya dia punya bakat yang lumayan bagus." Mata Agung berbinar ketika mengucapkan itu.

"Oke .... "

"Jadi lu ngizinin?"

"Tapi Frans belum ada cerita."

"Kebetulan gue belum ngomong ke anak-anak, rencananya baru mulai hari ini atau besok. Gue masih menyeleksi secara diam-diam."

Agung mengubah posisi duduknya untuk mengambil ponsel di saku celananya setelah benda itu berbunyi. Posisi kami yang duduk bersebelahan membuatku bisa melihat jelas siapa yang melakukan panggilan. Sebelum Agung bangkit dan menjauh dariku, foto Sinta begitu jelas kulihat di layar ponsel.

Entah apa yang dibicarakan oleh keduanya, lantaran Agung menerima telepon di tempat yang cukup jauh selama beberapa menit. Pria itu kembali mendekatiku dengan ponsel yang sudah berada di sakunya lagi.

"Oh ya, kayaknya sudah waktunya di
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
잠긴 챕터

최신 챕터

  • Masakanku Tak Lagi Dimakan    60. Tak Terduga

    Dua hari sudah aku bersama Pak Asman di tempat ini. Lumayan terhibur dengan adanya ponsel. Aku bisa mendengarkan musik sambil menganyam. Selama ini aku keluar hanya untuk menjual jaring hasil anyamanku di kios sudut pasar dan membeli bahan. Sekarang aku harus keluar untuk mengisi paket data jika sudah habis. Mudah-mudahan saja aman. "Alhamdulillah ada lemburan, To," ucap Pak Asman setelah menerima telepon dari seseorang. "Siapa yang menelepon?" "Mandor. Katanya akan ada material datang berupa batako dan kita yang bongkar. Mayan kan." Aku menautkan alis. Setahuku dulu saat jadi pemasok batako, yang bongkar itu pekerja dari pabrik batako itu sendiri. "Kita yang bongkar? Emangnya pabrik batako itu tidak punya karyawan?" "Pasti ada lah, anggap saja ini rezeki kita." Pak Asman menepuk bahuku. "Ayi bersiap, To!" Tambah pria itu sembari bangkit dan berganti pakaian. Mau tidak mau aku pun mengikutinya meski agak malas. Semenjak berbicara dengan Mbak Tutik tempo hari dan me

  • Masakanku Tak Lagi Dimakan    59. Kabar Ibu

    Sempat khawatir bertemu dengan orang yang kenal, namun akhirnya aku berhasil kembali dengan ponsel yang sudah kupasang kartu baru. Pak Asman belum kembali, aku pun bergegas menyalakan ponsel yang sudah kuisi batrenya. Meski belum penuh tapi bisa digunakan. Tak sabar aku menghubungi Mbak Tutik terlebih dahulu. Ada dorongan kuat untuk mengetahui kabar Ibu. "Benar ini kamu, Pan? Kamu ganti nomor?" Di seberang sana, terdengar suara Kakak perempuanku itu penasaran. "Iya, Mbak. Sengaja aku mengganti nomor karena Mbak tahu sendiri lah keadaanku." "Sampean di mana, Pan? Keadaanmu baik-baik saja, 'kan?" Masih dengan nada khawatir, Mbak Tutik terus bertanya. Pelan-pelan aku menjelaskan tentang keadaanku sekarang. Tanpa kuminta, aku yakin Mbak Tutik akan merahasiakan ini pada orang lain. Setelah beberapa saat aku bercerita, terdengar helaan napasnya berat. "Si Aldi kayaknya marah besar, Pan. Mbak gak tahu bagaimana jadinya kalau dia tahu keberadaanmu. Saran Mbak, kamu ju

  • Masakanku Tak Lagi Dimakan    58. Takut Ketahuan

    Minggu berikutnya, seperti kata Pak Asman, hampir semua orang pulang. Awalnya aku berniat ikut pulang bersama Dirun ke kampunnya, itung-itung refreshing. Tetapi niat itulah kuurungkan lantaran terlalu beresiko. Merasa aman tinggal di proyek ini lantaran tidak bertemu banyak orang. "Pak Asman tak jadi pulang?" tanyaku pada pria yang sebelumnya nampak antusias bertemu keluarga. Pria dengan ciri khas sarungnya itu menggeleng tanpa bersuara. Aku pun menghentikan aktivitas menganyam setelah semua teman-teman berangkat dan tersisa kami berdua. Meraih tempat tembakau milik Pak Asman lalu mulai melinting. "Males." "Lho, kok, mau ketemu keluarga males. Apa gak kangen sama anak istri?" "Saat ini bukan lagi tentang kangen atau tidak. Tapi tentang siap atau tidak." Aku mengernyit mendengar penuturannya. Belum bisa memahami apa maksud ucapannya. "Kayak mau ketemu calon mertua aja, pake acara siap gak siap." Aku tersenyum kecil sambil membuang asap tembakau. Terdengar helaan panjang lal

