MASIH TENTANGMU
- Keresahan Gama"Makan dulu, Mas." Alita meletakkan nampan di hadapan Gama.Ada dua porsi nasi goreng dan dua gelas es teh manis. Karena lapar, Gama langsung melahapnya hingga tandas."Minggu ini, papaku minta kita ke Surabaya, Mas.""Aku belum bisa kalau Minggu ini, aku masih ada urusan ke Jakarta.""Terus kapan?""Nanti kukasih tahu."Alita melanjutkan makan tanpa berselera. Sikap dingin Gama makin terasa. Memang awalnya dia hanya ingin mendapatkan Gama karena gagal dengan Saga. Namun jika kali ini gagal, musibah juga baginya. Apalagi keluarga besarnya sudah tahu kalau ia akan menikah dengan pria kaya keturunan ningrat. Teman-teman di grup alumni juga sudah pada tahu. Alita sendiri yang mengabari mereka kalau sudah bertunangan.Jujur saja, Gama juga bukan lelaki yang buruk. Meski sikap dinginnya tidak ketulungan. Namun di waktu tertentu, enak juga diajak bercanda dan bicara. Cukup menyenangkan. Dan momen seperti itu sungguh spesial dan ia rindukan. Momen langka baginya.Gama siap menjalin hubungan dengannya, berarti laki-laki itu tertarik padanya. Bukankah di awal sikapnya juga manis, meski masih kaku juga.Ia ingat pertama kali mengajak Gama ke Surabaya untuk berkenalan dengan kedua orang tuanya. Papa dan mamanya langsung menyukai laki-laki itu. Dingin dihadapannya, tapi sopan di hadapan kedua orang tuanya. Terlebih ada darah bangsawan mengalir dalam diri Gama, tentu ini menjadi nilai plus di mata mereka.Sebulan setelah itu mereka bertunangan di Surabaya dengan dihadiri kedua keluarga. Lamaran tapi belum menetapkan tanggal pernikahan. Sekarang kedua orang tuanya menuntut agar hal itu segera dibicarakan. Kapan mereka bisa gantian berkunjung ke Jogja dan membicarakan rencana pernikahan.Namun Gama tidak pernah membahas tentang pernikahan dengannya. Setelah Dea tahu tentang hubungan mereka, Gama makin dingin dan sibuk. Padahal sebelum ini cukup tenang dan sering menyetujui ajakannya untuk keluar makan atau refreshing sejenak ke pegunungan. Entah ke Tawangmangu atau sekedar menghabiskan waktu seharian di vila keluarganya di Kaliurang."Mas.""Hmm." Gama memandang Alita sejenak."Bagaimana kalau akhir Desember ini kita langsungkan pernikahan?"Meski kaget, tapi Gama hanya memandang Alita sekilas. Bukan Gama kalau banyak drama saat kaget akan sesuatu. "Kita bahas nanti saja. Setelah waktuku longgar."Alita mengangguk pelan kemudian melanjutkan makan. Kecewa sebenarnya. Sebab dia ingin ajakannya segera ditanggapi dan mereka membicarakan tentang pernikahan dengan serius.Namun ia tidak ingin memaksakan kehendak. Bisa runyam kalau Gama illfeel karena desakannya. Mengalah daripada terlepas.Malunya tidak ketulungan kalau kali ini tidak berujung ke pelaminan. Kegagalan rencana pertunangan dengan Saga dulu saja sudah membuatnya malu dihadapan keluarga besar baik dari papa atau mamanya. Sebab mereka sudah tahu kalau Alita akan bertunangan dengan putra pemilik perkebunan teh.Lalu sekarang, mereka semua juga tahu kalau dia akan menikah dengan seorang bangsawan. Sudah bertunangan pula.R. Akhilendra Gama Badra Satya, S.E., M.E.Wow, keren bukan. Soal penampilan luar Gama tidak kalah mentereng dari Saga. Soal kepribadian, tentu saja lebih family man Saga. Alita mengakui itu.Tentang kesetiaan? Entahlah. Yang pasti setelah bercerai dari Dea, Gama tidak pernah dekat dengan perempuan mana pun. Yang ada di circle pertemanannya hanya kawan biasa. Rata-rata