Share

Bab 2 Bertemu CEO

Dengan langkah berat, Alexa masuk ke dalam ruangan CEO, yang sudah dia ketahui lebih dulu namanya, Arley Williams.

"Permisi," ucap Alexa.

"Berjalanlah lebih cepat, dan duduk. Jangan membuang waktuku." Arley berucap sembari memandang jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

Napas Alexa mendadak berat, setelah melihat sendiri betapa dinginnya seorang Arley Williams.

"Sekarang aku lebih berharap, aku tidak diterima bekerja di sini," batin Alexa.

Wanita berusia 22 tahun itu pun, berjalan mendekat pada meja kerja Arley, di mana lelaki itu sedang duduk angkuh di kursi kebesarannya.

"Duduk." Sekali lagi lelaki itu memerintahkan Alexa agar duduk. Agaknya Arley tak senang jika melihat orang terlalu lambat.

"Iya, Tuan." Alexa duduk di kursi yang berada di seberang meja Arley.

"Siapa namamu?"

"N-namaku?" tanya Alexa sembari menatap Arley kebingungan.

"Bukan. Vas bunga!" Suara Arley terdengar sedikit meninggi.

Membuat Alexa semakin gugup. Namun, dia tidak ingin dibuat menangis oleh calon bos-nya seperti wanita sebelumnya.

"Tuan, jika Tuan ingin tahu namaku, baca saja berkas ini," ucap Alexa menyerahkan berkas lamarannya.

"Berapa usiamu?"

"Sudah ganti lagi pertanyaan. Padahal, namaku saja, Tuan belum tahu," ucap Alexa.

Sungguh, Alexa benar-benar ingin lelaki di hadapannya itu, langsung menolak dia. Dan memintanya segera keluar dari kantor tersebut, setidaknya dia memiliki alasan untuk diberikan pada Ef jika dirinya bukanlah orang yang dibutuhkan oleh Arley Williams.

Arley sangat geram dengan jawaban Alexa.

"Apa saja pengalamanmu dan kenapa kau bisa berpikir untuk melamar menjadi asistenku?" tanya Arley. Lelaki itu menatap netra berwarna biru muda milik Alexa, seolah ingin masuk ke dalamnya.

Di bawah meja, tangan Alexa bertautan menahan kegugupannya.

"Jawab semuanya!"

"Baiklah. Tolong tenang sedikit," kata Alexa, kemudian menghela napas dan membuangnya pelan.

"Namaku Alexa, usiaku 22 tahun. Aku tidak memiliki pengalaman apapun, maka dari itu aku ingin bekerja di sini. Mencari pengalaman," jawab Alexa sekenanya. Dia tidak perlu seserius orang yang sedang interview, karena dia berharap tidak diterima di sana.

Dari tatapan yang awalnya tertuju pada Alexa, kini Arley malah fokus menatap laptop miliknya dan mengabaikan Alexa begitu saja, setelah mendengar jawaban Alexa.

"Dia tidak bicara apapun, benar-benar aneh," gumam Alexa yang tentu saja masih terdengar oleh telinga Arley.

"Kau diterima."

Dua kata yang terdengar dari mulut Arley, mampu membuat kedua bola mata Alexa melebar. Apa dia tidak salah mendengar? Bagaimana bisa, perusahaan sebesar Williams Group. Menerima pegawai yang tidak memiliki pengalaman apapun.

"Tuan, kau pasti bercanda. Aku tidak memiliki pengalaman sebagai asisten pribadi. Aku tidak tahu apa yang harus aku kerjakan," kata Alexa, berharap Arley bisa merubah keputusannya.

"Aku memang sedang mencari yang belum berpengalaman!" Arley mematahkan harapan Alexa, tanpa melihat sedikit pun ke arah Alexa.

"Aku akan menyiapkan surat kontrak yang akan kau tanda tangani."

Sementara Alexa, dia duduk mematung menatap Arley. Dia tidak tahu harus senang atau sedih.

"Keluarlah dari ruanganku! Ruanganmu ada di sebelah kiri ruangan ini," kata Arley sangat dingin.

Alexa segera keluar dari ruangan Arley, dia juga malas berlama-lama dengan lelaki dingin dan penipu.

Dia berjalan menuju ke dalam ruangan yang katanya adalah ruangan dirinya.

"Besar," ucap Alexa.

"Apa yang harus aku kerjakan di ruangan ini?" gumam Alexa dengan wajah yang bingung.

****

Saat pintu kamar terbuka, Alexa segera menoleh ke arah tersebut. Di mana sang mommy sudah berdiri menatapnya.

"Hai Mom," sapa Alexa sembari tersenyum.

