Dahi Alena berkerut saat melihat ada sebuah undangan di meja kerjanya.
"Apaan, nih?" Dia bertanya kepada salah satu teman kerja yang duduk di sebelah.
"Undangan Pak Adam sama Mbak Cintia," jawab temannya itu.
"Nikahan?" tanya Alena lagi.
"Bukan. Tunangan."
"Bukannya sudah?"
"Dulu cuma pertemuan keluarga. Kayaknya yang sekarang mau go public."
Alena membuka bungkusnya. Seketika bau harum tercium. Undangan dengan design mewah begini pastilah mahal. Terang saja, calon istri baru Adam bukan orang sembarangan. Catat ya, anak direktur perusahaan.
Mata cantik itu menelusuri setiap kata yang tertulis, rangkaian huruf yang indah, juga terselip sebuah doa. Tak lupa foto dua orang yang sedang tertawa bahagia.
Ah, dia jadi teringat dengan pernikahan mereka dulu. Sama seperti ini, dimana mereka begitu bahagia dan mempersiapkannya secara matang.
"Nanti kamu pergi sama siapa?" tanya Alena.
"Belum tau. Apa kita bareng aja? Aku agak kurang pede gitu. Pesta orang kaya," jawab temannya.
Wanita itu menimbang beberapa saat, kemudian berkata, "Boleh juga. Nanti aku jemput kamu, ya. Dandan yang cantik. By the way ini juga masih ada waktu beberapa hari lagi. Jadi masih sempat cari dress buat dipakai nanti."
Alena sudah bertekad akan tampil semaksimal mungkin. Sebagai mantan istri Adam, dia tidak akan berpenampilan sembarangan.
"Wajib gitu beli gaun baru?"
"Iya, dong. Namanya undangan anak bos pasti yang datang orang-orang penting. Mana tau ada cowok ganteng plus tajir, terus jadi jodoh kita. Ya, gak?"
Dua wanita itu tergelak lalu melanjutkan perkerjaan. Alena kembali fokus pada data-data yang harus di-input dengan program khusus.
Selama satu bulan ini, pekerjaannya lancar dengan hasil yang cukup memuaskan. Wanita itu memang cerdas dan bertanggung jawab. Itulah salah satu kelebihannya di antara banyak kekurangan.
Jam di ruangan itu berdentang satu kali. Ini waktunya makan siang. Sepertinya hari ini Alena akan makan di luar. Dia bosan dengan menu yang sama di cafetaria.
Wanita itu melirik jam tangan. Jika dihitung, waktunya tidak akan cukup. Jadi kemungkinan dia akan telat kembali ke kantor. Namun, Alena tak peduli. Sekalipun akan mendapat peringatan karena terlambat nanti, dia tetap akan makan di luar. Kasihan lidahnya jika setiap hari hanya makan menu yang itu-itu saja.
"Sudah terima undangan?"
Alena menoleh dan mendapati Adam berdiri di sampingnya saat sedang menunggu antrean lift.
"Sudah, Pak. Selamat, ya."
"Thanks, Len. Aku masih gak nyangka kalau mau tunangan sama Cintia," kata Adam sembringah.
"Curhat, Pak?"
"Hanya sedikit bercerita."
"Syukurlah, namanya jodoh pasti sesuai dengan diri kita," kata Alena bijak.
"Iya. Sayang jodoh yang sebelumnya gak sesuai sama aku. Padahal dulu sayang banget," kata Adam dengan santai. Mata lelaki itu bahkan tak menatap wajah mantan istrinya, malah berpura-pura melihat angka di lift.
Alena berlaku sama, berpura-pura tak mendengar apa yang diucapkan laki-laki itu. Jika memang Adam sudah move on dan mendapatkan penggantinya, mengapa masih suka mengungkit masa lalu mereka setiap kali bertemu.
Dia malah jadi curiga, kenapa setiap saat mereka selalu bertemu. Apa Adam diam-diam menguntit?
