"Tumben kamu pulang ke rumah."
Sindiran papa membuat Alena tersinggung. Wanita itu meletakkan sendok dan mengambil segelas air putih, lalu meneguknya pelan.
Hari ini dia libur dan tiba-tiba saja rindu dengan kedua orang tuanya. Lebih tepatnya boleh dibilang rindu akan transferan dari mereka.
Sejak dia diterima berkerja, sms banking dari papa jarang muncul. Ada satu kali itu juga nominalnya kecil, hanya cukup untuk makan siang di kantor. Sedangkan dia punya kebutuhan lain yaitu ke salon dan melihat harga diskonan dress terbaru di beberapa butik langganan.
Lupakan liburan, tahun ini dia harus mengigit jari melihat teman-temannya yang sedang bersenang-senang ke luar negeri. Alena hanya bisa berdiam diri di apartemen sambil memutar channel favorit yang akan ditontonnya di waktu senggang.
"Papa kok gitu sama anaknya," sungut Alena.
"Biasanya memang begitu, kan?" tanya laki-laki paruh baya itu. Dia menarik kursi dan duduk di sebelah putrinya.
"Alen kan libur kalau hari sabtu, Paaaa ...."
"Terus uang kamu habis?"
"Ih, papa tau aja. Gaji Alen kecil banget, soalnya cuma dapat posisi administrasi. Mana cukup," keluhnya.
"Pantas kamu datang. Mau minta jajan rupanya. Kan udah papa transfer." Papa mengambil piring dan mulai menyendok nasi.
"Sudah makan dulu. Jangan berdebat," kata mama menengahi.
"Cincin berlian Alen udah dijual satu buat bayar kartu kredit, Ma. Masa mau jual yang lain. Alen gak rela," rengeknya seperti anak kecil.
Papa menggelengkan kepala melihat tingkah putrinya. Salah mereka juga karena terlalu memanjakan dari kecil. Alena anak satu-satunya, jadi segala yang diinginkan pasti dipenuhi.
"Ya gak apa-apa. Yang penting hutang kamu lunas. Jangan gesek lagi, tutup saja sekalian," saran Mama.
Sejak putri mereka berpisah dengan suaminya dulu, mama dan papa sepakat untuk mengajari Alena agar hidup mandiri dan lebih hemat.
Sebenarnya dua orang ini juga tidak setuju akan keputusan itu, namun tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegahnya."Kalau suka foya-foya, hutang menumpuk dan penghasilan sekarang gak bisa nutupin, ya memang harus begitu. Jual salah satu aset," kata papa.
Nasihat yang ini justru malah membuat Alena kesal. Bukannya introspeksi diri, dia malah menyalahkan orang tua karena tidak mau membantunya.
"Harusnya papa bantu Alen. Uang papa kan masih banyak," katanya dengan bibir ditekuk.
Dua orang tua itu kembali bertatapan dan menggelengkan kepala.
"Gimana kerjaan di kantor baru?" Mama mencoba mengalihkan pembicaraan. Mereka sedang makan siang. Jangan sampai jadi tidak berselera karena perbincangan tadi.
"Biasa aja sih, Ma. Aku juga masih adaptasi," jawabnya.
Alena mengambil potongan ikan bakar kedua dan sambal yang banyak. Jangan dipikir ini buatan mama. Ini masakan si bibik.
Dulu mama sama hedon dengan sang putri, bahkan lebih parah. Karena itulah Alena mengikuti sifatnya. Hanya saja semakin bertambah usia, wanita paruh baya itu mulai berubah. Dia lebih suka mengikuti kegiatan amal dan beberapa organisasi yang bergerak di bidang sosial.
"Kalau kamu mau papa bantu setiap bulan, ya pulang ke rumah. Apartemen mau papa jual," kata laki-laki paruh baya itu dengan tegas.
Alena kembali menghentikan makan dan mengatakan keberatan atas keputusan itu.
"Kenapa harus dijual? Bukannya itu hadiah pernikahan Alen dulu? Berarti itu hak Alen dong, Pa."
"Dari pada kamu tinggal sendirian, lebih baik di sini temani mama. Kasihan mama kamu gak ada temennya," jawab papa santai.
Alena segera menghabiskan makanan dan mencuci tangan di wastafel, lalu meninggalkan ruang makan begitu saja tanpa berpamitan. Sejak tadi dia kesal dengan ucapan papa, jadi lebih baik kembali ke kamar di lantai atas.
"Anakmu dari dulu masih aja gak berubah, Ma," keluh papa.
