MASIH TENTANGMU
- Hati LelakiMobil berhenti di depan pagar sekolahan Antika. Di sana juga sudah berjajar beberapa kendaraan yang mengantarkan anak-anak ke sekolah. Momen di pagi hari yang menyejukkan mata. Di sebuah Sekolah Dasar favorit tempat Antika belajar."Sayang, kita sudah sampai," ujar Gama sambil tersenyum. Namun Antika cemberut. Sama sekali tidak mau memandang sang papa. Wajahnya muram sambil menarik handle hendak membuka pintu mobil."Sebentar papa yang bukain, nanti Antik jatuh." Gama lekas turun dari mobil. Tapi Antika sudah berhasil turun sendiri meski dengan susah payah. Kemudian menyeret tasnya meninggalkan sang papa."Sayang, nggak salim sama papa dulu." Gama melangkah lebar untuk mengejar gadis kecilnya yang tengah 'ngambek'.Antika menoleh sebentar untuk menunjukkan muka cemberutnya. Gama tersenyum lantas menghampiri. Mengulurkan tangan menunggu untuk disambut putrinya.Cukup lama tangannya tertahan di udara, tanpa memandang sang papa, Antika mencium tangan lantas kembali menyeret tasnya masuk halaman sekolah. Tidak memberikan kesempatan pada Gama untuk mencium pipinya seperti biasa.Dia sedang marah karena pertanyaannya belum terjawab, keburu mereka sudah sampai di sekolahan. Antika tidak menyukai 'mama baru'.Gama terus memandangi Antika yang disambut oleh teman-temannya dan mereka beriringan masuk ke dalam kelas.Lucu dan sedih melihat Antika seperti itu. Anaknya sudah mengerti apa itu ibu baru dan ayah baru, meski belum tahu apa perceraian."Putrinya lagi ngambek ya, Mas," seloroh seorang wanita setengah baya, yang berdiri tidak jauh darinya. Dia juga tengah mengantarkan seorang anak laki-laki."Iya, Bu."Gama memperhatikan pintu ruang kelasnya Antika yang berada paling ujung. Ruang kelas satu. Dia tidak mendapati putrinya mengintip dari sana. Antika benar-benar marah.Tidak tahukah kalau papanya juga sedang gelisah? Gama menghela nafas panjang. Setelah berdiri beberapa saat, akhirnya kembali ke mobil dan langsung berangkat ke kantor.Sampai di ruangannya sudah menumpuk berkas yang mesti di cek dan di tandatangani. Laki-laki berkemeja warna navy itu menghempaskan diri di kursinya. Diam beberapa saat sebelum menyentuh setumpuk berkas di atas meja.Dia masih terbayang bagaimana cemberutnya wajah imut Antika. Wajah protes karena tidak menjawab pertanyaannya. Nanti jika mereka bertemu lagi, pertanyaan itu pasti kembali di ulangi.Gama mengambil ponsel di saku celananya. Benda pipih yang bergetar sejak tadi. Ada beberapa panggilan masuk dan pesan dari Alita. Gama hanya menjawab singkat dan bilang bahwa dia telah sampai di kantor.Cemberutnya Antika membuat gelisah.***L***Jika selama ini Dea yang gusar, tapi sekarang ganti Alita yang kelabakan. Gadis itu tidak tenang selagi belum mendapatkan kepastian dari kekasihnya. Rekan kantor juga sudah tahu tentang pertunangan dan perseteruannya dengan Dea. Andai pernikahan ini batal. Sumpah, mau di taruh mana harga dirinya.Sedangkan Dea terlihat tenang dan sibuk dengan pekerjaannya. Tenang tampak di hadapan orang lain. Namun isi hatinya hanya dia yang tahu.Setelah rekan-rekan kerjanya tahu semua, ia harus pandai mengontrol perasaannya. Biar yang mereka tahu bahwa dirinya tetap baik-baik saja. Toh ia dan Gama juga sudah berpisah cukup lama.Ketika tengah sibuk dengan komputer, ponsel di sebelahnya berpendar. Masuk satu pesan dari nomer asing.