"Mas, mau makan apa?" tanya Alita sambil memandang Gama yang duduk dan fokus pada ponselnya semenjak mereka datang tadi.
Malam itu mereka makan malam di Restoran Wijaya Kusuma milik Bu Ariana. Mengambil tempat duduk paling tepi, agar bisa leluasa untuk ngobrol.Alita yang punya ide makan di sana biar sekalian bisa bertemu dan bicara dengan ibu kedua bagi Gama. Melihat Gama yang banyak berubah akhir-akhir ini membuat Alita khawatir. Tentunya ia tidak ingin malu jika gagal lagi. Apalagi Gama termasuk pria paket komplit. Kaya dan keturunan bangsawan.Saga dan Melati juga sudah tahu kalau ia bertunangan dengan Gama. Kalau gagal, mau ditaruh mana mukanya.Sejauh ini Gama juga belum tahu tentang masa lalunya. Jika pada akhirnya terbongkar, tak masalah. Yang penting mereka telah menikah."Mas," panggil Alita lagi karena Gama masih diam."Aku pesan nasi goreng saja," jawab Gama tanpa mengalihkan perhatian pada benda pipih di tangannya.Alita yang kesal langsung berdiri dan melangkah ke belakang. Bilang pada seorang pramusaji, kemudian gadis itu duduk di dekat Bu Ariana yang tengah mengupas bawang di meja belakang.Walaupun tidak menyukai Alita, tapi Bu Ariana tetap menanggapi dengan ramah saat gadis itu mengajaknya bicara. Mendengar keluh kesah Alita yang mulai risua dengan sikap dingin Gama dalam dua minggu ini."Mungkin Gama banyak pekerjaan, Lita. Apalagi sekarang dia harus fokus pada kantor cabang yang dipercayakan padanya." Bu Ariana berusaha meredam kegelisahan calon istri keponakannya.Alita menoleh pada pria yang masih diam memandang ponsel di tangannya. Entah apa yang membuatnya sefokus itu. Apa Gama punya gebetan baru?Ah, sejak awal dia pun tahu Gama itu seperti apa. Dingin dan cuek sebenarnya. Bukankah memang sejak awal dirinya yang mulai mendekati. Setelah tidak mungkin lagi mendapatkan Saga, bukankah ada Gama yang tak kalah mentereng dari sepupunya itu. Bahkan gelar Randen masih tersemat pada Gama karena dia keturunan dari anak laki-laki. Kalau Saga hanya dari ibunya.Ternyata tidak mudah mendekati laki-laki itu. Kelihatannya saja mata keranjang, nyatanya susah untuk ditaklukkan. Kalau bukan karena dia yang agresif, belum tentu Gama jatuh dalam dekapannya.Sekarang hanya bagaimana cara supaya Gama menyegerakan pernikahan mereka. Tidak mendapatkan Saga, tapi masih bisa menjadi bagian dari keluarga besarnya.Dipikir Alita, Gama ini gampangan. Nyatanya tidak. Bermesraan kalau tidak dirinya yang memulai, Gama tetap kaku bak kanebo kering. Mungkin hal itu yang membuat Dea minta cerai. Tapi bukankah Dea sering sekali cerita kalau masih cinta pada Gama?Sementara Gama yang duduk diam masih fokus pada layar ponsel. Melihat profil seorang laki-laki yang baru diketahui akunnya pagi tadi. Profil dokter yang ada di Rumah Sakit Harapan Mulia.dr. Angkasa Evano, Sp.JT. FIHA.Seorang laki-laki memakai jas dokternya yang menjadi profil di akun media sosial yang tampak di layar ponsel Gama.Rupanya dia bukan dokter spesialis jantung, tapi seorang dokter bedah jantung. Di usia yang masih setara dengannya. Dia termasuk dokter dengan usia muda bagi seorang spesialis bedah jantung, tapi kiprahnya sudah luar biasa.Dokter spesialis jantung tidak bisa melakukan pembedahan. Tapi beda dengan dokter Angkasa, dia bisa melakukan pembedahan atau operasi jantung.Single. Anak pertama dari dua bersaudara. Dan di sana juga tertera alamat tempat prakteknya.Wow. Diakah pria yang jatuh cinta pada Deandra?Terbit nyeri dalam relung kalbunya. Selama kenal hingga menikah. Dea tidak pernah membuatnya cemburu kelewat batas. Wanita itu begitu memujanya. Menempatkan dirinya sebagai satu-satunya lelaki yang dicintai sepenuh hati. Yang selalu cemburu saat Gama bersama relasi perempuan.Saat bersamanya, Dea