Bara Sang Pengembara
Bab 2417+
Puspita mengalungkan di lehernya. Menatap dari pantulan cermin. Saat itu juga terdapat dua janin yang tubuh di dalamnya tanpa ia sadari."Argh! Argh!" teriak Puspita memegang lehernya.
"Nyonya! Nyonya!" Mirna berbalik arah melihat majikannya kesakitan.
"Ha ... ha ... ha ... Kamu tertipu. Aku tak apa-apa." Suara tawa terbahak Puspita membuat Mirna geram.
Bibir mungil Mirna mengerucut bagaikan anak kecil. Memutar bola mata ke arah lain.
Mendengar majikannya berteriak kesakitan membuat jantungnya berdegup kencang.
"Nyonya ini aku kira kena kutukan," cetus Mirna.
"Emangnya siapa yang mau ngutuk aku?" Bersedekap dada dan tertawa terbahak-bahak.
Tawa bahagia telah membodohi Mirna membuat dirinya tak bisa menahan air mata. Wajah Mirna sangat panik dan ketakutan.
"Nyonya jahat! Aku sampe jantungan. Tanganku dingin kayak es."
"Aku hanya
Bara Sang PengembaraBab 25Suara deru mobil terdengar di bagasi. Ronald melepaskan pelukkannya, bergegas bangkit dan melihat di balik tirai coklat."Astaga! Cepat pakai pakaianmu!" bisik Ronald tanpa melihat luka dalam sobekan akibat ulahnya."Bajunya sobek Tuan!" Menatap ke arah lantai."Keluar dan masuk ke kamarmu." Menarik lengan Mirna agar bangkit.Kamar Mirna berada di samping kamar Ronald. Mirna menutup tubuhnya dengan seprai dan berjalan tertatih-tatih menahan nyeri di bagian bawah."Mirna!" Mirna!" panggil Puspita ketika masuk ke dalam rumah.Mirna panik di dalam kamarnya. Bagian intimnya terasa nyeri dan perih. Segera mengenakan baju yang berada di gantungan baju."Mirna!"Mirna berjalan tergopoh-gopoh menghampiri sang majikannya yang sedang hamil."Iya, Nyonya. Saya di sini."Melihat penampilan Mirna, Puspita memincingkan mata
Bara Sang PengembaraBab 26Mirna terkejut di balik tembok ada seseorang yang berdiri turun dari tangga.Tubuh Mirna mendadak membeku. Kulitnya yang kuning berubah pucat. Sorotan mata tajam menatap tanpa jeda.Mirna tak berani menoleh. Rasa sakit karena pecahan cangkir dan panasnya percikan air panas tak dirasakannya.Ronald memperhatikan tingkah Mirna yang berdiri tak jauh darinya."Mirna, Mas. Kalian ngapain di dapur?" tanya Puspita. Wajahnya pucat dan lemah."Sayang, kenapa kamu turun?" Ronlad mengalihkan pertanyaannya.Tak mungkin menjawab kalau mereka berdua sedang bermesraan di dapur."Mirna lama sekali naiknya," ungkap Puspita tak sabar ingin meneguk air jeruk nipis. "Cepat kamu buatkan lagi!""I-iya. Saya bikinkan lagi." Mirna merpikan pecahan beling dan Ronlad membantu gadis itu."Cepat kamu buatkan. Biar saya yang bersihkan."M
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
Bara Sang Pengembara"Puspita, mengapa suamimu membeli pil KB di apotek?"Puspita mendapat berita tersebut terperangah. Apa mungkin sang suami yang penuh perhatian memiliki simpanan wanita.Puspita menonton televisi dengan tatapan kosong. Tak percaya tuduhan kepada Ronald."Halo, Puspita apa kau masih di sana?""Iya, mungkin kamu salah orang. Gak mungkin suamiku membeli pil itu.""Aku yakin kalau itu suamimu. Di dalam mobil juga ada wanita muda. Sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi, di mana ya?""Tidak mungkin kamu pasti salah orang. Sudah dulu, ya. Kepalaku sakit dan ingin istirahat.""Baiklah, aku harap kalau aku salah lihat. Maafkan aku sudah menganggumu."Puspita segera menutup panggilan. Hatinya cemas dan tak tahu harus berbuat apa."Tidak mungkin. Aku tak percaya. Lebih baik aku istirahat."Puspita bangkit dari sofa, semakin membesa
