Share

Part 13 Hati Lelaki 2

Deandra memang berasal dari keluarga pengajar. Kedua orang tuanya dosen, kakak lelaki satu-satunya juga dosen. Kakak iparnya juga dosen. Hanya Dea yang berbeda arah, karena sejak awal memang sudah menyukai Gama yang kuliah mengambilkan jurusan ekonomi. Akhirnya dia pun ikut mengambil jurusan yang sama dan berkarir seperti Gama.

Mengenal sejak sama-sama masih remaja, tidak menjamin hubungan bisa berkekalan. Jatuh cinta pertama kali pada Gama, yang menjadi ketua OSIS di sekolahnya kala itu. Digilai para siswi mulai dari adik kelas hingga teman seangkatannya. Karena sikap cool-nya yang membuat penasaran.

Laki-laki yang sering terlibat balapan liar dan selalu jadi pemenang, saat kuliah rambutnya dibiarkan panjang dengan model under cut. Gadis mana yang tidak kepincut. Hingga suatu hari ia di datangi saat melihat pertandingan basket di gelora olahraga.

"De, udah makan?"

"Belum."

"Ikut aku makan bakso. Kutraktir nanti."

"Sama Hani, ya?"

"Oke."

Gama memilih kedai bakso depan GOR. Santai duduk bertiga makan bareng. Lalu Hani harus pulang lebih dulu setelah di telepon oleh sang ibu, karena neneknya datang.

Ketika tengah asyik makan, Dea dikejutkan dengan setangkai bunga mawar plastik warna merah jambu di atas meja. "De, mau nggak jadi pacarku."

Baso yang dikunyah Dea nyaris tertelan bulat-bulat karena kaget. Wajahnya bak kepiting rebus, tangannya gemetar, dan keringat makin membanjiri tubuhnya. Siapa yang tidak terkejut di tembak oleh cowok yang diam-diam disukainya.

"Jangan bercanda!"

"Nggak. Aku serius."

Gama yang tidak pandai merayu akhirnya menjadi kekasih pertamanya. Bunga mawar dari plastik itu yang menjadi saksi saat mereka berikrar menjadi sepasang kekasih.

"Mas, kenapa ngasihnya bunga plastik? Harusnya bunga segar 'kan?" tanya Dea suatu hari. Disaat hubungan mereka telah melewati beberapa purnama.

"Biar awet," jawaban singkat dari Gama.

Sekarang awetkah hubungan mereka. Tidak. Semuanya hancur empat tahun yang lalu. Perpisahan yang membuat Dea nyaris mengakhiri hidupnya. Serapuh itu hati Dea.

"Kalau cinta ya jangan bucinnya seperti drama Korea. Sampai kamu lupa dirimu sendiri. Cinta boleh, bodoh jangan. Ayo survive, move on. Laki-laki nggak hanya Gama saja. Kamu cantik, terhormat, jangan jadi konyol karena cinta. Kamu juga punya Antika yang butuh mamanya." Hani mengomel suatu hari saat menjenguknya di rumah sakit.

Ah, Hani tidak tahu bagaimana Dea juga berusaha melupakan. Namun tidak mudah membalikkan telapak tangan. Sekarang setelah tahu Gama memilih wanita lain, dirinya pun harus kembali bangkit.

Saking asyiknya melamun, tidak sadar kalau sudah waktunya jam istirahat. Hani yang menghampiri dan mengajaknya keluar. Malah Hani yang sangat antusias. Tidak sabar melihat Dea mendapatkan pasangan baru. Ia yakin, dokter itu lelaki baik-baik.

Keduanya berbocengan menuju Rumah Makan Padang. Restoran yang paling dekat dengan kantor dan masakannya lumayan enak.

Seorang pria memakai kemeja warna krem, menunggu di salah satu meja paling tepi. Tersenyum saat melihat kedatangan Dea dan Hani.

"Maaf, Dok. Lama nunggu, ya!" Dea merasa tidak enak hati. Ia menyalami Angkasa dan Hani pun melakukan hal yang sama setelah dikenalkan oleh Dea.

"Nggak apa-apa. Saya juga baru sampai. Mau makan apa?" Angkasa menyodorkan daftar menu pada Dea dan Hani.

"Dokter, sudah pesan?" tanya Dea.

"Belum. Saya nungguin kamu dulu."

"Oh." Dea tersenyum. Dea memperhatikan daftar menu, lalu memesan ayam goreng lengkuas dan rendang. Minumnya es jeruk. Hani pun memilih menu yang sama.