tidak pernah dekat dengan lelaki mana pun. Bahkan setelah bercerai, Dea tetap bertahan sendiri. Tapi kali ini, Gama dibuat sangat gusar oleh sosok dokter berparas tampan itu."Deandra itu cinta banget sama kamu. Kamunya saja yang nggak peka. Nggak berusaha membalas perhatian dan rasa cintanya. Kamu pikir nggak capek apa, terus-menerus memberi tanpa mendapatkan timbal balik," kata Astrid sepulangnya mereka dari rumah Dea."Perempuan seperti Dea itu nggak ribet kok, Ga. Kamu kasih sedikit waktu dan perhatian saja dia sudah bahagia. Buktinya pun sampai sekarang Dea juga masih bertahan sendiri.""Tapi dia yang minta cerai, Mbak?" bela Gama."Karena sudah lelah. Untuk apa bertahan denganmu yang nggak pernah bisa berubah. Kamu bilang cinta sama dia, tapi nggak pernah membuktikannya. Kamu tetap semaumu sendiri. Di titik akhir dia nunggu kamu berjuang sekali lagi dalam hubungan kalian. Nyatanya kamu tetap diam dan egois, Ga. Sumpah Mbak jengkel sama kamu. Memang kamu cocoknya itu dapet perempuan seperti Alita. Sama-sama nggak punya perasaan. Katamu Alita itu teman baiknya Dea, kan?"Astrid mengungkapkan kekesalannya. Meski dia hanya sebagai kakak ipar. Tapi sikapnya sudah seperti kakak kandung bagi Gama. Astrid tak segan mengomel pada Gama yang memang dingin tidak ketulungan."Mbak mau jodohin Dea sama dokter Angkasa. Dia dokter spesialis. Masih perjaka juga meski usianya sudah banyak. Dari keluarga dokter. Papanya seorang dokter ortopedi dan ibunya dokter kandungan. Lagian Angkasa sudah lama naksir sama Dea." Dengan santainya Astrid bicara begitu padanya. Kemudian pergi meninggalkan Gama sendirian di kursi teras.Iparnya tidak menyadari, kalau apa yang telah dikatakannya tadi mencabik perasaannya yang selama ini mati suri. Astrid juga berpihak pada Dea daripada membelanya.Dan kata-kata Astrid itu masih terngiang di telinga Gama hingga sekarang. Apa mungkin saat ini Dea memang sudah menjalin hubungan dengan dokter itu?Dada Gama mendadak terasa nyeri.Biasanya kalau ia mengirimkan pesan untuk bertanya tentang Antika, selalu cepat dijawab oleh Dea. Tapi dalam dua Minggu ini butuh waktu beberapa lama baru dibalas. Walaupun aplikasi pesannya sedang aktif.* * *Paginya, Alita berkemas-kemas dibantu oleh Naufal. Sesekali mereka saling pandang dan melempar senyum. Rambut Alita terurai sebawah bahu dan masih setengah basah."Akhir pekan ini, kita lihat rumah di Grand Permata," kata Naufal menghampiri istrinya dan membantu mengunci travel bag."Kamu sudah tahu Grand Permata, kan?""Iya, aku pernah lewat sana.""Kamu suka nggak tempat itu?""Suka.""Ada juga di Singosari Residen. Tapi kejauhan kalau ke kantor. Di sana pemandangannya juga menarik. Bagaimana?""Aku ngikut saja. Mana yang terbaik buat kita.""Oke. Nanti kita lihat dua-duanya. Jadi kamu bisa membuat pilihan. Kalau di Singosari Residen memang lebih tenang tempatnya. Adem karena di kelilingi perbukitan. Cuman agak jauh dari kantor. Sebelum mendapatkan rumah, kita tinggal di kosanku sambil cari kontrakan rumah untuk sementara.""Ya." Alita tersenyum. Kemudian mengecek laci, memperhatikan gantungan baju, dan masuk ke kamar mandi untuk memastikan tidak ada barang mereka yang tertinggal.T
MASIH TENTANGMU- Hidup BaruJam dua ketika tamu sudah mulai senggang. Alita menghampiri Dea dan Melati yang duduk ngobrol, terpisah dari rombongan Pak Norman."Makasih banget kalian menyempatkan datang dari Jogja ke Surabaya," ucapnya sambil duduk di kursi depan dua wanita itu. Agak susah duduk karena memakai jarik yang sangat sempit. Makanya Dea membantu memegangi tangan Alita agar tidak terjengkang."Sama-sama," jawab Dea dan Melati hampir bersamaan."Setelah ini kamu dan suamimu tinggal di Malang?" tanya Melati."Iya. Kami berdua kerja di sana.""Kamu sudah lama pulang ke Surabaya?" tanya Melati lagi Dijawab anggukan kepala oleh Alita. Melati malah tidak tahu banyak tentang Alita, semenjak pakdhenya Alita masuk penjara. Apalagi setelah putus pertunangan dari Gama, Alita tidak pernah lagi datang ke kafenya. Dea sendiri tidak pernah membahas pertemuannya dengan Alita pada siapa-siapa. Kecuali pada sang suami, itu pun baru seminggu yang lalu. "Bentar aku mau ke toilet," pamit Melat
