Di sebuah Apartement mewah yang berada di pusat kota Madrid, Don Victorino menatap landscape kota besar itu sambil duduk santai di balkon kamarnya dengan sebuah cerutu yang terselip di jemari tangannya.
Meski terlihat santai, pikirannya sangatlah kacau. Tidak bisa satu detik pun ia tidak memikirkan Belinda dan juga putra mereka, Felipe. Ia Amat merindukan keduanya.
Seandainya waktu dapat diputar kembali, Victorino tidak akan menyiaka-nyiakan kesempatan yang telah diberikan tuhan padanya, saat pada akhirnya ia bertemu dengan putranya dan juga Belinda.
Ia akan langsung melamar wanita itu dan memberikan keluarga yang utuh untuk Felipe. Mungkin saja saat ini mereka tengah becanda dan tertawa riang di salah satu ruangan di Palazzonya, atau di Apartement ini, di manapun istri dan putranya itu ingin tinggal.
Tapi dendam telah membutakan mata dan hatinya. Dendam yang pada akhirnya tidak hanya membuat Belinda melupakannya, tapi juga Felipe yang bisa dipastikan sangat membencinya.
Victorino ingat betul saat Felipe lebih memilih pergi bersama dengan Henry daripada tinggal bersama dengannya, juga tatapan terakhir yang diberikan putranya itu padanya, tatapan tak terbaca.
Ia sungguh tidak dapat membaca bagaimana perasaan Felipe saat itu, senangkah? Atau sedih?
Victorino yang mahir dalam membaca wajah seseorang saat itu tidak dapat membaca wajah putranya sendiri, tidak dapat menebak apa yang tengah putranya itu pikirkan.
Ia kembali menghisap cerutunya sebelum menghembuskan gumpalan asapnya ke udara,
“Sedang apa kalian sekarang?” tanyanya sambil menatap langit dan membayangkan gumpalan awan membentuk wajah Belinda dan Felipe yang sedang tersenyum padanya.
“Apa kalian merindukanku? Ah, sudah pasti jawabannya tidak. Dan terutama kamu, Belle. Jangankan merindukanku, mengingat tentangku saja tidak. Apa kamu akan melupakanku untuk selamanya?”
Membayangkan tidak ada kesempatan lagi untuknya kembali pada Belinda membuat hati Victorino terasa sakit.
Tidak pernah sebelumnya ia merasa sesakit ini. Bahkan enam tahun penderitaannya seolah tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan penderitaannya saat ini, saat Belinda dan Felipe berlayar pergi dari hidupnya.
Dan terutama saat ia menyadari kalau Belinda telah menghapus seluruh memori tentang Victorino dari dalam ingatannya,
‘Ingatan tentang anda sebenarnya masih ada, tapi tersimpan jauh di dalam pikirannya hingga tidak dapat diingat. Meski begitu, ingatan tersebut dapat kembali muncul dengan sendirinya atau setelah dipicu oleh sesuatu yang ada di sekitarnya, meski proses pulihnya kembali ingatan itu tidak dapat diprediksi. Bisa hanya dalam hitungan hari, bisa juga dalam hitungan bulan dan tahunan.’
Bahkan penjelasan dokter yang merawat Belinda saat itu tidak dapat membuat hati Victorino sedikit pun merasa lebih tenang. Ia masih terus was-was dan juga takut.
Ya, takut. Victorino takut kalau ternyata Belinda telah melupakan keberadaannya secara permanen. Meski dokter menyatakan yang sebaliknya. Bisa saja saat itu sang dokter terlalu takut padanya untuk mengatakan yang sebenarnya.
“Sejak kapan kamu kembali menyentuh ini?” tanya Victor sambil mengambil cerutu dari tangan Victorino dan menekan ujungnya di tempat sampah sebelum membuangnya.
“Beraninya kamu membuang cerutuku, Vic!” geram Victorino.