Bara Sang Pengembara"Mas abis ngapain kok ngos-ngosan," tanya Puspita dengan suara tinggi. Jantung berdegup kencang. Janin dalam perutnya bergerak-bergerak seakan-akan tahu perasaan sang ibu."Eh, Itu mobil mogok jadi mas dorong.""Katanya meeting kok sekarang mobil mogok yang bener yang mana?" Perkataan Puspita membuat Ronald menjadi serba salah.Ronald baru menyadari akan ucapan yang dilontarkan. Bagaikan boomerang untuknya. Memukul bibir dengan telapak tangan. Mirna menatap majikan yang kebingungan."Astaga kenapa gak bisa kerja sama mulut sama hati," gerutunya dalam hati."Mas!" bentak Puspita di seberang panggilannya."I-iya, sebentar lagi mas pulang Sayang. I love you."Ronald mengusap peluh yang masih menempel di dahi. Baru kali ini Puspita semarah itu. Entah apa yang membuat moodnya hancur."Cepat pakai bajumu kita pulang!" pinta Ronald kepada M
Mirna bersandar di belakang pintu kamarnya. Puspita meminta obat yang ia beli di apotek. Tidak mungkin memberikan pil KB bisa runyam urusannya.Beruntung Mirna memiliki obat lain di dalam tas kecil. Ia terselamatkan dari hubungan terlarangnya.Puspita mencurigai Mirna telah berselingkuh dengan Ronald. Ia yakin akan hal itu.Bukti-bukti memang belum kuat hanya saja. Sikap mereka terlihat mencurigakan.Puspita merasakan nyeri di bagian perut. "Aku tak boleh stress. Aku harus tenang. Maafkan mama Sayang." Mengusap lembut perut buncitnya yang sudah memasuki bulan ke limaSetelah kejadian itu, Ronald pindah menempati kamarnya bersama sang istri."Kamu yakin tak mual lagi kalau dekat denganku?" tanya Ronald saat makan malam berlangsung."Tentu Sayang. Kamu tahu aku rindu sekali." Menatap suaminya dengan tatapan mengoda."Aku juga Sayang."Mirna melirik kedua majikannya yang
Ronald bergegas untuk pulang ke rumah. Foto yang dikirim Mirna membuat dirinya kalang kabut, bukan Mirna mengoda dengan pakaian lingerie akan tetapi wanita itu mengirim hasil tespack. Deru mobil terdengar di halaman rumah. penjaga rumah mengernyit heran. Tak biasanya majikan pulang tengah hari kecuali pulang bersama Puspita. Penjaga rumah menyapa tuannya dengan sopan dan ramah. Ronald tak menanggapi sapaan lelaki paruh baya yang sudah bekerja lama di rumahnya. Langkah panjang Ronald mendekati pintu rumah. Mirna mengintip di balik hordeng besar berwarna emas. Tubuh rampingnya menghampiri dengan wajah bahagia. Jari mungil menyentuh handel pintu mendorong perlahan di balik pintu ia berdiri menyambut sang majikan yang sebentar lagi akan menjadi miliknya. Sorot mata Ronald membuat dirinya terkejut. Mirna memundurkan beberapa langkah. Langkah kaki Ronald begitu cepat. Lengannya ditarik ke dalam kamar Mirna dengan kasar tanpa perasaan. Kaki Mirn
Setelah memastikan keadaan aman. Mirna masuk ke dalam kamar sepasang suami istri itu. Mendorong pintu perlahan agar tak menimbulkan bunyi. Pembantu itu mencari barang dalam kamar yang dibutuhkannya. Bukan uang atau perhiasan yang diincarnya. Mirna memasukkan semua barang tersebut kedalam kantung terbuat dari kain kafan. Kantung yang ia buat sendiri. "Aku harus cepat. Sebentar lagi tengah malam," ucapnya dalam hati melihat jam dinding di kamar. Mirna diam-diam menyusup ke sebuah ruangan bawah tanah yang sudah lama tak terpakai. Ruang bawah tanah itu digunakan untuk melakukan hal-hal mistis. Semua perlengkapan yang dibutuhkan Mirna lengkap. Wanita itu memulai memejamkan mata. Mengeluarkan rambut milik kedua majikannya dan kain segitiga milik Ronald. Ada juga beberapa tetes darah milik Puspita. Mirna menyeringai. Sudah lama sekali tak melakukan hal ini. Sungguh menyenangkan baginya. Hal yang amat dirindukan selama ini. Ia pikir akan bertaubat ternyata tak bisa menjauhi ilmu itu. Mi