Share

Part 10 Keresahan Gama 1

MASIH TENTANGMU

- Keresahan Gama

"Makan dulu, Mas." Alita meletakkan nampan di hadapan Gama.

Ada dua porsi nasi goreng dan dua gelas es teh manis. Karena lapar, Gama langsung melahapnya hingga tandas.

"Minggu ini, papaku minta kita ke Surabaya, Mas."

"Aku belum bisa kalau Minggu ini, aku masih ada urusan ke Jakarta."

"Terus kapan?"

"Nanti kukasih tahu."

Alita melanjutkan makan tanpa berselera. Sikap dingin Gama makin terasa. Memang awalnya dia hanya ingin mendapatkan Gama karena gagal dengan Saga. Namun jika kali ini gagal, musibah juga baginya. Apalagi keluarga besarnya sudah tahu kalau ia akan menikah dengan pria kaya keturunan ningrat. Teman-teman di grup alumni juga sudah pada tahu. Alita sendiri yang mengabari mereka kalau sudah bertunangan.

Jujur saja, Gama juga bukan lelaki yang buruk. Meski sikap dinginnya tidak ketulungan. Namun di waktu tertentu, enak juga diajak bercanda dan bicara. Cukup menyenangkan. Dan momen seperti itu sungguh spesial dan ia rindukan. Momen langka baginya.

Gama siap menjalin hubungan dengannya, berarti laki-laki itu tertarik padanya. Bukankah di awal sikapnya juga manis, meski masih kaku juga.

Ia ingat pertama kali mengajak Gama ke Surabaya untuk berkenalan dengan kedua orang tuanya. Papa dan mamanya langsung menyukai laki-laki itu. Dingin dihadapannya, tapi sopan di hadapan kedua orang tuanya. Terlebih ada darah bangsawan mengalir dalam diri Gama, tentu ini menjadi nilai plus di mata mereka.

Sebulan setelah itu mereka bertunangan di Surabaya dengan dihadiri kedua keluarga. Lamaran tapi belum menetapkan tanggal pernikahan. Sekarang kedua orang tuanya menuntut agar hal itu segera dibicarakan. Kapan mereka bisa gantian berkunjung ke Jogja dan membicarakan rencana pernikahan.

Namun Gama tidak pernah membahas tentang pernikahan dengannya. Setelah Dea tahu tentang hubungan mereka, Gama makin dingin dan sibuk. Padahal sebelum ini cukup tenang dan sering menyetujui ajakannya untuk keluar makan atau refreshing sejenak ke pegunungan. Entah ke Tawangmangu atau sekedar menghabiskan waktu seharian di vila keluarganya di Kaliurang.

"Mas."

"Hmm." Gama memandang Alita sejenak.

"Bagaimana kalau akhir Desember ini kita langsungkan pernikahan?"

Meski kaget, tapi Gama hanya memandang Alita sekilas. Bukan Gama kalau banyak drama saat kaget akan sesuatu. "Kita bahas nanti saja. Setelah waktuku longgar."

Alita mengangguk pelan kemudian melanjutkan makan. Kecewa sebenarnya. Sebab dia ingin ajakannya segera ditanggapi dan mereka membicarakan tentang pernikahan dengan serius.

Namun ia tidak ingin memaksakan kehendak. Bisa runyam kalau Gama illfeel karena desakannya. Mengalah daripada terlepas.

Malunya tidak ketulungan kalau kali ini tidak berujung ke pelaminan. Kegagalan rencana pertunangan dengan Saga dulu saja sudah membuatnya malu dihadapan keluarga besar baik dari papa atau mamanya. Sebab mereka sudah tahu kalau Alita akan bertunangan dengan putra pemilik perkebunan teh.

Lalu sekarang, mereka semua juga tahu kalau dia akan menikah dengan seorang bangsawan. Sudah bertunangan pula.

R. Akhilendra Gama Badra Satya, S.E., M.E.

Wow, keren bukan. Soal penampilan luar Gama tidak kalah mentereng dari Saga. Soal kepribadian, tentu saja lebih family man Saga. Alita mengakui itu.

Tentang kesetiaan? Entahlah. Yang pasti setelah bercerai dari Dea, Gama tidak pernah dekat dengan perempuan mana pun. Yang ada di circle pertemanannya hanya kawan biasa. Rata-rata mereka juga sudah berkeluarga.

Usianya tak lagi muda. Untuk ukuran seorang perempuan, tiga puluh tiga tahun sudah menjadi perawan tua. Kalau ingin mencari perjaka yang sukses dan mapan, tentu sudah kesulitan meski ia berparas cantik. Pria-pria seperti ini pasti memilih perempuan yang masih muda.