"Apa kita jodohin aja ya, Pa," usul mama.
Papa terdiam dan memikirkan omongan istrinya.
"Bisa juga sih, Ma. Ide bagus." Papa menganggapi.
"Tapi harus cari yang lebih dewasa. Dulu si Adam lemah makanya Alen ngelunjak," lanjut mama.
"Papa kan dari dulu emang gak setuju sama si Adam itu. Mama aja yang bujuk terus akhirnya restu."
"Ya kan mereka sama-sama cinta. Dari pada bablas mending dinikahin," kata mama beralasan.
"Tapi mereka masih terlalu muda. Jadinya sama-sama emosional," jawab papa.
"Udahlah, Pa. Itukan masa lalu. Mana tau kalau Alena dapat jodoh baru dia bisa berubah."
"Memangnya siapa yang mau sama dia? Manja begitu," kata papa sambil mengunyah.
"Masa papa gak ada kenalan siapa gitu? Klien yang masih single. Entah perjaka apa duda." Mama bertanya balik.
"Ada, sih. Banyak malah. Nantilah kita kenalin sama Alen."
Seketika wajah mama berbinar. Dengan bersemangat dia mengusulkan beberapa ide dan meminta pendapat suaminya.
"Kalau begitu papa atur pertemuan," pintanya.
"Ya nantilah, Ma. Kerjaan masih banyak," tolak papa halus.
Baginya berencana boleh saja, tapi tidak usah terburu-buru. Papa lupa, bahwa kaum wanita jika punya suatu keinginan, maka itu harus segera dilaksanakan.
"Eh, gak bisa. Harus disegerakan. Kita ini makin tua, Pa. Bagus juga kalau ada yang jagain Alen sekaligus bimbing dia."
"Kalau gitu mama yang atur."
Lalu, mereka berdua merencanakan sesuatu. Mama sangat antusias mendengarkan saran dari sang suami. Apalagi tahun depan putri mereka akan berusia kepala tiga, sudah pantas memiliki pendamping hidup. Lagi pula rumah ini sepi dan mereka merindukan kehadiran cucu.
Pernikahan Alena dan Adam tidak membuahkan keturunan karena hanya bertahan selama satu tahun. Saat itu mereka baru lulus kuliah dan nekat mengikat janji. Didukung oleh kekayaan orang tua, maka pesta besar-besaran dilangsungkan. Sayang, itu tak bertahan lama.
Pesta meriah, bulan madu mewah bahkan hadiah yang luar biasa, tak membuat cinta mereka kokoh, padahal berlimpahan materi.
Alena yang sejak kecil suka bersikap semaunya, justru tak pandai menghargai Adam setelah sah menjadi suami. Wanita itu kerap melawan dan membangkang, merasa bahwa tanpa adanya laki-laki itu dia bisa tetap hidup dengan bantuan kedua orang tua.
Adam sendiri sebenarnya masih ingin mempertahankan. Namun, apa daya pengacara yang disewa oleh Alena sangat cerdik sehingga akhirnya dia tak berkutik dan kalah telak.
Tak bisa dipungkiri bahwa, kadang-kadang uang memang bisa membeli beberapa hal. Dan dengan adanya putusan perceraian itu, harga diri Adam runtuh seketika.
***
Saat kedua orang tuanya sibuk merencanakan perjodohan, Alena temenung di kamar. Ada banyak hal yang berkecamuk di kepala, terutama tengan masa depan. Apakah dia akan menghabiskan masa tua sendirian, ataukah akan ada seorang laki-laki yang bersedia menerima semua kekurangannya.
Jika memang ada, yang pasti laki-laki itu harus kaya raya. Alena tak mau hidup susah karena yang nantinya malah akan merepotkan. Baginya, harta adalah yang laling utama dalam hidup. Ada beberapa yang datang mendekat namun dia belum tertarik sama sekali.
Wanita itu justru tak menyangka akan dipertemukan dengan Adam setelah enam tahun bercerai. Setahunya, setelah mereka resmi berpisah, laki-laki itu pindah ke luar negeri untuk melanjutkan sekolah. Mereka lost contact. Alena bahkan tak berminat mencari tahu apa kegiatan sang mantan suami setelahnya.
Kini, Adam muncul begitu saja dan bersikap semaunya. Seolah-olah ingin membalas sakit hati atas perlakuannya dulu.