mereka juga sudah berkeluarga.Usianya tak lagi muda. Untuk ukuran seorang perempuan, tiga puluh tiga tahun sudah menjadi perawan tua. Kalau ingin mencari perjaka yang sukses dan mapan, tentu sudah kesulitan meski ia berparas cantik. Pria-pria seperti ini pasti memilih perempuan yang masih muda.Pernikahannya dengan Gama tidak boleh gagal. Mau ditaruh mana mukanya jika kali ini gagal lagi. Dia pasti malu setengah mati pada Melati. Dia sudah bangga memberitahu wanita itu kalau akan menikah dengan sepupunya Saga.***L***Di asbak, entah sudah ada berapa putung rokok yang teronggok. Sampai ruang kerja itu penuh bau asap rokok.Di atas meja, laptop menyala dengan menampilkan profil seorang pria. Gama tidak puas melihat sosok dokter Angkasa dari ponsel. Di layar laptop ia bisa melihat dengan lebih jelas.Lelaki yang membuatnya gusar belakangan ini.Kenapa mesti gusar? Deandra bukan lagi istrinya. Seperti dirinya yang memutuskan bersama wanita lain, Dea juga berhak melakukan itu. Tapi ada yang tidak terima di dalam sana. Berontak dan sakit ia rasakan.Gama bangkit dari duduknya. Berdiri di jendela kaca yang gordennya masih tersingkap. Kedua tangan masuk ke saku celana dan menatap hujan deras di luar sana. Yang tampak hanya pekat malam dan bias air tersorot oleh lampu penerangan pinggir jalan.Mungkin, dia bukan suami yang baik. Yang romantis dan mengutamakan keluarga. Tapi dia laki-laki yang tidak pernah menduakan perempuannya. Jika teman-teman atau relasinya mencari suasana baru dengan mengencani beberapa wanita. Tapi tidak dengan Gama. Berapapun wanita yang berusaha mendekati, Gama bergeming. Bercanda dan ngobrol biasa dengan mereka, tapi tidak untuk mengkhianati Deandra.Jika jenuh oleh rutinitas dan segala permasalahan pekerjaan, ia mencari hiburan dengan touring, menghabiskan waktunya di bengkel karena sebenarnya ia hobi otomotif. Balapan, nongkrong di kafe untuk nonton bola bersama teman-temannya, dan sesekali minum itu pun tidak sampai mabuk. Hanya sekedar menerima tawaran rekan.Sebab tidak bisa menyeimbangkan antara kesenangan di luar dan keluarga, Dea habis kesabaran. Puncaknya saat Dea dan Antika ikut tinggal di Amerika. Bukannya mementingkan istri dan anak yang rela ikut ke sana, tapi Gama malah asyik dengan kesenangannya sendiri.Pernah pulang malam dalam kondisi habis minum, lantas mengajak istrinya bercinta. Deandra menangis setelahnya. Dea sempat mencurigai kalau selain sibuk dengan hobinya, Gama pasti seperti teman-temannya yang lain. Free se*. Di Amerika mana ada orang yang tahu. Sesama teman pasti akan saling menutupi, karena sama-sama melakukannya. Mereka juga banyak bergaul dengan gadis-gadis yang menjadi mahasiswa sekaligus bekerja di sana.Bukankah balapan, mabuk, terkadang tidak jauh dari perempuan. Tentu saja perempuan-perempuan murahan.Saat Deandra memutuskan pulang ke Indonesia, terjadilah pertengkaran itu."Asal kamu tahu, De. Aku keluar tapi bukan untuk main perempuan. Aku nggak pernah menyentuh wanita mana pun selain kamu." Gama menjelaskan dengan menahan geram. Dia paling tidak terima dituduh punya wanita simpanan. Satu kenakalan yang tidak terbesit untuk dilakukannya."Banyak perempuan di sekitar kalian. Apa aku bisa percaya? Sekarang Mas bisa bilang tidak. Tapi jika terus terusan berada di circle seperti itu, siapa yang menjamin bisa selamat. Mas, sudah punya istri dan anak. Kurangi hobimu yang menyita waktu