[Hai, Deandra. Sibuk pagi ini?]Dea melihat foto profil dari si pengirim. Rupanya dia dokter Angkasa.[Biasa, Dok. Rutinitas pekerjaan.] Emot senyum.[Saya ingin mengajakmu lunch nanti. Bisa?]Dea terperanjat dengan pesan yang baru saja masuk. Ajakan makan siang bersama. Apa dokter yang super sibuk itu ada waktu? Sebab dokter Angkasa merupakan dokter spesialis yang memiliki banyak pasien. Hampir setiap hari di tempat prakteknya penuh pasien yang mengantri. Dia dokter terkenal yang memiliki beberapa pasien dari luar kota.Jika sesibuk itu dia menyempatkan mengajak untuk makan siang, rasanya kasihan jika harus ditolak. Sebenarnya dia juga sudah beberapa kali bertemu dengan dokter Angkasa meski tidak sengaja. Orangnya sangat ramah.[Makan siang di mana ,Dok?][Terserah kamu, maunya di mana? Tentukan tempatnya, nanti saya akan datang ke sana.]Dea masih termenung menatap layar ponselnya. Ada rasa bimbang. Statusnya sebagai seorang janda, membuatnya kembali berpikir ulang untuk melakukan pertemuan dengan lelaki di luar.[Apa saya perlu menjemputmu?]Buru-buru Dea mengetik balasan.[Tidak perlu, Dok. Saya akan pergi tapi mengajak teman.][Oke, nggak masalah. Tentukan tempatnya, ini mau saya tinggal dulu untuk visit pasien.]Dokter Angkasa bukan laki-laki pertama yang mengajaknya ketemuan setelah dia tanpa pasangan. Ada beberapa kenalan yang ingin menjalin hubungan lebih serius. Tapi Deandra membatasi diri. Jujur saja, hatinya masih tertinggal pada sosok cinta pertamanya.Namun jika sekarang Gama telah menentukan pilihan. Dea bisa apa. Bahkan sebentar lagi mereka pasti akan segera menikah. Bukankah ia juga harus meneruskan hidup. Empat tahun setia menunggu Gama berjuang kembali, nyatanya sekarang laki-laki itu telah memutuskan untuk segera menikah dengan perempuan lain. Bermakna, dirinya sudah tidak ada lagi dalam hidup laki-laki itu.Saat pekerjaannya agak longgar, Dea menghampiri meja Hani."Ada apa?" tanya wanita berhijab abu-abu yang tengah sibuk dengan layar komputernya."Nanti ikut aku makan siang di luar, Han."Hani memandang sahabatnya."Dokter Angkasa ingin mengajakku lunch.""Habis itu, kenapa kamu mengajakku. Pergilah sendiri. Semoga ini akan menjadi awal yang baik buatmu." Hani turut menaruh harapan."Apaan sih. Kami hanya makan siang saja.""Awalnya memang begitu. Aku yakin dokter yang pernah kamu ceritakan itu pasti sedang jatuh cinta padamu."Dea tersenyum kecil di sudut bibirnya. Masih ada rasa bimbang. Sebab ini terlalu awal untuk menyimpulkan."Aku sudah bilang kalau akan mengajak teman. Dokter Angkasa nggak mempermasalahkan. Kamu ikut ya!"Melihat wajah memohon dari Dea, akhirnya Hani mengiyakan. Mungkin Dea memang masih butuh teman untuk pertemuan pertama kali ini. Tidak mengapa dia ikut. Semoga ini akan menjadi awal yang indah untuk sahabatnya."Jangan ragu lagi. Aku dah stalking akun dokter itu. Keren tahu. Tampan pula." Hani berapi-api memberikan penilaian. Berharap sekali Dea segera move on dari Beruang kutub yang coolnya minta ampun itu.Jujur saja, Hani suka lelaki yang cuek. Tapi peka. Tidak seperti Gama yang kakunya tidak main-main. Katanya sayang, tapi egonya juga setinggi langit."Mau janjian di mana?" tanya Hani."Dekat sini saja, Han. Hari ini aku bawa motor soalnya.""Oke," jawab Hani. Kemudian Dea kembali ke