"Dari mana saja kamu seharian ini? Pergi sejak pagi dan baru pulang sekarang, apa kamu tidak lihat hari sudah hampir malam!" Wanita bernama Daisy dengan rambut sebahu itu berjalan ke arah Alexa.

"Mom, pagi tadi aku melamar pekerjaan di perusahaan besar, dan aku sudah diterima di sana. Mulai besok aku akan bekerja," ucap Alexa bersemangat.

"Mommy tidak akan pusing-pusing lagi melihat aku yang terus menganggur," imbuh Alexa.

Daisy memang selalu meminta Alexa untuk segera bekerja, setelah lulus kuliah entah kenapa anaknya terus mengulur waktu untuk mengejar cita-citanya yang sejak dulu sangat diinginkan oleh putrinya itu.

"Bekerja? Apakah itu di perusahaan fashion dan kamu menjadi perancang busananya?" tanya Daisy antusias.

Alexa menggeleng menanggapi pertanyaan Daisy.

"Bukan." Alexa menggaruk kepalanya.

"Lalu?"

"Aku bekerja di perusahaan ... jasa desain interior," jawab Alexa. Dia sangat khawatir dengan respon dari sang mommy.

Bekerja di perusahaan desain interior jelas bukanlah keinginan, dia bercita-cita menjadi perancang busana, bukan perancang ruangan agar estetik.

"Ya Tuhan, apa Mommy tidak salah mendengar?" Tubuh Daisy mendadak lemas, mendengar anaknya justru bekerja di perusahaan yang bukanlah keahliannya.

"Jika seperti ini akhirnya, lebih baik kamu bekerja di perusahaan keluarga kita saja," ucap Daisy.

"Aku tidak mau Mom!" tolak Alexa.

Alexa bangkit dari ranjangnya dan berjalan ke arah sofa dan duduk di sana.

"Salah satu aku menolak untuk bekerja di perusahaan keluarga kita. Ya, hanya satu, aku ingin mandiri dan-"

"Mandiri katamu? Lihatlah sekarang saja, dari mana uang jajanmu jika bukan dari kami? Gayamu terlalu tinggi ingin mandiri!" Daisy sudah terbawa kesal dengan ulah Alexa.

Daisy duduk di samping Alexa.

"Sekarang katakan, apa nama perusahaan tempat kamu bekerja?" Daisy bertanya dengan menatap serius putrinya.

"Mommy tidak perlu tahu, yang jelas perusahaannya lebih besar dari perusahaan keluarga kita," jawab Alexa.

Saat ini Alexa baru saja keluar dari lift yang membawanya ke lantai di mana ruangannya berada. Dia sudah melihat punggung lebar milik lelaki yang kini menjadi atasannya, yang berjalan di depannya.

Melihat Arley membuatnya teringat pada Ef.

"Ya Tuhan, aku belum laporan bahwa aku sudah diterimanya bekerja di sani. Bagaimana ini? Apa tugasku hari ini dan apa yang harus aku laporkan pada Tuan Ef?" Alexa membawa langkah kakinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersarang di kepalanya.

Hingga detik berikutnya, dia merasakan sakit pada keningnya. Karena, baru saja menabrak sesuatu yang keras. Alexa membekap mulutnya sendiri saat melihat apa yang baru saja dia tabrak.

"M-maaf, aku tidak sengaja." Alexa segera menyadarkan pikirannya bahwa saat ini dia sedang berada di perusahaan Williams Group.

"Ceroboh sekali. Cepat masuk ke ruanganmu, Alvin sudah menunggu!" seru Arley.

Alexa menautkan kedua alisnya. "Siapa itu Alvin?"

Bukan menjawab pertanyaan Alexa, Arley justru berlalu meninggalkan wanita itu. Menurutnya bertemu dengan Alexa pagi hari seperti itu, membuat mood-nya berantakan.

"Eh, kenapa dia main pergi saja?" gerutu Alexa.

"Tuan! Tunggu!" teriak Alexa.

Saat akan mengejar Arley tiba-tiba saja ponselnya berdering, Alexa terpaksa mengurungkan niatnya dan segera meraih ponselnya dari dalam tas.

"Tuan Ef?" Buru-buru dia menjawab panggilan itu.

"Halo, Tuan," sapa Alexa.

"Temui aku sekarang juga di depan kantormu, aku tahu kamu sudah mulai bekerja! Aku akan memberitahu

tugasmu di kantor itu."

"T-tapi Tuan—"

Belum sempat Alexa menolak, Ef sudah mengakhiri panggilan itu lebih dulu.

"Ya Tuhan bagaimana ini?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status