Share

5. Mengawasi

Terkadang mencoba untuk hidup damai berdampingan dengan mereka itu tidak terlalu buruk asal kita sebagai manusia tidak mempunyai niat buruk untuk mempersekutukan dirinya dengan Tuhan.”

“Ma, apa Papa nggak sayang, ya, sama kita?” ucap Andita yang ikut memelukku dengan matanya yang berkaca-kaca.

“Stt … Jangang bilang gitu, ah, Sayang. Papa kalian itu sayang banget sama kalian berdua hanya sama mungkin Papa lagi kelelahan aja karena di kantor banyak kerjaan yang harus diselesaikan.” Aku menatap kedua putriku dengan rasa gelisah yang mendera, berharap apa yang mereka pikirkan tidak benar-benar terjadi.

“Mama! Andin mau es krim,” seru gadis kecil itu dengan nada agak tinggi. Itulah sifat Andin setiap punya kemauan ingin segera dituruti.

“Iya, Sayang. Tunggu sebentar, ya, mama ambil.”

Aku berlalu menuruni tangga dan segera melangkah ke dapur.Tiba-tiba aku seperti merasakan ada kehadiran mereka lagi, perlahan mencoba untuk memelankan gerakan agar aku bisa jelas mendengar bunyi aneh yang baru saja memenuhi pendengaran. Persis suaranya seperti ada menggaruk dinding, makin lama makin keras disertai lolongan anjing yang membuat suasana ruangan dapur ini makin mencekam.

Aku akhirnya segera membuka kulkas dan mengambil  beberapa  cup es krim dengan rasa vanilla dan tiramisu. Iya, itu kesukaan putri kembar ku yang entah kenapa malam-malam begini malah mau makan es krim. Heran, suara yang tadi kudengar sekarang lenyap bagai ditelan bumi mungkin karena aku mencoba fokus pada tujuanku hanya membuka lemari pendingin ini.

“Mama! Ma ….”

Astaga! Itu, kan, suara Andin dan Andita yang berteriak memanggilku. Akhirnya dengan sekuat tenaga aku berlari menaiki tangga langsung dua anak tangga terlewati saking takut terjadi apa-apa pada si kembar. Sesampai di kamar aku mendapati Andin menangis tersedu-sedu, lantas kudekap tubuhnya yang membeku bagai es dinginnya. Aku bisa merasakan adanya mereka yang tidak terlihat  berdiri tegap dengan warna gelap dan rupa tak berbentuk lagi.

“Sayang, tenang, ya, Mama udah di sini sama kalian.” Aku mencoba menenangkan Andin dan juga memeluk Andita. Namun, kejadian itu tidak dialami oleh Andita mungkin karena jiwanya lebih kuat dibandingkan Andin.

“Ma, tadi Andita kaget banget waktu liat Kak Andin begitu takut. Andita nggak tahu harus berbuat apa, Ma,” ucap salah satu putriku dengan polosnya.

“Iya, Sayang. Nggak apa-apa kok. Sekarang kalian tidur, ya, Mama akan jaga kalian nggak ke mana-mana.

“Iya, Ma.”

Akhirnya si kembar pun terlelap dengan tenang. Sembari mengusap kepala putri-putriku, aku sempat berpikir bahwa mahluk gaib itu sebenarnya bukan bermaksud untuk menganggu manusia akan tetapi, mereka hanya mengawasinya dan memerhatikan gerak gerik manusia.  Karena kedua mata ini terasa berat, lantas kupejamkan bersamaan dengan sunyi nya malam ini tanpa suami di sisi.

Paginya, seperti biasa aku bangun dan langsung menuju dapur menyiapkan sarapan untuk sekeluarga. Setelah selesai kemudian kutempatkan di atas meja di ruang makan. Saat hendak membangunkan si kembar, dua mata ini sungguh terkejut dengan apa yang terlihat di sana. Beni sedang tidur memeluk Andin dan Andita dengan hangat. Entah, kadang sikap suamiku begitu kurindukan dan kadang pula begitu kusesalkan.

“Hai, Sayang … Sini!” Baru saja suamiku memanggilku dengan mesra. Sungguh aku bingung dibuatnya.

“Mama, Papa udah pulang lagi ke rumah, hore ….” ucap Andin yang bermanja dengan Papanya.

“Iya, Sayang. Mama bilang juga apa, kan, Papa kelelahan aja.”

“Ya, udah sekarang kita sarapan bareng, Yuk! Mama udah siapin susu hangat dan roti selai coklat buat kalian.”