mejanya. Melanjutkan pekerjaan yang harus selesai hari itu. Kejar target menjelang akhir tahun begini. Laporan juga harus segera selesai.Namun tak dipungkiri kalau pikirannya tengah berputar-putar. Sudah berapa kali ia menghindar dari lelaki yang berniat menjalin hubungan serius dengannya. Ada juga seorang dosen, teman dari kakaknya.Paginya, Alita berkemas-kemas dibantu oleh Naufal. Sesekali mereka saling pandang dan melempar senyum. Rambut Alita terurai sebawah bahu dan masih setengah basah."Akhir pekan ini, kita lihat rumah di Grand Permata," kata Naufal menghampiri istrinya dan membantu mengunci travel bag."Kamu sudah tahu Grand Permata, kan?""Iya, aku pernah lewat sana.""Kamu suka nggak tempat itu?""Suka.""Ada juga di Singosari Residen. Tapi kejauhan kalau ke kantor. Di sana pemandangannya juga menarik. Bagaimana?""Aku ngikut saja. Mana yang terbaik buat kita.""Oke. Nanti kita lihat dua-duanya. Jadi kamu bisa membuat pilihan. Kalau di Singosari Residen memang lebih tenang tempatnya. Adem karena di kelilingi perbukitan. Cuman agak jauh dari kantor. Sebelum mendapatkan rumah, kita tinggal di kosanku sambil cari kontrakan rumah untuk sementara.""Ya." Alita tersenyum. Kemudian mengecek laci, memperhatikan gantungan baju, dan masuk ke kamar mandi untuk memastikan tidak ada barang mereka yang tertinggal.T
MASIH TENTANGMU- Hidup BaruJam dua ketika tamu sudah mulai senggang. Alita menghampiri Dea dan Melati yang duduk ngobrol, terpisah dari rombongan Pak Norman."Makasih banget kalian menyempatkan datang dari Jogja ke Surabaya," ucapnya sambil duduk di kursi depan dua wanita itu. Agak susah duduk karena memakai jarik yang sangat sempit. Makanya Dea membantu memegangi tangan Alita agar tidak terjengkang."Sama-sama," jawab Dea dan Melati hampir bersamaan."Setelah ini kamu dan suamimu tinggal di Malang?" tanya Melati."Iya. Kami berdua kerja di sana.""Kamu sudah lama pulang ke Surabaya?" tanya Melati lagi Dijawab anggukan kepala oleh Alita. Melati malah tidak tahu banyak tentang Alita, semenjak pakdhenya Alita masuk penjara. Apalagi setelah putus pertunangan dari Gama, Alita tidak pernah lagi datang ke kafenya. Dea sendiri tidak pernah membahas pertemuannya dengan Alita pada siapa-siapa. Kecuali pada sang suami, itu pun baru seminggu yang lalu. "Bentar aku mau ke toilet," pamit Melat
Jogjakarta, dua minggu kemudian."Undangan dari siapa, Mas?" Dea meraih undangan yang baru diletakkan oleh Gama di hadapannya. Dia membaca nama yang tertera. Tidak ada foto calon pengantin dalam undangan itu."Dari Alita?" Dea kaget. "Ya. Saga yang ngasih tadi. Seminggu lagi Lita nikah di Surabaya. Kata Saga, Naufal itu teman kuliah mereka dulu.""Calonnya dari Surabaya juga?"Gama mengangguk, tapi dia heran melihat wajah sang istri tampak bingung dan berulang kali memperhatikan undangan mewah kombinasi warna putih dan kuning keemasan di tangannya. "Sayang, kenapa?"Dea meletakkan undangan di atas meja riasnya."Mas, waktu aku hamil delapan bulan dan tinggal di apartemen. Sebenarnya aku bertemu dengan Alita yang tinggal di apartemen itu juga."Ganti Gama yang terkejut. "Beneran?"Dea mengangguk."Kenapa nggak cerita sama mas?""Karena Mas pasti langsung mengajakku pindah dan nggak boleh lagi bertemu dengan Lita. Waktu itu dia sudah berubah baik. Dia minta maaf padaku sambil nangis.