"Lantai berapa?" tanya Adam saat mereka berdua sudah berada di dalam lift.
"Basement," jawabnya.
"Gak ke atas makan siang?"
"Bosan. Mau cari menu lain hari ini."
"Mau makan apa memangnya? Bakmi?" Adam menyebut sebuah restoran bakmi terkenal di ibukota ini. Dulu mereka sering makan disitu jika sedang jalan-jalan.
"Kok tau?" tanya Alena heran.
"Kan kamu suka banget," kata Adam dengan percaya diri.
"Masih ingat rupanya."
"Semua tentang kamu aku masih ingat dengan jelas." Adam membuang pandangan ke samping karena tersadar bahwa dia sudah kelepasan bicara.
Sementara itu, Alena hanya mengulum senyum melihat mantan suaminya yang menjadi salah tingkah.
"Di dekat sini ada aku lihat cabangnya. Jadi mau coba," kata Alena mengalihkan pembicaraan.
"Gak keburu waktu, Len. Nanti bisa telat."
"Ya gak apa-apa sih kalau dapat teguran. Gak lolos pribation juga gak masalah." Matanya menantang, ingin melihat bagaimana reaksi Adam.
Laki-laki itu tertawa sinis. Dia mengalah kali ini, demi bisa bersama dengan sang mantan. Mereka hanya berdua di lift dan suasana menjadi kaku karena ucapan Alena tadi.
"Kalau gitu bareng. Aku mau makan juga," katanya.
"Kamu ini, sudah punya tunangan masih makan siang sama orang lain," sindir Alena.
"Anggap saja kita temanan, gitu. Kayak dulu waktu ketemu pas OSPEK."
Kata-kata Adam tadi mengungkit kenangan lama. Alena mengabaikannya. Ketika pintu lift terbuka dia segera keluar.
"Mobil kamu atau mobil aku?" tanya Adam.
"Mobil aku aja."
"Kamu yang nyetir?"
"Siapa takut!" kata Alena dengan percaya diri. Lalu dia menyalakan mesin dan melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang.
"Bentar lagi bakalan ada gosip di kantor. Manager personalia dan karyawan baru semobil waktu makan siang," kata wanita itu sambil menyetir.
"Kalau ada yang berani ngomong macam-macam nanti aku SP," kata laki-laki itu jumawa.
"Mentang-mentang punya jabatan."
"Iya, dong. Jabatan harus digunakan untuk kebaikan dan kepentingan bersama. Lagian, gak mudah buat aku ngedapetinnya," kata Adam sambil melirik wajah cantik di sampingnya.
"Salah satunya dengan mengencani anak dirut?"
"Ya bisa dibilang begitu. Tapi aku juga tunjukin performance, biar gak mau-maluin. Paling gak secara materi, aku udah lebih mapan sekarang. Jadi gak bakal diremehkan sama istri kayak dulu," kata laki-laki itu tenang.
Dia tak bermaksud menyindir Alena, namun wanita itu langsung tersinggung mendengar ucapannya. Setelah ucapan tadi, sepanjang perjalanan mereka hanya diam. Tiba di tujuan, Alena langsung mengambil tempat duduk di sudut.
"Kamu mau apa? Bakmi spesial pangsit goreng?"
Alena mengangguk.
"Minumnya?"
"Es leci tambah air mineral."
Laki-laki itu mengantre di kasir. Jam makan siang begini, restoran ini sudah pasti full. Dia sendiri bertaruh akan kedisplinannya kalau sudah begini. Adam yang tegas menerapkan peraturan, kini harus melanggarnya. Tapi dia kan manager, bisa saja nanti beralibi ada pertemuan dengan klien. Gampang!
Setelah menyebutkan pesanan, dia kembali menuju meja dimana Alena duduk dengan santai sambil bermain ponsel. Mantan istrinya itu terlihat menawan. Adam bahkan menelan ludah ketika melihat gesture tubuh Alena saat menggeser posisi duduk.