Jogjakarta, dua minggu kemudian."Undangan dari siapa, Mas?" Dea meraih undangan yang baru diletakkan oleh Gama di hadapannya. Dia membaca nama yang tertera. Tidak ada foto calon pengantin dalam undangan itu."Dari Alita?" Dea kaget. "Ya. Saga yang ngasih tadi. Seminggu lagi Lita nikah di Surabaya. Kata Saga, Naufal itu teman kuliah mereka dulu.""Calonnya dari Surabaya juga?"Gama mengangguk, tapi dia heran melihat wajah sang istri tampak bingung dan berulang kali memperhatikan undangan mewah kombinasi warna putih dan kuning keemasan di tangannya. "Sayang, kenapa?"Dea meletakkan undangan di atas meja riasnya."Mas, waktu aku hamil delapan bulan dan tinggal di apartemen. Sebenarnya aku bertemu dengan Alita yang tinggal di apartemen itu juga."Ganti Gama yang terkejut. "Beneran?"Dea mengangguk."Kenapa nggak cerita sama mas?""Karena Mas pasti langsung mengajakku pindah dan nggak boleh lagi bertemu dengan Lita. Waktu itu dia sudah berubah baik. Dia minta maaf padaku sambil nangis.
MASIH TENTANGMU- The Wedding Pagi yang cerah, suasana yang indah. Rumah Pak Handoyo begitu meriah. Senyum suami istri itu sangat sumringah. Menyambut tamu dari keluarga Naufal dan dari beberapa kerabat mereka sendiri yang di undang ke rumah. Tak ada yang ditutupi lagi kalau pernikahan Alita dengan Tony sudah selesai empat bulan yang lalu.Mereka mengerti dan tidak pernah bertanya secara detail.Tentang keguguran itu pun kerabat tidak ada yang tahu. ART saja yang tahu, tapi mereka juga tutup mulut. Tidak ada yang jadi 'lambe turah'. Sebab sadar karena di sana hanya bekerja dan digaji tidak murah. Pak Handoyo dan Bu Lany juga sangat baik sebagai majikan.Alita memakai gamis warna khaki dengan hiasan bordir di bagian kerah dan kancing depan. Memakai jilbab polos warna senada. Naufal memakai kemeja warna abu-abu. Acara dadakan yang membuat mereka tidak sempat menyelaraskan outfit untuk lamaran. Juga tidak ada backdrop. Namun tidak mengurangi kegembiraan hari itu.Orang tua Alita dan ke
Pagi-pagi sekali Gama bersama keluarganya sudah sampai di rumah Pak Norman. Ia juga sudah check out dari vila. Pagi ini bersama keluarga kecil Saga, mereka akan kembali ke Jogja. Liburan telah selesai dan besok waktunya kembali ke kantor.Pak Norman menciumi bocah-bocah satu per satu. Alangkah bahagianya. Di hari tua bisa memiliki cucu sebanyak itu. Termasuk anak-anak Gama direngkuh tak ubahnya seperti cucu sendiri. Gama adalah bagian dari Ariani. Perempuan yang memiliki tempat tersendiri di hatinya.Bu Rista dan Kartini juga menyempatkan menggendong si kembar yang sangat lucu. Juga si bayi Akhandra yang mencuri perhatiannya. Tiga hari ini menjadi momen yang sangat indah. Mereka berkumpul bersama dan membuat rumah besarnya sangat ramai."Kami pamit, Om, Tante." Gama mencium tangan Pak Norman dan Bu Rista. Diikuti oleh Dea. Juga berpamitan pada Akbar dan Tini.Saga dan Melati melakukan hal yang sama. Hingga mereka berpisah di halaman rumah. Dua mobil meninggalkan pekarangan disertai la