Wanita itu mengambil bantal dan menutup wajah, tak mau memikirkan apa pun untuk saat ini. Dia mengantuk, dan sepertinya dengan tertidur semua permasalahan akan selesai dengan sendirinya.
Dahi Alena berkerut saat melihat ada sebuah undangan di meja kerjanya."Apaan, nih?" Dia bertanya kepada salah satu teman kerja yang duduk di sebelah."Undangan Pak Adam sama Mbak Cintia," jawab temannya itu."Nikahan?" tanya Alena lagi."Bukan. Tunangan.""Bukannya sudah?""Dulu cuma pertemuan keluarga. Kayaknya yang sekarang mau go public."Alena membuka bungkusnya. Seketika bau harum tercium. Undangan dengan design mewah begini pastilah mahal. Terang saja, calon istri baru Adam bukan orang sembarangan. Catat ya, anak direktur perusahaan.Mata cantik itu menelusuri setiap kata yang tertulis, rangkaian huruf yang indah, juga terselip sebuah doa. Tak lupa foto dua orang yang sedang tertawa bahagia.Ah, dia jadi teringat dengan pernikahan mereka dulu. Sama seperti ini, dimana mereka begitu bahagia dan mempersiapkannya secara matang."Nanti kamu pergi sama siapa?" tanya Alena."Belum tau. A
Alena membuka sebuah laci di dalam lemari dan mengeluarkan sebuah box berisi perhiasan, kemudian memilih mana yang akan dia pakai.Rasanya dia ingin menghindar, tapi semua karyawan diwajibkan datang. Pak Dirut ingin menjamu semua karyawan sekaligus meresmikan pertunangan putrinya.Tangan mungil itu mengambil sebuah kalung bermata berlian lalu memakainya. Terlalu penuh dan tidak cocok dengan gaun yang akan dia pakai nanti, lalu dia meletakannya kembali.Kemarin sore, Alena pergi ke butik langganan di salah satu mall. Hampir satu jam melihat, akhirnya pilihannya jatuh pada sebuah dress berwarna biru selutut dengan lengan panjang. Bordiran cantik di bagian leher itu yang membuatnya jatuh hati.Alena tak mau berpenampilan seksi kali ini. Bahaya kalau sampai Adam menggodanya di depan orang banyak. Di kantor saja laki-laki itu tak tahu malu.Temannya juga batal pergi bersama karena akan pergi bersama orang lain. Sehingga Alena akan datang se
Cintia memasuki kantor dengan gelisah dan terburu-buru. Setelah malam pertunangannya yang berakhir dengan ketidak jelasan, juga aksi tutup mulut laki-laki itu dan calon mertua, dia memutuskan untuk datang pagi ini menemui papa dan meminta bantuan.Selama acara berlangsung, Adam menghindar dengan alasan tak ingin merusak suasana dan akan menjelaskannya nanti. Bahkan setelahnya, mereka sekeluarga langsung pulang padahal dia masih ingin bertanya mengenai Alena."Papa."Cintia membuka pintu ruangan setelah memastikan kepada sekretaris bahwa papanya sedang tidak sibuk dan bisa menerima tamu."Ada apa, Nak. Kok datang ke sini? Butik kamu tinggal?""Ada yang jagain, Pa. Aku mau tanya soal karyawan baru itu," katanya sambil duduk di sofa dan mengambil sebotol air mineral."Alena?""Iya.""Papa gak terlibat langsung dengan rekrutmen karyawan baru. Semua sudah diserahkan ke divisinya masing-masing," jawab laki-laki
'Weekend ini pulang ke rumah ya, Nak.'Begitulah pesan yang Alena terima dari mama. Sejak penghasilannya menurun karena papa memangkas subsidi, mau tak mau dia harus sering pulang untuk mengambil hati.Sekalipun papa sering menyindir, Alena harus menebalkan telinga. Sepertinya dia memang harus mencari tambang emas baru selain papa tentunya. Yoga, adalah pilihan yang tepat.'Iya, Alen pulang.'Hanya itu yang dia ketikkan sebagai balasan, lalu kembali fokus menghadap layar dan mengerjakan laporan.Setelah acara pertunangan malam itu, Adam sudah jarang mengganggu lagi. Mungkin dia sudah diberikan mukjizat supaya tidak menggombal dengan wanita lain. Lagi pula di kantor mereka juga tidak berhubungan langsung."Len, udah dengar kabar?" kata temannya.Alena menggeleng karena kapok ketahuan sedang bergosip di saat jam kerja. Dia sebenarnya pasrah seandainya memang tidak lulus masa percobaan. Namun setidaknya, selama dua