Mengabaikan tatapan menusuk yang di arahkan Voctorino padanya, Victor menarik salah satu kursi hingga ia dapat duduk berhadapang langsung dengan kakaknya itu.
“Mau sampai kapan kamu terus seperti ini?” tanyanya.
“Bukan urusanmu!” jawab Victorino sambil mengeluarkan cerutu yang lain dari kotaknya tapi Victor kembali merebutnya dan melemparnya hingga masuk ke tempat sampah.
“¡Hijo de puta! Vete a la m****a! (Berengsek! Pergi kau!)’ geram Victorino.
“¡Rino, tenemos que hablar, por favor. (Tolonglah Rino, kita harus bicara!)”
“Bagaimana kamu bisa masuk ke Apartmentku?”
Tidak ada satupun keluarganya yang mengetahui password digital pintunya. Apartement ini diperuntukkan hanya untuk dirinya sendiri saat sedang ingin menenangkan diri. Hanya ia dan Erasmo saja yang tahu, yang berarti Erasmo yang telah memberitahu Victor.
“Aku akan memecatnya!” geram Victorino.
“Jangan salahkan Erasmo untuk ini, Rino. Aku yang telah memaksanya. Dan asal kamu tahu, tidak hanya aku, Mommy dan Daddy saja yang mengkhawatirkanmu, tapi juga Erasmo dan anak buahmu yang lainnya. Mereka takut kamu akan kembali mengurung dirimu seperti enam tahun belakangan ini!”
Tidak dapat respon dari Victorino, Victor pun kembali melanjutkan,
“Rino, kami semua mengkhawatirkanmu. Kami siap membantumu mendapatkan kembali Belle dan juga Felipe. Kami semua juga menyayangi keduanya.”
“No habies de la que no sabes, Vic. (Jangan ikut campur, Vic.) Aku tidak membutuhkan bantuan siapapun untuk itu,” tolak Victorino.
“¡Aver, por dios. Pienso tantito! (Oh, Demi Tuhan. Tolong pikirkan sebentar!) Jangan keras kepala, Rino. Kita berburu dengan waktu, karena kurang dari dua bulan lagi Henry akan menikahi Belle. Apa kamu akan membiarkan pria lain menikahi Belle begitu saja?”
“¡Chingamadre! (Sial!)” umpat Victorino dengan kedua tangan yang mengepal.
“Deberías de arreglar tus diferencias con ellaDeberías de arreglar tus diferencias con ella! (Cepat selesaikan masalahmu dengan wanita itu!)” seru Victor.
“Selesaikan bagaimana? Sekedar mengingatku saja dia tidak!” Keluh Victorino, nada skeptis di dalam suaranya membuat Victor memutar kedua bola matanya, kebiasaan yang ia tiru dari istrinya, Lilian.
“Sejujurnya aku senang karena kamu telah kembali menjadi Victorino yang dulu lagi. Rino yang tidak selalu percaya diri, Rino yang masih terlihat manusiawi. Bukan Rino yang berhati batu dan tak berperasaan seperti enam tahun belakangan ini,” ucap Victor sambil menepuk lembut pundak Victorino.
“Jangan pernah berubah lagi, Rino. Tetaplah seperti ini, dan aku yakin Rino yang Sekarang akan dapat meluluhkan hati Belle dengan mudah.”
“Setelah aku memberinya penderitaan demi penderitaan? Rasanya tidak mungkin.”
Victor mendekatkan kursinya pada Victorino saat akan memberitahukan rahasia yang Lilian ceritakan padanya,
“Begini, sebenarnya Lilian melarangku untuk memberitahukan hal ini padamu. Demi Tuhan, Lilian pasti akan memintaku tidur diluar selama satu tahun penuh senadainya istri kesayanganku itu tahu aku telah membocorkannya padamu.”
“No seas ridiculo. (Konyol sekali.)” ledek Victorino.
Kamu tidak akan menilai ini konyol Kalau kamu telah mendengar kebenarannya. Atau kamu memang tidak ingin mengetahui apapun lagi tentang Belle?”