"Udah?" tanya Alena.
"Udah. Tunggu aja bentar lagi pesenan kamu datang," katanya.
Tak berapa lama, dua porsi bakmi spesial muncul di hadapan mereka. Alena terkejut karena Adam memesan menu yang sama seperti dulu. Bakmi goreng pangsit rebus.
Gara-gara perbedaan ini, dulu mereka sering berargumen. Baginya pangsit itu lebih enak digoreng dari pada direbus. Bagi Adam sebaliknya. Sikap mereka persis seperti orang-orang yang meributkan enaknya bubur diaduk dan tidak diaduk.
"Kamu harus datang ya, Len. Nanti aku kenalin sama Cintia. Dia itu baik, lembut, cantik. Ah, pokok semua ada. Lengkap satu paket." Adam berkata sambil membayangkan kekasihnya.
Alena menganguk dan tersenyum masam. Sepanjang makan, laki-laki itu terus saja menceritakan kebaikan hati calon istrinya juga kemesraan mereka.
Dia lupa, tadi kan mereka sudah sepakat akan berteman lagi. Tapi, kata-kata pujian Adam itu malah membuatnya tak berselera makan. Bukannya cemburu tapi eneg dan sedikit panas.
Eh, tapi kalau hati panas mendengar mantan membanggakan kekasih barunya itu bukannya sedang cemburu ya, Len?
Cintia memasuki kantor dengan santai. Sebagai salah satu pemegang saham, kini dia mendapatkan hak untuk mengunjungi perusahaan saat meeting tertentu. Dia juga diberikan ruangan tersendiri karena status sebagai anak direktur utama."Pagi Pak Dirut," sapanya saat memasuki ruangan papanya. Gadis itu langsung duduk di sofa sembari mengambil air mineral yang terletak di meja."Kamu gak kerja?""Lagi off pemotretan. Aku pengen lihat-lihat suasana kantor," jawabnya."Udah gak ada Adam lagi di sini. Apa yang mau kamu lihat? Biasanya kamu datang kan cuma buat ngelepas kangen sama dia," kata papanya. Laki-laki itu meletakkan mouse dan duduk di samping putrinya."Aku gak cari dia kok, Pa. Kan aku sendiri yang mau dia keluar dari kantor ini," jelas Cintia santai."Tapi papa tau hati kamu juga gak tega. Kamu benci tapi masih cinta."Cintia tersentak dengan wajah merona. Apa yang diucapkan papanya langsung mengena ke dalam h
"Assalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh."Suara MC terdengar menggema memandu acara. Hari ini seluruh keluarga berkumpul di kediaman orang tua Alena untuk menghadiri acara aqiqah putra mereka."Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah S.W.T atas berkah, rahmat dan karunia-Nya, maka hari ini kita dapat menghadiri acara aqiqah adik Aksa Adyatama bin Adam Al-Kautsar. Untuk itu marilah kita ...."Semua orang begitu khidmat mengikuti setiap rangkaian acara, mulai dari pembacaan ayat suci Al Qur'an, sambutan tuan rumah, pencukuran rambut serta doa penutup.Setelah semua selesai, tamu-tamu yang lain mulai berdatangan dan mencicipi hidangan. Adam memotong dua ekor kambing untuk putranya di usia ke dua puluh hari, juga mengundang hampir semua kenalan. Mereka ingin berbagi kebahagiaan dan memperkenalkan sang buah hati.Alena sendiri sejak siang