Adam memencet bel pintu rumah itu dan langsung disambut Cintia dengan malas."Tuan puteri udah siap?""Sekarang?""Iyalah. Masa' besok." Adam tergelak melihat wajah tunangannya yang cemberut.Setelah hari itu, dia bahkan menolak bertemu dengan Cintia sama sekali. Bukan menghindar, tapi karena kesibukan di kantor yang cukup padat. Perusahaan akan mengadakan gathering tahunan karyawan dan divisinya yang akan menyusun anggaran, juga pelaksanaannya."Aku ganti baju dulu. Kamu tunggu bentar." Cintia masuk ke dalam dan bersiap-siap.Adam berusaha menepati janji untuk mengajak wanita itu jalan-jalan sekalipun masih ada beberapa laporan yang belum selesai. Sepertinya dia akan lembur di hari senin nanti."Loh, ada kamu?" Papa Cintia keluar dan menemui calon menantunya. Laki-laki paruh baya itu dengan santainya duduk di sebelah Adam."Mau ajak Cintia jalan, Pa," jawab Adam."Ya refreshing. Jangan kerja t
Selamat datang peserta gatheringPT. Langit Jaya10-14 Februari 2021Begitulah kata-kata yang tertulis di banner The Ritz, sebuah hotel berbintang di kota itu. Seluruh staf dan karyawan pagi-pagi diberangkatkan karena acara akan diadakan full di tempat itu.Ada bagian dari hotel yang bisa digunakan untuk kegiatan outbond selain pool tentunya. Semua peserta begitu semangat saat keberangkatan, kecuali ... Alena. Pendekatannya dengan Aldo gagal karena ulah Adam. Sehingga setelah hari itu, dia bahkan merasa malas setiap kali bertemu dengan laki-laki itu.Aldo mungkin saja bisa menerima statusnya jika dijelaskan secara baik-baik, tapi bukan dengan cara seperti itu.Malam itu, mereka makan dalam diam hingga di dalam perjalanan pulang. Aldo juga bertanya secara detail siapa Yoga dan Adam. Alena berusaha menyampaikan dengan perlahan agar laki-laki itu tak salah paham.Awalnya Aldo terlihat bisa menerima. Namun, k
Suara riuh para peserta menggema di sekitaran pool. Hari ini, sebagian akses hotel ditutup untuk tamu yang lain karena perusahaan akan menjamu semua karyawan.Acara pembukaan sudah dimulai kemarin dengan training yang berjalan seharian penuh. Hari kedua ini akan dilanjutkan dengan kegiatan di kolam renang. Tempat itu penuh sesak, karena panitia menyusun beberapa perlombaan yang melibatkan semua karyawan.Di sinilah Adam berperan utama bersama timnya untuk mengatur apa saja jenis perlombaan dan juga hadiahnya. Dari pihak hotel membantu menyediakan fasilitas alat pendukung."Seru ya acaranya." Alena ikut berteriak dan bersorak saat ada yang peserta terjatuh ke kolam renang."Iya, seru banget. Tahun lalu kan outbond-nya di jembatan gantung," jawab temannya.Mereka ikut hanyut dengan suasana. Mata Alena fokus pada lomba yang sedang berlangsung. Memang kali ini, semua kegiatan selama tiga hari akan berpusat di hotel saja. Nanti di hari sabt
Hari ketiga gathering sama seperti sebelumnya. Ada satu tempat outdoor di hotel ini yang cukup luas untuk outbond, tapi terbatas dan tidak bisa menampung semua. Sehingga kegiatan yang diadakan mirip seperti acara peringatan tujuh belasan, misalnya lomba makan kerupuk, tarik tambang, dan lomba balap karung.Tim hotel yang cukup kreatif, ditambah tim dari pihak perusahaan, membuat acara ini menjadi seru, menegangkan dan penuh dengan teriakan kegembiraan. Tidak semua peserta gathering ikut perlombaan, kebanyakan dari mereka hanya menonton sambil menikmati snack yang disajikan di sebuah booth di pinggir lokasi.Tiga hari ini memang diisi dengan kegiatan refreshing bagi karyawan setelah setahun mereka bekerja keras untuk perusahaan."Pak Adam! Pak Adam!"Teriakan itu membuat Adam terpaksa ikut ambil bagian karena beberapa orang menunjuknya menjadi peserta lomba, setelah aksi heroiknya menolong Alena kemarin di kolam renang. Jadi dia memilih salah