Mendengar nama Belinda membuat Victor mendapatkan perhatian penuh dari Victorino,
“Cepat ceritakan, sialan!”
“Apa kamu tahu kalau ternyata Belle telah jatuh hati padamu di hari pertama dia bertemu denganmu?” tanya Victor membuat kedua bola mata Victorino membola,
“Benarkah?” tanyanya dengan nada tidak percaya.
“Kenapa jalannya lelet sekali, Rino?” keluh Belinda dengan tidak sabar saat ia dan Victorino menaiki tangga menuju kamar mereka. “Kamu harus mulai berhati-hati sekarang ini, My Lady. Karena ada yang sedang berkembang di dalam rahimmu itu, anak kita.” Belinda pun emmutar kedua bola matanya, “Astaga, tidak harus seperti itu juga, Rino. Aku tetap berhati-hati tanpa harus jalan sepelan siput.” “Er!” Rino memanggil asisten pribadinya, “Ya, Don Victorino?” “Apa pembuatan lift sudah dimulai?” tanya Victorino. “Lift?” ulang Belinda. “Sī. Aku tidak mau kamu kelelahan karena harus turun naik tangga setiap harinya.” “Ya Tuhan, Rino. Jangan berlebihan seperti itu!” “Tidak ada yang berlebihan untuk keselamatan Istri dan juga anak-anakku. Jadi, bagaimana Er?” “Besok pengerjaannya baru akan dimulai, Don Victorino.” “Bagus!” “Rino, rumah pasti berantakkan sekali selama pengerjaan itu. Tidak bagus untuk Felippe yamg pastinya akan terlalu banyak menghirup debu nantinya.” “Itu makanya kita
“Ya, dokter Lian benar. Istri anda memang sedang mengandung, Don Victorino. Saat ini usia kandungannya sudah berjalan tiga minggu.” Beritahu dokter kandungan yang tengah menggerakkan transducer di perut Belinda, yang diubah menjadi sebuah gambar di layar monitor. Baik Belinda maupun Victorino dan Lilian, mereka sama-sama memandangi monitor yang menampakkan bagian dalam rahim Belinda tanpa berkedip. Hanya Victor saja yang berdiri di luar pintu, karena Victorino tidak mengizinkan adiknya itu untuk masuk.“Mana anakku?” tanya Victorino dengan tidak sabar. Matanya menyipit tajam saat melihat monitor itu dengan teliti namun tidak juga menemukan janin yang ia cari.“Astaga, sabar Rino. Baru tiga minggu dan baru terlihat kantung kehamilan saja. Bukan begitu, Dok?” “Anda betul, Nona Belinda. Kalian lihat ini.” Dokter itu melingkari bagian yang akan ia jelaskan pada Belinda, Victorino dan juga Lilian. Meski sebenarnya Lilian telah mengetahui letak kantong kehamilan Belinda mengingat ia sendi
“Bagaimana kondisi Mamá, Lian?” tanya Belinda setelah Lilian selesai melakukan pemeriksaan rutin pada mama Juana.“Kesehatannya semakin membaik. Sepertinya treatment pengobatan yang kami lakukan berhasil untuknya, Belle,” jawab Lilian.Belinda menghela napas lega. Sejak tadi ia seolah berhenti bernapas karena terlalu mengkhawatirkan kesehatan mama Juana.“Karena Mamá sudah kembali ke Madrid, itu yang membuat Mamá lebih cepat pulih, Mi Hija,” celetuk mamá Juana.Belinda melangkah mendekat, lalu duduk di sisi tempat tidur untuk mengusap lembut puncak kepala mama Juana,“Aku tahu itu, Má. Itu makanya aku dan Rino mengajakmu kembali ke kota ini.”“Terima kasih, Mi Hijo. Mamá selalu merasa ada Papámu di kota ini. Mamá merasa semakin dekat dengannya.”“Má. Ingat masih ada aku dan Felipe. Jangan temui Papá dulu, aku masih membutuhkan Mamá,” pinta Belinda.Meski kini ia telah aman berada di dalam lindungan Victorino. Tapi ia juga masih tetap membutuhkan kasih sayang mama Juana. Ia belum memba