Pernikahannya dengan Gama tidak boleh gagal. Mau ditaruh mana mukanya jika kali ini gagal lagi. Dia pasti malu setengah mati pada Melati. Dia sudah bangga memberitahu wanita itu kalau akan menikah dengan sepupunya Saga.

***L***

Di asbak, entah sudah ada berapa putung rokok yang teronggok. Sampai ruang kerja itu penuh bau asap rokok.

Di atas meja, laptop menyala dengan menampilkan profil seorang pria. Gama tidak puas melihat sosok dokter Angkasa dari ponsel. Di layar laptop ia bisa melihat dengan lebih jelas.

Lelaki yang membuatnya gusar belakangan ini.

Kenapa mesti gusar? Deandra bukan lagi istrinya. Seperti dirinya yang memutuskan bersama wanita lain, Dea juga berhak melakukan itu. Tapi ada yang tidak terima di dalam sana. Berontak dan sakit ia rasakan.

Gama bangkit dari duduknya. Berdiri di jendela kaca yang gordennya masih tersingkap. Kedua tangan masuk ke saku celana dan menatap hujan deras di luar sana. Yang tampak hanya pekat malam dan bias air tersorot oleh lampu penerangan pinggir jalan.

Mungkin, dia bukan suami yang baik. Yang romantis dan mengutamakan keluarga. Tapi dia laki-laki yang tidak pernah menduakan perempuannya. Jika teman-teman atau relasinya mencari suasana baru dengan mengencani beberapa wanita. Tapi tidak dengan Gama. Berapapun wanita yang berusaha mendekati, Gama bergeming. Bercanda dan ngobrol biasa dengan mereka, tapi tidak untuk mengkhianati Deandra.

Jika jenuh oleh rutinitas dan segala permasalahan pekerjaan, ia mencari hiburan dengan touring, menghabiskan waktunya di bengkel karena sebenarnya ia hobi otomotif. Balapan, nongkrong di kafe untuk nonton bola bersama teman-temannya, dan sesekali minum itu pun tidak sampai mabuk. Hanya sekedar menerima tawaran rekan.

Sebab tidak bisa menyeimbangkan antara kesenangan di luar dan keluarga, Dea habis kesabaran. Puncaknya saat Dea dan Antika ikut tinggal di Amerika. Bukannya mementingkan istri dan anak yang rela ikut ke sana, tapi Gama malah asyik dengan kesenangannya sendiri.

Pernah pulang malam dalam kondisi habis minum, lantas mengajak istrinya bercinta. Deandra menangis setelahnya. Dea sempat mencurigai kalau selain sibuk dengan hobinya, Gama pasti seperti teman-temannya yang lain. Free se*. Di Amerika mana ada orang yang tahu. Sesama teman pasti akan saling menutupi, karena sama-sama melakukannya. Mereka juga banyak bergaul dengan gadis-gadis yang menjadi mahasiswa sekaligus bekerja di sana.

Bukankah balapan, mabuk, terkadang tidak jauh dari perempuan. Tentu saja perempuan-perempuan murahan.

Saat Deandra memutuskan pulang ke Indonesia, terjadilah pertengkaran itu.

"Asal kamu tahu, De. Aku keluar tapi bukan untuk main perempuan. Aku nggak pernah menyentuh wanita mana pun selain kamu." Gama menjelaskan dengan menahan geram. Dia paling tidak terima dituduh punya wanita simpanan. Satu kenakalan yang tidak terbesit untuk dilakukannya.

"Banyak perempuan di sekitar kalian. Apa aku bisa percaya? Sekarang Mas bisa bilang tidak. Tapi jika terus terusan berada di circle seperti itu, siapa yang menjamin bisa selamat. Mas, sudah punya istri dan anak. Kurangi hobimu yang menyita waktu atau Mas akan kehilangan Antik dan aku.

"Jika teman-temanmu menelepon membutuhkanmu, begitu gesitnya Mas membantu. Tapi mana Mas peduli dengan kondisiku dan Antik. Di sini kami hanya punya kamu, Mas. Aku nggak punya teman dan kenalan. Aku asing di tempat ini.

"Apa bedanya kita tinggal serumah atau LDM? Nggak ada. Aku mau pulang saja. Di sana jika Antik sakit masih ada yang membantuku. Di sini, apapun kulakukan sendiri."

Comments (5)
goodnovel comment avatar
for you
setia tok ga ada gunya kalau anak dam istri di abaikan,terus yg jadi penasaran itu dea itu cinta setengah gila sama gama itu karna apa nya serius nanya
goodnovel comment avatar
Yanti Keke
amalan tuh trgantung niat... jk niatny dah salh.... hasilny jg akn salh kaprah
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
aku harap Dea mau sedikit buka hari buat dokter Angkasa. biar cemburu tuh si Gama. biar dia rasa apa yg Dea rasain.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status