Share

Perasaan Riri dan Setya

Author: Ririichan13
last update Last Updated: 2025-04-24 12:55:59

Riri menarik napas dalam, berusaha mengendalikan dirinya yang mulai berpikir yang aneh-aneh.

Ia yakin, semua ini pasti hanya kebetulan. Apa lagi, tadi siang ia sempat bertemu dan menggoda Setya, jadi wajar saja jik dia berpikiran yang aneh-aneh karenanya.

Riri berusaha untuk fokus kembali pada makan malam yang harus ia hidangkan. Namun nyatanya, perasaan aneh itu tak juga hilang.

"Bu, ada apa?" tanya Juna polos.

Sontak, suara itu sukses membuatnya sedikit tersentak. Ia menoleh cepat, dan mendapati sang anak yang masih menatapnya dengan mata bulat --yang entah kenapa pada malam ini-- terasa seperti milik Setya.

Riri memaksakan senyum. "Nggak apa-apa, kok Nak. Yuk, kita makan, keburu ayamnya dingin."

Juna mengangguk mantap, lalu mulai menyendok nasi ke dalam mulutnya dengan lahap. Riri sendiri hanya duduk di seberangnya, mengaduk-aduk makanannya tanpa benar-benar berselera.

Pikirannya masih melayang.

Setya…

Tatapan pria itu tadi ... Cara ia terkejut saat mendengar julukan Mr. Albino.

Dan sekarang, mata anaknya yang berwarna biru.

Sebuah kesadaran perlahan mulai merayap masuk ke dalam pikirannya.

Jika benar ada Setya dalam diri anaknya… maka itu berarti…

Riri menggeleng cepat, menepis pikirannya sendiri. Tidak mungkin. Tidak boleh.

Namun, hatinya mulai bertanya…

Apakah ia benar-benar sudah tahu seluruh kebenaran tentang masa lalunya?

"Bu, besok lusa aku disuruh bawa foto keluarga yang ada Ayah, Ibu, dan aku," kata Juna setelah menyelesaikan makanannya. "Bu Guru bilang harus ada foto ayahnya juga. Ibu punya foto Ayah nggak?"

Riri yang sedang membereskan meja makan seketika terdiam. "Ayah?" ulangnya pelan.

Juna mengangguk mantap, "Iya, Bu. Disuruh sama bu guru yang ada poto ayahnya juga. Kita mau bikin prakarya, bikin figura poto keluarga gitu," ucapnya menjelaskan.

Riri menghela napas berat. Ia beranjak mengambil sisa makanan anaknya, membereskannya dengan hati-hati, seakan sedang menata pikirannya yang berantakan. Setelah semua selesai, ia kembali duduk di samping Juna, tangannya terulur membelai lembut rambut sang anak.

"Ibu nggak punya poto ayah, Nak," ucapnya lirih. "Soalnya, pas ibu lagi hamil kamu, ayah sempat pergi keluar negri untuk cari kerja, dan setelah itu ...," Riri menelan ludah, suaranya semakin mengecil, "menghilang begitu saja."

Juna menatap ibunya. Raut wajah Riri terlihat sendu. Ia langsung memeluk tubuh ibunya erat-erat.

"Ibu, maafin Juna ya, Bu. Juna nggak maksud bikin Ibu sedih," gumamnya pelan, merasa bersalah.

Riri mengusap punggung anaknya dengan lembut. "Tidak apa-apa, Sayang."

Juna menarik napas dalam, lalu tersenyum kecil. "Kalau gitu, kita pakai foto kita berdua aja ya, Bu?" tanyanya lagi, berusaha mengalihkan suasana.

Riri hanya mengangguk, sambil tersenyum lalu memeluk tubuh anak lelakinya itu, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Namun, suasana yang mulai mencair itu tiba-tiba kembali berubah ketika Juna berseru santai, "Ah iya, Bu, masa rambut Juna juga ada yang putih-putihnya loh."

"Ah, masa iya sih, Juna udah ubanan? Bukannya uban itu numbuhnya kalau udah tua ya, Bu? Masa Juna ada sih?" tanyanya kembali dengan sedikit menggerutu.

Riri kembali mengernyit, uban? Tak mungkin Juna memiliki uban karena umurnya masih 6 tahun. Sangat mustahil baginya memiliki uban diusia yang masih muda seperti itu.

Ia pun bergegas mengambil ponselnya, lalu menyalakan senternya, da menyoroti rambut Juna. Dan benar saja, ada beberapa helai rambut yang berwarna putih disana, membuat hatinya kembali bergejolak hebat.

Riri mengusap wajahnya kasar, lalu berkata dengan suara yang lebih tenang, "Juna, yuk tidur. Udah jam sembilan malam. Ibu besok masuk pagi juga. Juna mau dibikinin sarapan apa besok?" tanya Riri sebelum terlelap.

"Hmm, Juna pingin kimbab, Bu. Masih ada nggak rumput lautnya?" tanya Juna balik.