Setelah memastikan Felipe benar-benar terlelap, Belinda menaikkan selimut Felipe hingga batas dagunya sebelum melangkah keluar dari dalam kamar putranya itu menuju kamarnya sendiri untuk menemui Victorino. “Rino, kamu di mana?” tanya Belinda saat suaminya itu tidak terlihat di kamar tidur, pun demikian dengan kamar mandi. Ia baru akan keluar dari kamar mereka ketika sudut matanya menangkap tirai yang bergerak tertiup aangin malam, yang menandakan kalau pintu balkon sedikit terbuka.Victorino pasti sedang berada di luar sana.Dengan Langkah cepat Belinda menuju balkon dan mendapati Victorino yang tengah merenung sambil berpegangan dengan pembatas balkon kamar mereka,“Kamu tidak dengar aku memanggilmu barusan?” tanya Belinda sambil memeluk dan menyandarkan pipinya di punggung suaminya itu.“Benarkah?” Suara Victorino yang terdengar parau membuat Belinda mengangkat lagi kepalanya, dengan lembut ia memjutar tubuh Victorino agar dapat menatap lekat-lekat kedua mata gelapnya,“¿Qué pasa?
“Kamu tidak apa-apa, Mi Hijo? Kamu pusing?” tanya Victorino.Kekhawatiran dan keharuan membaur menjadi satu. Khawatir karena anaknya baru saja berada di ambang maut, dan haru karena itulah kali pertamanya Felipe memanggilnya dengan sebutan Papá.“Papá aku takut! Mamá!” “Sst, tenanglah Mi Hijo, kamu aman sekarang. Er, siapkan mobil!” Dengan sigap Erasmo segera menghubungi supir mereka untuk membawa Felipe ke rumah sakit. Pasti itulah tujuan Victorino memintanya menyiapkan mobil.“Felipe, ada Mamá juga di Sini, Sayang. Jangan takut lagi ya,” Belinda turut serta menenangkan Felipe.“Kakiku sakit …” rintih Felipe.Kini Victorino pun mengerti kenapa Felipe bisa tenggelam, padahal ia tahu betul kalau putranya itu pandai berenang.“Itu namanya kram, Mi Hijo. Papá akan membawamu ke rumah sakit, kamu tahan sebentar ya.”“Sekarang sudah tidak sakit lagi, Pá. Aku tidak mau ke rumah sakit.”Sontak saja hal itu membuat Victorino menghentikan langkahnya untuk memberikan tatapan penuh pada putrany
Keesokan paginya sesuai dengan janji Victorino, pria itu mengajak Belinda dan Felippe berlibur ke salah satu tempat wisata paling hits di Spanyol.Sebuah Pulau dengan luas lima ratus tujuh puluh dua meter persegi di kawasan Mediterania yang memiliki garis pantai sepanjang dua ratus sepuluh kilometer. Pulau yang terdapat banyak objek wisata dengan pantainya yang cantik.Saat ini mereka sedang mengunjungi sebuah pantai yang disepanjang garis pantainya memiliki pasir berwarna pink akibat dari pecahan koral. Gradasi warna air lautnya pun terlihat jelas dari berbagai arah, terdapat juga beberapa watersport di sana, yang ingin sekali Victorino dan Felipe datangi.Mengabaikan beberapa turis yang sedang berjemur dan sebagian ada yang toples, sambil bergandengan tangan Belinda dan Victorino menyusuri tepian pantai itu. Sesekali mereka berhenti hanya untuk melihat Felipe yang sedang asik bermain dengan Erasmo dan Cecil.“Apa kamu tidak merasa curiga dengan hubungan mereka?” tanya Belinda.“Er