atau Mas akan kehilangan Antik dan aku."Jika teman-temanmu menelepon membutuhkanmu, begitu gesitnya Mas membantu. Tapi mana Mas peduli dengan kondisiku dan Antik. Di sini kami hanya punya kamu, Mas. Aku nggak punya teman dan kenalan. Aku asing di tempat ini."Apa bedanya kita tinggal serumah atau LDM? Nggak ada. Aku mau pulang saja. Di sana jika Antik sakit masih ada yang membantuku. Di sini, apapun kulakukan sendiri."Paginya, Alita berkemas-kemas dibantu oleh Naufal. Sesekali mereka saling pandang dan melempar senyum. Rambut Alita terurai sebawah bahu dan masih setengah basah."Akhir pekan ini, kita lihat rumah di Grand Permata," kata Naufal menghampiri istrinya dan membantu mengunci travel bag."Kamu sudah tahu Grand Permata, kan?""Iya, aku pernah lewat sana.""Kamu suka nggak tempat itu?""Suka.""Ada juga di Singosari Residen. Tapi kejauhan kalau ke kantor. Di sana pemandangannya juga menarik. Bagaimana?""Aku ngikut saja. Mana yang terbaik buat kita.""Oke. Nanti kita lihat dua-duanya. Jadi kamu bisa membuat pilihan. Kalau di Singosari Residen memang lebih tenang tempatnya. Adem karena di kelilingi perbukitan. Cuman agak jauh dari kantor. Sebelum mendapatkan rumah, kita tinggal di kosanku sambil cari kontrakan rumah untuk sementara.""Ya." Alita tersenyum. Kemudian mengecek laci, memperhatikan gantungan baju, dan masuk ke kamar mandi untuk memastikan tidak ada barang mereka yang tertinggal.T
MASIH TENTANGMU- Hidup BaruJam dua ketika tamu sudah mulai senggang. Alita menghampiri Dea dan Melati yang duduk ngobrol, terpisah dari rombongan Pak Norman."Makasih banget kalian menyempatkan datang dari Jogja ke Surabaya," ucapnya sambil duduk di kursi depan dua wanita itu. Agak susah duduk karena memakai jarik yang sangat sempit. Makanya Dea membantu memegangi tangan Alita agar tidak terjengkang."Sama-sama," jawab Dea dan Melati hampir bersamaan."Setelah ini kamu dan suamimu tinggal di Malang?" tanya Melati."Iya. Kami berdua kerja di sana.""Kamu sudah lama pulang ke Surabaya?" tanya Melati lagi Dijawab anggukan kepala oleh Alita. Melati malah tidak tahu banyak tentang Alita, semenjak pakdhenya Alita masuk penjara. Apalagi setelah putus pertunangan dari Gama, Alita tidak pernah lagi datang ke kafenya. Dea sendiri tidak pernah membahas pertemuannya dengan Alita pada siapa-siapa. Kecuali pada sang suami, itu pun baru seminggu yang lalu. "Bentar aku mau ke toilet," pamit Melat
Jogjakarta, dua minggu kemudian."Undangan dari siapa, Mas?" Dea meraih undangan yang baru diletakkan oleh Gama di hadapannya. Dia membaca nama yang tertera. Tidak ada foto calon pengantin dalam undangan itu."Dari Alita?" Dea kaget. "Ya. Saga yang ngasih tadi. Seminggu lagi Lita nikah di Surabaya. Kata Saga, Naufal itu teman kuliah mereka dulu.""Calonnya dari Surabaya juga?"Gama mengangguk, tapi dia heran melihat wajah sang istri tampak bingung dan berulang kali memperhatikan undangan mewah kombinasi warna putih dan kuning keemasan di tangannya. "Sayang, kenapa?"Dea meletakkan undangan di atas meja riasnya."Mas, waktu aku hamil delapan bulan dan tinggal di apartemen. Sebenarnya aku bertemu dengan Alita yang tinggal di apartemen itu juga."Ganti Gama yang terkejut. "Beneran?"Dea mengangguk."Kenapa nggak cerita sama mas?""Karena Mas pasti langsung mengajakku pindah dan nggak boleh lagi bertemu dengan Lita. Waktu itu dia sudah berubah baik. Dia minta maaf padaku sambil nangis.