Cafe ramai hari ini. Adam sampai kewalahan melayani pembeli. Antrean cukup panjang terutama untuk pembelian via online. Menu angkringan menjadi best seller selama beberapa bulan terakhir, padahal resepnya sederhana dengan bumbu racikan sang mama.Alena tidak turun sejak pagi, hanya berbaring di lantai atas. Perutnya sudah semakin membesar dan tak sanggup banyak beraktivitas. Tadi saja saat menaiki tangga kakinya terasa nyeri.Adam sudah meminta Alena untuk pulang ke rumah orang tua tetapi wanita itu menolak. Dia ingin mendampingi sang suami bekerja sekalipun tak bisa membantu apa-apa. Usia kandungan wanita itu sudah memasuki 36 minggu. Itu berarti tinggal menghitung hari menunggu si mungil di dalam perut dilahirkan.Alena dan Adam sudah mempersiapkan persalinan nanti, mulai dari biaya rumah sakit dan dokter, juga perlengkapan bayi. Pada bulan ke enam, jenis kelamin putra mereka sudah terlihat sehingga kedua mama sibuk mencarikan nama."Pak. Bahan untuk
Sebuah mobil box berwarna putih berhenti di depan ruko berukuran minimalis dengan membawa beberapa barang. Dibantu oleh seorang asisten, supir menurunkan isinya dengan hati-hati.Adam segera membuka pintu ruko dan ikut membantu menyusun letak beberapa barang. Sementara itu, Alena duduk di kursi sembari memperhatikan aktivitas itu dan mengusap perutnya yang semakin membuncit.Empat bulan setelah mengundurkan diri, Adam dan Alena sepakat untuk membuka sebuah cafe di salah satu ruas jalan besar. Pertimbangan itu diambil karena bisnis kuliner cukup menjanjikan dengan perputaran uang yang lebih cepat.Adam sudah mengajukan lamaran pekerjaan di beberapa perusahaan dan melakukan interview. Namun, hingga kini memang belum ada satupun yang cocok, sehingga dia memilih untuk berwira usaha."Konsepnya ini maunya gimana?" tanya Alena saat melihat beberapa kursi kayu mulai diangkut ke dalam."Ada yang lesehan dengan target pasaran mahasiswa dan
Suasana di kantor hari itu begitu sepi dan tak sama seperti biasanya. Bisik-bisik mulai terdengar mengenai audit yang dilakukan oleh para pemegang saham secara diam-diam dan melibatkan beberapa petinggi perusahaan.Semua orang menjadi ketakutan kedoknya akan terbongkar. Apalagi Adam yang notabene kesayangan direktur utama bisa terkena kasus dan akan segera diproses.Kabar yang beredar bahwa ada yang sengaja mengincar posisi empuk manager personalia sehingga menggunakan segala cara untuk menggeser laki-laki itu.Adam sendiri dengan begitu santainya memasuki ruangan dan menyapa para karyawan seperti biasa. Namun, dia meminta sekretaris untuk mengadakan rapat internal satu jam ke depan. Laki-laki itu ingin berpamitan dan meminta maaf secara langsung kepada bawahannya jika selama bekerja sama, sikapnya menimbulkan rasa tak nyaman."Permisi, Pak," ucap si sekretaris mengetuk pintu ruangannya sebepum masuk."Ya, masuk," jawab Adam tena
Bunyi mesin kendaraan yang memasuki pekarangan rumah, membuat Alena bersemangat dan segera berjalan keluar untuk menemui sang suami. Dia hafal dengan segala sesuatu tetang Adam, bahkan suara mobilnya juga."Tumben cepat banget datangnya, Mas," sambutnya di depan bahkan sebelum laki-laki itu mengetuk pintu.Biasanya Adam akan berkunjung di Jumat malam dan menginap hingga hari Minggu. Rasanya ada yang beda ketika sore hari begini suaminya sudah tiba."Sayang." Adam mencium dahi Alena dengan mesra sembari menggandeng tangan istrinya masuk ke rumah."Mas besok libur, kan? Jadi nginap di sini aja," ucapnya lemah sembari bergelayut manja di lengan laki-laki itu."Iya, besok libur. Tapi mas gak nginap di sini, Sayang," bisik Adam manja.Mereka berdua menapaki anak tangga menuju ke lantai dua, tempat di mana kamar Alena berada."Kenapa? Mas gak kangen aku?" Alena membuka lemari dan menganbilkan baju ganti untuk Ad