Share

IQBAL POV

"Kenapa lu jadi serapuh ini, kak??"

.

.

.

Malam seharusnya terasa menyenangkan karena bintang bintang bersinar terang menerangi malam, ditemani rembulan dengan cahayanya yang menenangkan. 

Tapi sayangnya semua itu nggak berlaku buat gue, karna sekarang gue bener-bener gelisah dan berantakan. Rambut gua acak-acakan, dan bahkan gue masih mengenakan seragam sekolah lengkap yang menandakan kalau gue belum mandi dari jam balik sekolah padahal sekarang sudah jam 11 malam.

"Payah" kutuk gue dalam hati.

Tanpa henti, gue ketuk-ketuk terus jari jemari gue di atas meja. Mencoba berusaha tenang dan mencoba untuk berpikir jernih karna segalanya nggak akan bisa beres kalau gue terus-terusan pakai emosi. Tapi nyatanya usaha gagal hanya dalam hitungan detik.

"Aahh!"

Entah untuk keberapa kalinya gue buang nafas gue kasar.

Sebenarnya gue dan 3 Bodi gruad gue udah nyari Kak Arya selama 6 jam lamanya. Kita nyari ke semua tempat yang mungkin Kak Arya singgahi, tapi hasilnya nol besar .Gue kehilangan jejak, otak gue juga udah buntu mau nyari Kak Arya ke mana lagi.

Kakak gue emang cowok, tapi tetep aja gue khawatir karena kakak gue belum juga balik padahal udah mulai tengah malem. Sekilas keadaan fisiknya memang terlihat baik-baik saja, tapi sayang kondisi psikisnya agak terganggu.

"Bagaimana gue bisa tenang?"

"Mana bisa?"

Kalau aja tadi gue nggak ketiduran di kelas, semua nggak akan kayak gini. Kenapa gue teledor gini? Kenapa juga 3 orang Bodyguard raksasa kayak nggak ada gunanya sama sekali?

Gue buka layar HP gue, berusaha menghubungi lagi para Body guard berbadan kekar yang entah kenapa malah nggak becus menjaga satu orang aja. 

Nada deringnya yag menyebalkan berdering cukup lama sampai-sampai gue sempat mengumpat beberapa kali, sebelum akhirnya telepon tersebut akhirnya terhubung.

"Gila, gimana kakak gue??" tanya gue tanpa babibu lagi.

"Maaf tuan muda, tapi kami,, "

"Kalian ini 3 orang, dia cuma sendirian. Gimana bisa nggak ketemu!!" teriak gua pada benda pipih di tangan gue.

"Maaf Tuan, kami lengah" jawab salah satu diantara mereka.

Gue jambak rambut gue kasar, frustasi luar biasa. Akhirnya gue putus panggilan tadi secara sepihak, padahal tadi gue menghubunginya dengan penuh harap. Dan akhirnya malah langsung gue tutup panggilan tadi gitu aja, bahkan satu kalimat aja belum mereka selesaikan.

Percuma juga! Gue udah terlalu hafal dengan kelanjutannya, mendengarkannya lebih lanjut malah mungkin meningkatkan kedongkolan gue.

Kadang gue mikir kalo mereka bener-bener hanya menguras keuangan gue tanpa melakukan pekerjaan yang berarti. Berkali-kali melakukan kesalahan yang sama, kehilangan jejak Kak Arya. Tapi sayangnya gue nggak mau mengambil resiko lebih besar kalo gue cuma menjaga Kak Arya sendirian.

Lagi pula gue adalah putra tunggal dari keluarga Ramdani, keluarga kaya raya pemilik usaha properti dengan omset milyaran dalam satu kali transaksi. Gua nggak akan rugi kalau gue emang pengen menyewa ratusan bodiguard sekalipun.

Kata-kata yang selalu Om Irfan ingetin ke gue setiap pertemuan konseling Kak Arya tiba-tiba terngiang lagi di kepala gue, Om Irfan itu dokter khusus psikolog dan dia dokter yang menangani kasus Kak Arya 2 tahun ini.

"Kesehatan mental Seseorang tak bisa dianggap sepele, Iqbal!"

"Kak, lu di mana sih?"

Gimana gue bisa tenang? Sumpah perasaan gue bener-bener nggak enak!!