Riri terdiam sebentar, lalu segera beranjak menuju kulkasnya untuk mengecek bahan makanan yang ada di sana.

"Ada, Nak. Besok, kita bikin kimbab isi telur, sosis dan timun ya, Nak," ucap Riri dak mendapat anggukan dari Juna.

Setelah itu, Juna pun segera merebahkan dirinya di kasur. Riri pun berada disampingnya, dan tak lama, Juna pun terlelap di pelukan sang ibu.

Namun, Riri masih terjaga. Ia masih berusaha menenangkan pikirannya yang sedikit menggila. Ia menggigit bibir, mencoba menenangkan dirinya yang mendadak gelisah. Tidak! Ini pasti hanya pikirannya yang terlalu lelah.

Ia menatap langit-langit kamar, tatapannya begitu kosong. Sesekali, ia melihat anaknya yang sudah terlelap, napasnya teratur dan wajahnya begitu damai.

Namun, hati Riri justru terasa makin gelisah.

Mata biru ...

Rambut putih ....

Setya ...

Apa mungkin?

Riri kembali menggeleng pelan, memijat pelipisnya. Tidak! Ini pasti hanya permainan pikirannya saja. Ia bahkan tak ingat dengan pria yang telah menanamkan benih di rahimnya itu.

Hanya sekelebat bayangan. Samar, kabur… seakan otaknya sendiri menolak untuk mengingat lebih jauh.

Lalu, kenapa sekarang… ia mulai merasa ada yang janggal?

Riri menghela napas panjang. Ia kembali berbaring di samping anaknya.

"Mungkin aku hanya lelah. Terlalu banyak berpikir tentang Setya... Besok pasti semuanya terasa lebih baik dan masuk akal."

Ia memejamkan mata, berharap tidurnya bisa membawa ketenangan. Tapi entah kenapa, hatinya masih terasa begitu sesak.

*

Setya tiba di depan rumahnya dengan perasaan yang sedikit frustasi dan juga lelah. Setelah memarkirkan mobilnya di garasi, ia tetap duduk diam di sana dulu untuk beberapa saat.

Beberapa kali ia menghembuskan napasnya kasar, berusaha meredam segala emosi yang bergejolak di dadanya. Namun, entah mengapa, ia merasa bahwa pertemuannya kali ini, seolah menyimpan sesuatu yang besar, entah itu suatu kebetulan atau ... entahlah, Setya sendiri bingung untuk menafsirkannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Perjalanan Menuju RS Permana

    Riri berdiri di depan cermin di toilet khusus karyawan. Ia menatap pantulan dirinya yang masih diliputi kecemasan. Seragamnya yang tadi berlumuran darah kini telah berganti dengan pakaian bersih yang dibawakan oleh Bude Siti. Namun, tidak ada yang benar-benar berubah, hatinya masih dipenuhi ketakutan.Tangannya gemetar saat mencoba merapikan kunciran rambutnya. Bayangan Juna yang terbaring lemah di IGD terus menghantuinya. Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri, lalu bergegas keluar."Bu Devi, Putri, semuanya, aku pamit pulang duluan ya," pamit Riri kepada teman-teman di apotek.Bu Devi segera menghampiri lalu memeluknya dengan erat."Kamu hutang banyak penjelasan, Ri," ucapnya sedikit kecewa. "Janji yah, setelah ini kamu harus cerita semuanya."Riri mengangguk lalu segera memeluk temannya satu persatu. Mereka semua menguatkan dan juga memberikan dukungan untuk Riri saat itu. Dan

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Perlakuan Istimewa

    Riri memutuskan untuk kembali ke IGD tempat dimana Juna berada. Begitu tiba di sana, seorang wanita paruh baya segera menghampirinya."Mbak Riri, maafin, Ibu, Nak," ucapnya seraya memeluk tubuh Riri.Riri yang tadi sudah berhenti menangis akhirnya kembali menangis di pelukan wanita itu."Nggak apa, Bu. Doain aja ya, semoga Juna bisa segera sehat dan pulang," ucap Riri Bude Siti mengangguk lalu segera membelai lembut punggung Riri, memberikan sedikit ketenangan baginya.Tak lama, Kinan dan Nadira menghampiri mereka berdua."Tante ... maafin Kinan ya," lirih Kinan dengan wajah yang tertunduk, suaranya pelan, nyaris berbisik.Riri tak menanggapinya, hanya tersenyum masam saja sambil membelai pucuk kepala Kinan.Ia kembali duduk di kursi ruang tunggu IGD bersama Bude Siti.Tak lama, seorang dokter anak pun masuk menuju IGD dengan wajah yang sedikit tegang."Kakek, tolong selametin Juna," pinta Kinan kepada dokter tersebut."Akan kakek usahakan. Sekarang, kamu sama Mamamu dulu ya. Biar Ka