MASIH TENTANGMU- The Wedding Pagi yang cerah, suasana yang indah. Rumah Pak Handoyo begitu meriah. Senyum suami istri itu sangat sumringah. Menyambut tamu dari keluarga Naufal dan dari beberapa kerabat mereka sendiri yang di undang ke rumah. Tak ada yang ditutupi lagi kalau pernikahan Alita dengan Tony sudah selesai empat bulan yang lalu.Mereka mengerti dan tidak pernah bertanya secara detail.Tentang keguguran itu pun kerabat tidak ada yang tahu. ART saja yang tahu, tapi mereka juga tutup mulut. Tidak ada yang jadi 'lambe turah'. Sebab sadar karena di sana hanya bekerja dan digaji tidak murah. Pak Handoyo dan Bu Lany juga sangat baik sebagai majikan.Alita memakai gamis warna khaki dengan hiasan bordir di bagian kerah dan kancing depan. Memakai jilbab polos warna senada. Naufal memakai kemeja warna abu-abu. Acara dadakan yang membuat mereka tidak sempat menyelaraskan outfit untuk lamaran. Juga tidak ada backdrop. Namun tidak mengurangi kegembiraan hari itu.Orang tua Alita dan ke
Pagi-pagi sekali Gama bersama keluarganya sudah sampai di rumah Pak Norman. Ia juga sudah check out dari vila. Pagi ini bersama keluarga kecil Saga, mereka akan kembali ke Jogja. Liburan telah selesai dan besok waktunya kembali ke kantor.Pak Norman menciumi bocah-bocah satu per satu. Alangkah bahagianya. Di hari tua bisa memiliki cucu sebanyak itu. Termasuk anak-anak Gama direngkuh tak ubahnya seperti cucu sendiri. Gama adalah bagian dari Ariani. Perempuan yang memiliki tempat tersendiri di hatinya.Bu Rista dan Kartini juga menyempatkan menggendong si kembar yang sangat lucu. Juga si bayi Akhandra yang mencuri perhatiannya. Tiga hari ini menjadi momen yang sangat indah. Mereka berkumpul bersama dan membuat rumah besarnya sangat ramai."Kami pamit, Om, Tante." Gama mencium tangan Pak Norman dan Bu Rista. Diikuti oleh Dea. Juga berpamitan pada Akbar dan Tini.Saga dan Melati melakukan hal yang sama. Hingga mereka berpisah di halaman rumah. Dua mobil meninggalkan pekarangan disertai la
MASIH TENTANGMU- Janji yang Ditepati"Itu Saga." Naufal melihat teman lamanya."Iya. Tapi kita pergi saja." Alita berbalik dan melangkah cepat. Naufal pun menjajari langkahnya. Mereka menuruni eskalator dan Alita tak lagi menoleh ke belakang.Bukan hal mudah bertemu mereka lagi. Mungkin menjauh juga tidak mempengaruhi apapun. Dirinya bukan siapa-siapa dan bisa jadi sudah dilupakan. Justru kalau tiba-tiba ia muncul, mungkin akan merusak suasana. Sebab di sana pun juga ada Akbar bersama istrinya. Mereka sedang bahagia menikmati kebersamaan.Rupanya Gama juga membawa istri dan anaknya menyambut pergantian tahun di Malang. Keluarga Saga tinggal di Lawang. Mungkin mereka tadi tengah jalan-jalan. Kenapa bumi ini terasa sempit."Kita keluar saja dari Trans*art kalau gitu." Naufal memutuskan karena melihat Alita yang tidak nyaman dan terlihat cemas.Ia bisa memahaminya. Tentu bertemu mereka lagi adalah sesuatu yang tidak mudah setelah banyak peristiwa tertoreh dalam hubungan mereka."Kita m