MASIH TENTANGMU- Janji yang Ditepati"Itu Saga." Naufal melihat teman lamanya."Iya. Tapi kita pergi saja." Alita berbalik dan melangkah cepat. Naufal pun menjajari langkahnya. Mereka menuruni eskalator dan Alita tak lagi menoleh ke belakang.Bukan hal mudah bertemu mereka lagi. Mungkin menjauh juga tidak mempengaruhi apapun. Dirinya bukan siapa-siapa dan bisa jadi sudah dilupakan. Justru kalau tiba-tiba ia muncul, mungkin akan merusak suasana. Sebab di sana pun juga ada Akbar bersama istrinya. Mereka sedang bahagia menikmati kebersamaan.Rupanya Gama juga membawa istri dan anaknya menyambut pergantian tahun di Malang. Keluarga Saga tinggal di Lawang. Mungkin mereka tadi tengah jalan-jalan. Kenapa bumi ini terasa sempit."Kita keluar saja dari Trans*art kalau gitu." Naufal memutuskan karena melihat Alita yang tidak nyaman dan terlihat cemas.Ia bisa memahaminya. Tentu bertemu mereka lagi adalah sesuatu yang tidak mudah setelah banyak peristiwa tertoreh dalam hubungan mereka."Kita m
Naufal dan Alita lantas makan tanpa percakapan. Makan dengan cepat agar sampai pantai tidak kesiangan. Butuh waktu dua jam untuk sampai di Balaikambang.Alita yang menghindari banyak orang dalam waktu empat bulan ini. Namun terasa nyaman saat bepergian bersama Naufal. Sebenarnya dialah teman laki-laki yang bisa diajak ngobrol enak sejak dulu. Sosok yang bisa dipercaya. Saking percayanya sampai mereka melakukan one night stand.Bromo. Sebenarnya di bulan Desember dan awal Januari begini, Bromo sedang indah-indahnya. Savana dengan rerumputan yang menghijau karena terguyur hujan, setelah kekeringan selama musim kemarau. Mereka melanjutkan perjalanan tanpa banyak percakapan. Sesekali mengulas apa yang dilihatnya di sepanjang perjalanan. Tentunya pemandangan yang menyejukkan mata.Dua jam kemudian mereka sudah menyusuri pantai dengan pesona pasir putih dan pemandangan air laut yang kebiruan. Suasana teduh karena mendung memayungi angkasa, meski hari sudah siang.Tahun baru, pengunjung mem
MASIH TENTANGMU- 71 Serius Alita belum bisa tidur meski sudah jam sebelas malam. Sebentar lagi pergantian tahun. Sejam lagi sudah tahun yang berbeda. Namun kehidupannya masih tetap sama.Ia ingat Naufal. Tidak mengira saja, ia bertemu lagi dengan Naufal di kota ini.Memang bisa saja mereka bertemu, karena sama-sama berasal dari Surabaya. Namun statusnya yang masih single membuat Alita seakan tak percaya. Apa sekali saja dia tidak pernah pacaran?Dan kata-kata Naufal tadi masih diingatnya. Laki-laki itu merasa sangat bersalah terhadap apa yang telah mereka lakukan dulu. Tidak hanya merasa bersalah, tapi juga ingin bertanggungjawab. Bertanggungjawab seperti apa? Hendak menikahinya? Padahal dirinya terlalu kotor. Memang Naufal yang pertama kali mengambil segalanya. Tapi bukan alasan itu yang membuat Alita tetap sendiri sampai saat ini. Naufal belum tahu sejahat apa dirinya selama sebelas tahun.Wanita melamun lalu menoleh saat ponselnya di nakas berpendar. Siapa yang menelpon malam-ma
Alita tersenyum getir. Naufal tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Memang di biodata itu tertulis belum menikah, padahal dirinya sudah janda. Sebab mau mengganti identitas, dia tidak punya akta perceraian."Kamu sudah menikah? Aku khawatir kalau sedang jalan sama suami orang." Alita memberanikan diri untuk bertanya.Naufal dengan cepat menggeleng. "Nggak usah khawatir. Kamu duduk dengan laki-laki yang masih jomblo." Senyum mengakhiri ucapannya.Di usia tiga puluh empat tahun, Naufal juga masih belum menikah? Dia bukan lelaki kurang pergaulan, bukan pria buruk rupa, karirnya juga mentereng. Tapi belum menikah."Kenapa belum nikah?" Alita mulai enjoy. Dulu pun mereka adalah sahabat yang sangat akrab dan biasa ngobrol tentang apapun."Kamu juga belum menikah? Kenapa?"Alita tersenyum getir."Karena perbuatanku waktu itu?" tanya Naufal dengan wajah sendu. Ada sesal dan rasa bersalah tampak di sana. Meski harus membongkar kisah lama, tapi ia mesti mengutarakannya. Sebab ia menyesalinya hing