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Petunjuk Pertama

    Perawat terlihat ragu. “Golongan darah A- jarang, Dok. Kalau pakai donor dari keluarga pun, kita masih harus cek kecocokan dulu, dan itu butuh waktu.”Tanpa pikir panjang, Setya langsung membuka mulutnya. "Golongan darah gua, A-, Mas. Coba pake darah gue aja!”Revan menatapnya. “Lu serius?”“Ya, Mas! Kita nggak punya banyak waktu!" suara Setya tajam, nyaris seperti bentakan.Perawat segera bersiap mengambil darah Setya untuk pengecekan kecocokan. Namun, sebelum mereka bergerak lebih jauh, salah satu perawat lain tiba-tiba berseru, “Dok! Juna kehilangan kesadaran lagi! Tekanan darahnya turun drastis!”“Shit!” Revan segera bergerak, memastikan kondisi bocah itu. “Kita harus cepat! Cek darah Setya sekarang!”Setya bisa merasakan tubuhnya mulai tegang, jantungnya berpacu dengan waktu. Ia menatap Juna yang semakin pucat, wajahnya tampak begitu kecil dan rapuh di antara semua alat medis yang mengelilinginya.Di dalam kepalanya, hanya satu hal yang terus menggema—Anak ini harus selamat. Apa

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Mengurus Berkas Administrasi

    Riri melangkah menuju meja pendaftaran di sebelah apotek."Sat, coba cek berkas ini," ucap Riri seraya menyerahkan sebuah berkas kepada Satria, petugas di bagian administrasi itu.Satria bergegas mengambilnya lalu mengecek di komputer sebentar."Ri, untuk biaya pendaftaran awal, kena dua juta rupiah," ucap Satria lirih. "Ini, masih belum termasuk biaya lain-lain, selain transfusi darah, kamar dan perawatan lainnya."Riri membelalak matanya. "Du--dua juta?"Satria hanya mengangguk, sementara Riri perasaannya langsung berkecamuk."Sat, apa nggak ada discount karyawan atau apa gitu?" tanya Riri kembali memastikan.Satria kembali mengecek komputernya lalu menggelengkan kepalanya pelan."Status lu masih karyawan kontrak di sini, Ri. Dan untuk nama anak ini juga nggak terdaftar. Jadi, kena biaya full," jelas Satria.Riri menghembuskan napasnya berat. "Kalau gua nggak bisa bayar gimana, Sat?"Satria menghembuskan napas berat. "Terpaksa harus di berhentikan, Ri. Dan semua alat yang ada di tub

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Kecelakaan Juna

    "Ayo jalan!" seru Yuzha seraya menggendong Kinan membuka jalan bagi Setya untuk ke rumah sakit. Nadira mengikutinya dari belakang, berjalan perlahan, sambil membekap mulutnya tak percaya. Setya terus berlari tanpa henti, meski kakinya terasa berat. Napasnya mulai memburu, tapi ia tak peduli. Ada satu hal yang terus terngiang di kepalanya— Anak ini ... harus selamat! Begitu Setya masuk, suasana IGD langsung berubah kacau. “Mas Revan, bantu aku! Pasien anak, cedera kepala akibat kecelakaan! Cepat siapkan ruang resusitasi!” Revan dan timnya langsung bergerak. Brankar didorong mendekat, dan Setya dengan hati-hati meletakkan Juna di atasnya. Namun, tangannya masih menekan luka di kepala bocah itu, seolah enggan melepaskannya. "Setya, lepaskan. Kami yang akan menangani," ucap Revan tegas. Setya menoleh sekilas, napasnya memburu, tubuhnya berlumuran keringat, dan tangannya yang berlumuran darah Juna masih gemetar. Matanya yang memerah menatap Revan dengan tatapan penuh ketaku

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Tabrak Lari

    Drrt! Drrt! Sebuah dering khas menggema di apotek. Riri tersentak. Itu nada dering khusus yang hanya ia pasang untuk anaknya. Tanpa membuang waktu, Riri bergegas mencari ponselnya di antara tumpukan resep yang berserakan. Jemarinya gemetar saat akhirnya menemukan ponselnya dan segera menjawab panggilan itu. “Halo, Sayang?!” Suara dari seberang terdengar agak terburu-buru. ["Ibu, aku sama Mbak Kinan ada di depan gang. Kita mau nyebrang, tapi ... mobil di sini pada kencang-kencang banget"] Dada Riri terasa sesak. Firasat buruk yang sejak tadi mengusiknya kini semakin kuat. "Tunggu Ibu di sana. Jangan kemana-mana, jangan nyebrang, diam di situ!" seru Riri ["Iya, Bu."] Riri segera menutup telponnya, dan langsung menarik lengan Setya, menyeretnya keluar dari apotek. "Mau kemana?" tanya Setya. "Depan. Kinan ada di sebrang," jawab Riri cepat tanpa menoleh. Mendengar ucapan itu, tubuh Setya langsung menegang. Ia langsung berlari kecil bersama Riri hingga keduanya tib

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status