"Dokter, mau makan apa?"

"Sama."

Mereka bertiga lantas ngobrol. Seputar pekerjaan Dea dan Hani yang bergerak di bidang jasa investasi.

"Sekarang tren investasi sangat diminati anak muda, kan," ujar Angkasa.

"Sebenarnya diminati banyak kalangan, Dok. Dari berbagai profesi. Perusahaan kami menyediakan aplikasi dan situs untuk berinvestasi. Banyak yang bisa dicoba. Mulai dari saham, reksa dana, investasi emas, dan krip*o." Dea menjelaskan. Siapa tahu dokter di hadapannya ini tertarik. Tapi bisa jadi, investasinya justru sudah banyak.

"Bagaimana kalau jangan memanggil saya dengan sebutan dokter?"

Dea memandang pada laki-laki di hadapannya. "Saya harus panggil apa?"

"Bisa manggil Mas."

"Panggilan Mas terdengar lebih akrab kan, Dok?" sela Hani.

"Ya." Angkasa tersenyum.

Ketika makan pun mereka sambil ngobrol. Selesai makan mereka berpisah untuk kembali ke tempat kerja masing-masing. Sebab waktu memang sangat terbatas.

"Dokter Angkasa enak ya diajak ngobrol," kata Hani ketika mereka sudah sampai di parkiran kantornya.

"Pastilah, dia kan dokter. Dokter harus ramah supaya pasiennya merasa nyaman. Apalagi dia dokter bedah jantung. Pasiennya adalah orang-orang yang memerlukan kesabaran ekstra dalam menghadapinya. Kesembuhan nggak hanya dari obat saja, Han. Tapi pelayanan yang ramah dari tenaga medis juga menunjang kesembuhan pasien."

"Cie. Kayaknya kamu emang berjodoh dengan dokter keren tadi," goda Hani. Namun Dea hanya diam. Lantas melangkah beriringan menuju kantor. Mengabaikan Alita yang turun dari mobil temannya. Mungkin dia pun makan siang di luar tadi.

***L***

Gama duduk bersandar sambil memijit-mijit pangkal hidung. Pikirannya terkuras karena pekerjaan yang menumpuk dan tuntutan Alita agar lekas melangsungkan pernikahan mereka. Belum lagi bayangan gadis kecilnya yang sedang marah tadi pagi. Lalu Dea yang sedang didekati oleh seseorang.

Ponselnya sejak tadi juga berdering. Ia sudah mengabaikan beberapa panggilan dari Alita. Namun karena butuh untuk menghubungi sang papa, akhirnya Gama meraih benda pipih di atas meja.

Ketika membuka aplikasi pesan. Pandangannya terusik oleh kiriman pesan dari Alita.

[Ada yang sedang kencan.] Terbaca jelas chat dari tunangannya.

Gama langsung membuka pesan dari Alita.

Mendadak dadanya bergemuruh saat melihat beberapa foto yang dikirimkan oleh sang tunangan.

Tampak di foto itu, Dea ditemani oleh Hani tengah makan siang bersama seorang pria yang sudah diketahui oleh Gama. Dokter Angkasa.

Jadi mereka sudah ketemuan?

Serasa ada yang meledak dalam dada Gama. Andai bisa tercium hangusnya, mungkin aromanya sudah memenuhi ruangan. Ingin rasanya melesat menemui ibu dari putrinya itu.

Gama gelisah mondar-mandir di ruangannya. Terasa gerah meskipun kantornya full AC. Makanan yang dibelikan oleh office boy tadi juga tidak dimakan. Rasa laparnya sudah hangus bersama rasa cemburu yang membakar dada. Pesan dari Alita juga dibiarkan tanpa dibalas.

Gadis di ujung sana tampak puas karena pesannya tidak direspon. Berarti Gama sudah tidak mau tahu tentang mantan istri. Buktinya dia tidak membalas pesan untuk menanyakan sesuatu.

Alita tidak tahu, padahal Gama tengah tenggelam di lautan cemburu.

* * *

Komen (23)
goodnovel comment avatar
for you
murahan amat ni si alita
goodnovel comment avatar
Bintang ponsel
udh dea ama dokter jantung aja yaa biar mudah diobati klo lagi sakit hati nya hihihk
goodnovel comment avatar
Yanti Keke
alita....si rubah betina.... cara mainmu itu... gama... waje up... masa km turun level suka sm petempuan modelan gitu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status