"Aarrgghh!!! Anjin*

Gue mengerang setelah menendang meja di dekat kaki gue, berusaha untuk melampiaskan kekesalan. Dan setelahnya gue bener-bener merutuki kebodohan gue yang kesekian kalinya.

"Sial!!"

Sebelum gue benar-benar berhasil mengeluarkan makian, sebuah bayangan hitam terlihat perlahan menghampiri gue, bikin gue ngelirik was-was. Tapi setelahnya perasaan lega bener-bener gue rasain. Gue tersenyum cerah sambil menghampiri bayangan tersebut walaupun agak terseok karena ulah bego gue barusan, tapi gue nggak peduli.

Bayangan hitam itu milik Kak arya dan Kak Arya pulang dengan tanpa luka ataupun darah setetes pun bikin gue senang luar biasa, gue sambut Kak Arya dengan pekikan keras layaknya gadis remaja yang kasmaran.

"Kak Arya!!"

Dan sekarang Kak Arya ada di hadapan gue, dengan mata sayu dan air mata yang membuat wajah ceria gue hilang seketika.

"Kak, lu kenapa?' tanya gue khawatir.

Kak Arya menatap gue dengan mata merahnya, tampak begitu kacau dan mengenaskan. Sedang gue masih berusaha mengatur nafas gue perlahan karena mendadak ikut sesak melihat keadaannya.

Pelan gue raih bahunya, pengen meyakinkan kalo Kak Arya nggak sendirian. Gue ada kalau dia butuh sandaran, tapi secepat kilat dia menepis tangan gue dan berteriak dengan keras.

"Apa peduli lu? Hah!!"

Gue tersentak karena nyium bau alkohol yang begitu menyengat dari mulutnya, padahal ini bukan pertama kali Kak Arya balik dengan keadaan semengenaskan ini. 

Ayolah kita bahkan belum genap 17 tahun, kita masih remaja tanggung yang bahkan belum memiliki KTP. Tapi nggak keitung lagi untuk keberapa kalinya kakak gue kembali dengan keadaan mabuk seperti ini.

"Kenapa hidup gue begini, bal?" tanya Kak Arya dengan tawanya yang mengerikan, mungkin ini kesejuta kalinya ia mempertanyakan alasannya hadir di dunia ini.

Sumpah gue enggak tega. Cepat-cepat gue tarik Kak Arya ke pelukan gue, berusaha menenangkannya, tapi dengan secepat itu juga Kak Arya dorong gue menjauh sampai akhirnya punggung gue membentur tembok apartemen gue dengan keras.

Gila!! Nggak main-main sakitnya!

Gue meringis karena rasa perih di punggung gue, tapi gue lebih perih lagi melihat kakak gue yang ngamuk sambil melempar segala barang-barang di sekitarnya, dibanting semuanya bahkan sampai pigura foto kita berdua yang selalu gue pajang di nakas meja maupun di dinding apartemen gua.

Terbilang cengeng memang jika gue sebagai laki-laki sekarang menangis, tapi beginilah fakta.

Mata gue udah berkaca-kaca dengan pandangan yaang agak burem karena terhalang air mata. Gue nggak bisa apa-apa selain termenung, biarin Kakak gue ngamuk untuk kesekian kalinya Karena diri ini terlalu lemah untuk jadi pelampiasannya.

Beruntung belajar dari pengalaman, gua sudah menyingkirkan segala macam benda pecah belah di apartemen gue supaya nggak melukai Kak Arya.

Kita menangisi takdir. Bedanya gue terisak dalam diam sedang Kak Arya mengamuk dan meraung di hadapan gue, pengaruh alkohol tersebut benar-benar sukses menunjukkan segala perasaannya yang selalu Kak Arya sembunyiin sama ini. Segala rasa sakit dari masa lalunya yang terlalu pahit untuk gue ceritain.

Waktu berlalu sampai akhirnya Kak Arya memilih menyerah, lelah setelah mengubah apartemen gue menjadi layaknya kapal pecah.

Dia terlelap di pojok ruangan dengan kedua tangan yang memeluk lututnya, tampak begitu menyedihkan.

heyy, heyy.😉😉

(maaf rata tengahnya error)

🐣🐣🐣

PERINGATAN

Ceritanya memang muter-muter dan sudut pandang bakal berubah-ubah nggak karuan.

Jadi siap-siap untuk nebak cerita yy😝

Nggak maksa minta Voment kok😄, tapi kalo ngasih juga nggak papa💞

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status