Sudah satu minggu mamanya Adam dirawat di rumah sakit dan kondisinya mulai membaik, hanya saja masih lemas dan perlu perawatan lebih lanjut dikarenakan faktor usia.
Selama itu juga, Alena bolak-balik ke rumah sakit untuk merawat sang calon mertua demi mengambil hati. Saat mereka berpacaran dulu, ibunya Adam memang sayang kepadanya. Mereka kerap kali jalan bersama dan berdiskusi mengenai banyak hal. Sayang, semua rusak ketika perceraian dan itu ... salahnya.
"Kamu ... datang lagi?" tanya mamanya Adam dengan tatapan sayu. Sekalipun mendapatkan asupan dari cairan infus, wanita paruh baya itu tetap merasakan lemas karena tak berselera makan.
"Iya, Ma. Mas Adam sibuk kerja. Papa juga, jadi Alen aja yang ke sini. Mumpung lagi free, belum ada yang terima kerja," jawab Alena sembari meletakkan rantang di bedsite cabinet.
"Untuk apa?"
"Untuk merawat mama biar cepat pulih," jawab Alena tenang. Tangannya kini membuka isi rantang yang tadi m
"Maaa ...." Adam menggenggam erat jemari sang mama saat kelopak mata wanita itu mulai terbuka pelan."Dam," lirihnya saat melihat wajah sang putra. Tubuhnya lemas dan nyeti di beberapa tempat. Kepala juga terasa sakit dan berputar."Apa yang sakit, Ma?" tanya Adam sembari mengusap lembut pelipis mamanya. Bagaimanapun kerasnya sikap wanita itu kepada Alena, dia tetap sayang dan berusaha taat."Kaki Mama," Tunjuk sang mama ke arah kaki sebelah kanan yang berbalut perban dan tidak bisa digerakkan sama sekali.Adam membuang pandangan, bingung bagaimana hendak menjelaskan apa yang sudah terjadi. Ini mungkin akan sulit diterima, tapi dokter mengatakan mamanya bisa berjalan seperti normal asal rajin melakukan terapi."Kaki mama kenapa, Dam?" tanya wanita paruh baya itu dengan mata berkaca-kaca. Setiap kali dia hendak mmeggerakkannya, rasa nyeri tiba-tiba saja menghantam bertubi-tubi."Pa-tah, Ma," jawab Adam terbata."Astagf
Mamanya Adam terbangun dan merasakan perutnya tidak enak, lalu berusaha untuk duduk tapi kesulitan. Kaki yang terasa nyeri juga tangan yang tak sampai untuk menekan bel, membuat wanita itu sedikit frustrasi.Di kamar itu dia sendirian, tanpa anak ataupun suami. Di jam segini, mereka masih berada di kantor. Wanita itu mencoba lagi, dan akhirnya berhasil menekan bel. Tak lama seorang perawat muncul dan membatunya ke kamar mandi. Ada perasaan risih ketika kegiatan pribadinya dilihat orang lain."Sudah, Bu?""Sudah, Suster," jawabnya sembari mengulurkan tangan untuk berpegangan, lalu dia kembali dituntun untuk berbaring."Kalau sudah semua, saya permisi ya, Ibu." Si perawat berpamitan lalu berjalan ke luar setelah memastikan semua baik-baik saja.Mamanya Adam mengangguk lalu mencoba memejamkan mata. Perutnya terasa melilit karena menahan lapar. Baru saja dia hendak terlelap, ketika terdengar suara ketukan di pintu."Assal
Adam memakai kemeja baru dan menyemprotkan parfum di beberapa bagian tubuhnya. Rambut laki-laki itu disisir rapi dan diberi pomade. Malam ini adalah penentuan karena mereka akan berkunjung dan makan malam bersama keluarga Alena, sekaligus acara lamaran.Ibunya sudah siap dan menunggu di depan dengan kursi roda. Dia sendiri sangat gugup sehingga berulang kali mengganti pakaian karena merasa kurang cocok."Kamu kayak cewek aja, Dam. Dandannya lama," kata mamanya sembari menggelengkan kepala."Tegang, Ma. Kayak mau malam pertama," jawabnya asal."Hus! Kamu ini ngomong apaan, sih! Belum sah udah bayangin itu aja," tegur sang mama kesal. Sedangkan papanya hanya menahan tawa melihat tingkah putra mereka."Eh, salah. Maksudnya kayak mau ijab kabul," ralat Adam sembari melirik papanya."Kalau semua udah siap, ayo kita berangkat. Udah jam 7 ini. Sampai di sana pas jam 8," papanya mendorong kursi roda sang mama dan Adam mendahului mereka k