Naufal dan Alita lantas makan tanpa percakapan. Makan dengan cepat agar sampai pantai tidak kesiangan. Butuh waktu dua jam untuk sampai di Balaikambang.Alita yang menghindari banyak orang dalam waktu empat bulan ini. Namun terasa nyaman saat bepergian bersama Naufal. Sebenarnya dialah teman laki-laki yang bisa diajak ngobrol enak sejak dulu. Sosok yang bisa dipercaya. Saking percayanya sampai mereka melakukan one night stand.Bromo. Sebenarnya di bulan Desember dan awal Januari begini, Bromo sedang indah-indahnya. Savana dengan rerumputan yang menghijau karena terguyur hujan, setelah kekeringan selama musim kemarau. Mereka melanjutkan perjalanan tanpa banyak percakapan. Sesekali mengulas apa yang dilihatnya di sepanjang perjalanan. Tentunya pemandangan yang menyejukkan mata.Dua jam kemudian mereka sudah menyusuri pantai dengan pesona pasir putih dan pemandangan air laut yang kebiruan. Suasana teduh karena mendung memayungi angkasa, meski hari sudah siang.Tahun baru, pengunjung mem
MASIH TENTANGMU- 71 Serius Alita belum bisa tidur meski sudah jam sebelas malam. Sebentar lagi pergantian tahun. Sejam lagi sudah tahun yang berbeda. Namun kehidupannya masih tetap sama.Ia ingat Naufal. Tidak mengira saja, ia bertemu lagi dengan Naufal di kota ini.Memang bisa saja mereka bertemu, karena sama-sama berasal dari Surabaya. Namun statusnya yang masih single membuat Alita seakan tak percaya. Apa sekali saja dia tidak pernah pacaran?Dan kata-kata Naufal tadi masih diingatnya. Laki-laki itu merasa sangat bersalah terhadap apa yang telah mereka lakukan dulu. Tidak hanya merasa bersalah, tapi juga ingin bertanggungjawab. Bertanggungjawab seperti apa? Hendak menikahinya? Padahal dirinya terlalu kotor. Memang Naufal yang pertama kali mengambil segalanya. Tapi bukan alasan itu yang membuat Alita tetap sendiri sampai saat ini. Naufal belum tahu sejahat apa dirinya selama sebelas tahun.Wanita melamun lalu menoleh saat ponselnya di nakas berpendar. Siapa yang menelpon malam-ma
Alita tersenyum getir. Naufal tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Memang di biodata itu tertulis belum menikah, padahal dirinya sudah janda. Sebab mau mengganti identitas, dia tidak punya akta perceraian."Kamu sudah menikah? Aku khawatir kalau sedang jalan sama suami orang." Alita memberanikan diri untuk bertanya.Naufal dengan cepat menggeleng. "Nggak usah khawatir. Kamu duduk dengan laki-laki yang masih jomblo." Senyum mengakhiri ucapannya.Di usia tiga puluh empat tahun, Naufal juga masih belum menikah? Dia bukan lelaki kurang pergaulan, bukan pria buruk rupa, karirnya juga mentereng. Tapi belum menikah."Kenapa belum nikah?" Alita mulai enjoy. Dulu pun mereka adalah sahabat yang sangat akrab dan biasa ngobrol tentang apapun."Kamu juga belum menikah? Kenapa?"Alita tersenyum getir."Karena perbuatanku waktu itu?" tanya Naufal dengan wajah sendu. Ada sesal dan rasa bersalah tampak di sana. Meski harus membongkar kisah lama, tapi ia mesti mengutarakannya. Sebab ia menyesalinya hing