MASIH TENTANGMU- The Wedding Pagi yang cerah, suasana yang indah. Rumah Pak Handoyo begitu meriah. Senyum suami istri itu sangat sumringah. Menyambut tamu dari keluarga Naufal dan dari beberapa kerabat mereka sendiri yang di undang ke rumah. Tak ada yang ditutupi lagi kalau pernikahan Alita dengan Tony sudah selesai empat bulan yang lalu.Mereka mengerti dan tidak pernah bertanya secara detail.Tentang keguguran itu pun kerabat tidak ada yang tahu. ART saja yang tahu, tapi mereka juga tutup mulut. Tidak ada yang jadi 'lambe turah'. Sebab sadar karena di sana hanya bekerja dan digaji tidak murah. Pak Handoyo dan Bu Lany juga sangat baik sebagai majikan.Alita memakai gamis warna khaki dengan hiasan bordir di bagian kerah dan kancing depan. Memakai jilbab polos warna senada. Naufal memakai kemeja warna abu-abu. Acara dadakan yang membuat mereka tidak sempat menyelaraskan outfit untuk lamaran. Juga tidak ada backdrop. Namun tidak mengurangi kegembiraan hari itu.Orang tua Alita dan ke
Pagi-pagi sekali Gama bersama keluarganya sudah sampai di rumah Pak Norman. Ia juga sudah check out dari vila. Pagi ini bersama keluarga kecil Saga, mereka akan kembali ke Jogja. Liburan telah selesai dan besok waktunya kembali ke kantor.Pak Norman menciumi bocah-bocah satu per satu. Alangkah bahagianya. Di hari tua bisa memiliki cucu sebanyak itu. Termasuk anak-anak Gama direngkuh tak ubahnya seperti cucu sendiri. Gama adalah bagian dari Ariani. Perempuan yang memiliki tempat tersendiri di hatinya.Bu Rista dan Kartini juga menyempatkan menggendong si kembar yang sangat lucu. Juga si bayi Akhandra yang mencuri perhatiannya. Tiga hari ini menjadi momen yang sangat indah. Mereka berkumpul bersama dan membuat rumah besarnya sangat ramai."Kami pamit, Om, Tante." Gama mencium tangan Pak Norman dan Bu Rista. Diikuti oleh Dea. Juga berpamitan pada Akbar dan Tini.Saga dan Melati melakukan hal yang sama. Hingga mereka berpisah di halaman rumah. Dua mobil meninggalkan pekarangan disertai la
MASIH TENTANGMU- Janji yang Ditepati"Itu Saga." Naufal melihat teman lamanya."Iya. Tapi kita pergi saja." Alita berbalik dan melangkah cepat. Naufal pun menjajari langkahnya. Mereka menuruni eskalator dan Alita tak lagi menoleh ke belakang.Bukan hal mudah bertemu mereka lagi. Mungkin menjauh juga tidak mempengaruhi apapun. Dirinya bukan siapa-siapa dan bisa jadi sudah dilupakan. Justru kalau tiba-tiba ia muncul, mungkin akan merusak suasana. Sebab di sana pun juga ada Akbar bersama istrinya. Mereka sedang bahagia menikmati kebersamaan.Rupanya Gama juga membawa istri dan anaknya menyambut pergantian tahun di Malang. Keluarga Saga tinggal di Lawang. Mungkin mereka tadi tengah jalan-jalan. Kenapa bumi ini terasa sempit."Kita keluar saja dari Trans*art kalau gitu." Naufal memutuskan karena melihat Alita yang tidak nyaman dan terlihat cemas.Ia bisa memahaminya. Tentu bertemu mereka lagi adalah sesuatu yang tidak mudah setelah banyak peristiwa tertoreh dalam hubungan mereka."Kita m