Tiga orang itu bergegas menuju ke sebuah ruang perawatan di lantai lima, di mana Cintia berada. Papanya Adam mendorong kursi roda dengan sedikit laju, sementara itu Adam sendiri sibuk menerima telepon sejak tadi.Sepanjang perjalanan, mamanya Cintia terus saja menghubungi sembari menangis memikirkan kondisi putrinya. Pasalnya, papanya Cintia sedang pergi ke luar negeri untuk suatu keperluan. Adam tahu persis tentang itu, karena dia masih bekerja di sana.Begitu pula dengan Alena yang menanyakan kabar Cintia, setelah dia tiba di rumah sakit. Wanita itu semakin merasa bersalah karena merasa semua terjadi akibat perbuatannya.Lift berhenti di lantai 5 ruang VVIP. Tak banyak kamar di lantai itu karena memang diperuntukkan kepada pasien menengah ke atas."Assalamualaikum." Adam membuka pintu dengan pelan sembari masuk."Waalaikumsalam." Mamanya Cintia langsung menghambur ke pelukan Adam begitu melihat laki-laki itu masuk, karena sudah menga
Adam meraih jemari Alena dan menggenggamnya erat. Tanpa perlu dia berkata, mereka sudah saling memahami satu dengan yang lain."Ada apa, Mas?" tanya Alena saat melihat rona wajah Adam yang terlihat kebingungan."Cintia. Dia--""Bilang aja, Mas. Aku siap dengerin," katanya memotong. Perasaan Alena sudah tak enak sejak kemarin malam Adam menghubunginya dan mengatakan bahwa Cintia masuk rumah sakit karena ingin bunuh diri."Dia ... minta aku nikahin. Katanya gak sanggup kalau sampai berpisah," ucap Adam gugup. Matanya menatap Alena dengan perasaan gamang.Alena tergelak. Bukannya marah atau cemburu, dia justru merasa lucu. Cinta memang kadang sebuta itu. Seperti Adam yang rela menentang orang tua agar mereka bisa rujuk kembali. Atau, seperti dia yang berusaha mati-matian meraih hati ibu mertua agar merestui niat baik mereka."Kok kamu malah ketawa?" tanya Adam heran."Jadi Mas Adam galau, nih?" Alena mengaduk minuman aga
Ruangan itu didekorasi dengan begitu indah sekalipun tamu yang diundang tidak terlalu ramai. Jika dulu Adam dan Alena mengadakan pesta besar-besaran, maka kali ini konsepnya lebih sederhana, tetapi tidak mengurangi nilai kesakralannya.Sejak tadi Adam terlihat gugup dengan menggosok kedua telapak tangan. Hal itu membuat kedua papa tersenyum geli dan saling berpandangan. Sementara itu, kedua mama saling bertukar cerita dan tertawa senang.Pernikahan yang awalnya direncanakan masih dua bulan ke depan, jadi dipercepat atas permintaan Adam. Dia tak mau hati mereka digoyahkan lagi dengan banyaknya cobaan, terutama godaan orang ketiga."Apa pengantin wanita sudah siap?" tanya petugas KUA ketika kursi mulai terisi penuh dan para undangan sudah berkumpul."Sudah, Pak," jawab papanya Alena. Tadi dia sempat melihat ke dalam sebentar saat sang putri hampir selesai dirias."Apa kita bisa mulai sekarang? tanya petugas KUA lagi.Papanya Alena
"Flight attension. Landing station."Pesawat yang mereka tumpangi mendarat mulus di Bandara Ngurai Rai, Bali. Adam dan Alena langsung mengantre untuk mengambil barang bawaan mereka di bagasi.Mereka tak membawa banyak barang kali ini, karena Adam tak mendapatkan izin cuti lama. Perusahaan sedang gencar-gencarnya melakukan promo untuk produk baru yang sebentar lagi akan launching. Sehingga ada banyak kegiatan yang timnya harus persiapkan."Alhamdulillah, akhirnya kita sampai juga," ucap Adam sembari memeluk istrinya dengan mesra. Sepanjang perjalanan dia kerap menggoda Alena dengan mencubit pipi dan hidung saat wanita itu terlelap.Setelah akad nikah dan malamnya mereka memadu
Setelah melewati bulan madu yang seru selama beberapa hari, di mana banyak kelakuan Adam yang membuat Alena kesal tapi sekaligus bahagia, akhirnya mereka pulang ke rumah.Koper yang tadinya kosong karena pergi hanya membawa pakaian seadanya, kini penuh dan justeru bertambah dengan oleh-oleh yang cukup banyak, hingga mereka harus membayar tambahan biaya bagasi.Alena benar-benar menghabiskan uang suaminya untuk berbelanja ini dan itu. Adam sendiri sengaja menjamu istrinya, karena dulu belum pernah kesampaian. Lagipula, kesempatan itu mungkin tidak akan datang dua kali. Bisa saja nanti dia hamil dan harus menunda berpergian jauh.Mereka mengunjungi beberapa toko yang menjual oleh-oleh dan membeli berbagai macam barang, seperti kaus juga makanan khas Bali. Alena bahkan sempat berfoto-foto di beberapa spot.Tak hanya pantai, mereka juga mengunjungi beberapa pura, bermain rafting, dan Tanah Lot. Adam benar-benar mengajak istrinya berkeliling, wal