  • Masakanku Tak Lagi Dimakan    57. Bersembunyi

    Pov Topan "Mas Toto ikut gak?" Terdengar suara Dirun bertanya pada seseorang. Sementara mataku masih fokus pada tangan yang lincah memainkan alat untuk menganyam jaring. Selain untuk menambah penghasilan, kegiatan ini pun aku lakukan untuk mengusir sepi. Saat rekan-rekanku pergi ke luar, atau main kartu menjelang tidur, aku memilih berkutat dengan benang-benang nilon ini. "Mas! Mas Toto denger, gak?" Dirun mengulangi pertanyaannya dengan suara agak keras. "Mas Toto!" Selanjutnya aku merasakan tepukan di bahu kananku, hingga aku sadar pertanyaan itu ditujukan padaku. Selama tiga bulan aku menggunakan nama Toto, masih sering saja tidak sadar kalau orang lain sedang memanggil namaku. "Oh iya, enggak, aku di sini saja. Kalian kalau mau senang-senang, pergilah!" Aku tersenyum miris karena selama tiga bulan ini belum pernah sekalipun pergi keluar komplek proyek ini. "Aku heran sama Mas Toto yang tahan diam di tempat, seperti yang gak butuh hiburan. Padahal di luar itu banyak hal i

  • Masakanku Tak Lagi Dimakan    56

    Tanpa pikir panjang lagi, Mas Fauzan mengambil dompet dan mengeluarkan uang merah dua lembar. Aku melirik Mbak Wulan, wanita itu sempat terbelalak melihat kartu kredit yang berjajar di dalam dompet suamiku. Aku pun menahan senyum melihat reaksinya. "Sudah lunas, ya. Kalau ketemu sama Topan nanti, tolong sampaikan salam saya padanya. Sekarang kami permisi dulu." Meski masih dalam ekspresi kaget, Mbak Wulan menerima uang itu. Setelah itu Mas Fauzan meraih tanganku lalu melangkah meninggalkan Mbak Wulan yang nampak senang menggenggam uang 200.000. "Mas, kok, mau-maunya bayarin?" "Terlepas benar atau tidak Topan punya utang sama dia, aku cuma ingin masalah cepat selesai. Gak ada gunanya berdebat sama orang seperti itu." "Ya Mas, dulu aja Mbak Wulan itu paling kepo dan suka gosip." "Makanya, mudah-mudahan kedepannya tidak bertemu lagi dengan wanita seperti itu." "Makasih ya, Mas." *** Malam ini kami sedang bersiap. Aku menggunakan gaun warna hitam full payet yang baru s

  • Masakanku Tak Lagi Dimakan    55. Entah di Mana

    "Mbak nggak tahu persis permasalahannya, setahu Mbak, dia diancam oleh anaknya Farida. Dengar-dengar dari orang sih, katanya Topan mengambil padi dari gudangnya Farida tanpa izin anak sambungnya. Aldi tidak terima dan hampir saja mengerahkan massa untuk mengeroyok Topan." Sekarang giliran aku yang menarik napas dalam-dalam. Sampai segitunya kehidupan Mas Topan sekarang. "Seperti itulah Topan sekarang, dia menikah dengan Farida bukannya tambah kaya, malah tambah sengsara. Kalau saja dulu dia mempertahankan rumah tangganya denganmu dan tidak tergoda wanita itu." Mbak Tutik mengusap lenganku. "Jodoh kami hanya sampai di situ, Mbak. Meskipun harus ada yang tersakiti dulu." "Mbak sedih, bahkan di hari-hari terakhir Ibu, Topan tidak bisa menemuinya." Mbak Tutik kembali menunduk. Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Semua yang terjadi atas kehendakNya, meskipun jalannya harus pahit dulu. Kehilangan Mas Topan bukan hal mudah bagiku. Bersyukur aku bisa melewati semua ini. Menemukan ora

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status