Naufal dan Alita lantas makan tanpa percakapan. Makan dengan cepat agar sampai pantai tidak kesiangan. Butuh waktu dua jam untuk sampai di Balaikambang.Alita yang menghindari banyak orang dalam waktu empat bulan ini. Namun terasa nyaman saat bepergian bersama Naufal. Sebenarnya dialah teman laki-laki yang bisa diajak ngobrol enak sejak dulu. Sosok yang bisa dipercaya. Saking percayanya sampai mereka melakukan one night stand.Bromo. Sebenarnya di bulan Desember dan awal Januari begini, Bromo sedang indah-indahnya. Savana dengan rerumputan yang menghijau karena terguyur hujan, setelah kekeringan selama musim kemarau. Mereka melanjutkan perjalanan tanpa banyak percakapan. Sesekali mengulas apa yang dilihatnya di sepanjang perjalanan. Tentunya pemandangan yang menyejukkan mata.Dua jam kemudian mereka sudah menyusuri pantai dengan pesona pasir putih dan pemandangan air laut yang kebiruan. Suasana teduh karena mendung memayungi angkasa, meski hari sudah siang.Tahun baru, pengunjung mem
MASIH TENTANGMU- 71 Serius Alita belum bisa tidur meski sudah jam sebelas malam. Sebentar lagi pergantian tahun. Sejam lagi sudah tahun yang berbeda. Namun kehidupannya masih tetap sama.Ia ingat Naufal. Tidak mengira saja, ia bertemu lagi dengan Naufal di kota ini.Memang bisa saja mereka bertemu, karena sama-sama berasal dari Surabaya. Namun statusnya yang masih single membuat Alita seakan tak percaya. Apa sekali saja dia tidak pernah pacaran?Dan kata-kata Naufal tadi masih diingatnya. Laki-laki itu merasa sangat bersalah terhadap apa yang telah mereka lakukan dulu. Tidak hanya merasa bersalah, tapi juga ingin bertanggungjawab. Bertanggungjawab seperti apa? Hendak menikahinya? Padahal dirinya terlalu kotor. Memang Naufal yang pertama kali mengambil segalanya. Tapi bukan alasan itu yang membuat Alita tetap sendiri sampai saat ini. Naufal belum tahu sejahat apa dirinya selama sebelas tahun.Wanita melamun lalu menoleh saat ponselnya di nakas berpendar. Siapa yang menelpon malam-ma
Alita tersenyum getir. Naufal tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Memang di biodata itu tertulis belum menikah, padahal dirinya sudah janda. Sebab mau mengganti identitas, dia tidak punya akta perceraian."Kamu sudah menikah? Aku khawatir kalau sedang jalan sama suami orang." Alita memberanikan diri untuk bertanya.Naufal dengan cepat menggeleng. "Nggak usah khawatir. Kamu duduk dengan laki-laki yang masih jomblo." Senyum mengakhiri ucapannya.Di usia tiga puluh empat tahun, Naufal juga masih belum menikah? Dia bukan lelaki kurang pergaulan, bukan pria buruk rupa, karirnya juga mentereng. Tapi belum menikah."Kenapa belum nikah?" Alita mulai enjoy. Dulu pun mereka adalah sahabat yang sangat akrab dan biasa ngobrol tentang apapun."Kamu juga belum menikah? Kenapa?"Alita tersenyum getir."Karena perbuatanku waktu itu?" tanya Naufal dengan wajah sendu. Ada sesal dan rasa bersalah tampak di sana. Meski harus membongkar kisah lama, tapi ia mesti mengutarakannya. Sebab ia menyesalinya hing