Selesai sarapan, putri kami kembali bermain di kamarnya. Sedang aku dan Beni masih duduk bersantai sejenak di sofa ruangan yang biasa dipakai buat nonton. Menikmati waktu berdua sekarang suatu kebahagiaan buatku karena biasanya waktuku selalu kuhabiskan bersama si kembar. Akhirnya aku bisa mengobrol dengan suamiku tanpa diganggu oleh Andin dan juga Andita.

Sebelum Beni berangkat ke bogor untuk menghandle proyek disana, Beni mengabariku bahwa ia akan mencari rumah di daerah bogor agar bisa selalu dekat denganku dan juga putri-putri kami. Suamiku tidak ingin berpisah dengan keluarga walaupun ia mengusahakan untuk balik ke rumah di sela-sela pekerjaan kantor. Karena ia hanya ingin tinggal bersama keluarganya.

Setelah ia berusaha mencari ke sana ke mari, Pak Handoko—kliennya tiba-tiba menawarkan sebuah rumah yang letaknya tidak jauh dari lokasi proyek Beni bekerja. Lantas suamiku pergi dengan lelaki paruh baya itu untuk mengecek lokasi rumah tersebut.  Tak disangka, ternyata pertemuan suamiku dengan Pak Handoko membawa keberuntungan.

Seasampainya di rumah itu, suamiku seperti mengenal tempat itu dan merasa familiar dengan lokasi sekitarnya. Aku berpikir itu baik, setidaknya selagi kami tinggal di sana tidak perlu repot-repot menanyakan setiap jengkal arah jalan yang dituju. Aku menghargai setiap keputusan yang diambil oleh Beni karena sudah seharusnya istri patuh pada suaminya.

Keputusan ini juga bukan hanya untukku saja akan tetapi, ini juga untuk kedua putriku agar selalu bisa dekat dengan Papanya. Berkumpul bersama dan memainkan permainan yang mereka suka, itu semua hal terindah untukku. Sungguh, aku tak dapat membayangkan akan jadi apa dunia ini jika tak ada beni di kehidupanku. Pasti hampa seperti taman gersang yang bertahun-tahun tidak di basahi oleh hujan untuk menumbuhkan bunga-bunga yang indah dipandang mata.

Tak terasa malam pun tiba, lagi-lagi aku harus melewatinya dengan perasaan tidak tenang dan terlebih kedua putriku—Andin dan Andita. Semenjak kejadian malam itu saat mereka minta eskrim, gadis-gadis kecilku tidak ingin lagi tidur di kamarnya melainkan menempel di selimutku setiap malam. Dan mungkin karena itu suamiku tidak dapat lagi kenyamanan dan tentunya kegiatan romantis kami seperti waktu dulu saat mereka masih sangat kecil.

Aku tahu, bagaimana sulitnya menghadapi hidup yang setiap waktu dihadapkan pada perbatasan dimensi antara dunia nyata tempat kuberada dengan dunia lain yang dikatakan juga ‘Dunia Gaib’. Sungguh bukan kabar baik sama sekali, bahkan kuingin mata batin ini bisa tertutup untuk selamanya. Namun, semua itu tidak akan pernah terjadi selama aku masih bernapas di dunia fana ini.

Apalagi kalau dapat menembus masa lalu kelam seseorang. Bukankah itu sangat-sangat mengerikan untuk dibilang menikmatinya? Seperti kata Nenekku selaku orang yang lebih dulu memahami dunia gaib bahwa “Terkadang mencoba untuk hidup damai berdampingan dengan mereka itu tidak terlalu buruk asal kita sebagai manusia tidak mempunyai niat buruk untuk mempersekutukan dirinya dengan Tuhan.”

Hingga detik ini ucapan orang tua itu masih melekat kuat dalam dada ini seolah menjelma sebagai kekuatan di antara penglihatanku yang telah ada sejak aku masih kecil. Jujur, meski waktu itu aku belum bisa menerimanya akan tetapi, seiring berjalannya waktu saat usiaku dewasa aku mulai bisa menerimanya dengan sepenuh jiwaku. Berharap penglihatan ini dapat membawaku pada nasib baik bukan hanya sekedar keberadaannya semata.

Yang pasti saat menceritakan ini, sosok dari mereka sedang mendengar dan mengawasi setiap inci dari gerak-gerikku. Benar saja, saat ini bulu kudukku meremang diringi embusan napas yang begitu dingin hingga menusuk tengkukku.

Bersambung …

Terima kasih yang udah baca, semoga terhibur ya ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status