Share

Chapter II : Perjalanan Singkat

Valencia, Rose, Veronica, Grace, Amanda dan Calista tampak berbaring diatas kasur berukuran king size milik Lea. Memang hari itu adalah hari yang melelahkan bagi mereka, terutama bagi Lea. Tapi, kesetiaan teman-teman Lea membuat lelah itu terbagi menjadj potongan-potongan kenangan yang tak akan terlupakan.

Tak berselang setelah Lea ikut rebahan bersama teman-temannya, pintu kamar terketuk.

Knock knock

Suara itu terdengar tiga kali, lalu Lea berjalan kearah pintu dan membukanya. Mata gadis itu sedikit terbelalak melihat luasnya kamar milik Lea. Dia lupa dengan apa yang ingin dia sampaikan.

“ Nana!” tegur Lea yang melamun.

Nana kembali dalam kesadarannya, Lea berfikir bahwa Nana melamun karena dia tidak menyangka kalau Lea mrmbawa teman sebanyak itu. Padahal Nana hanya terkejut melihat kamar yang luas seperti ukuran rumah kontrak mereka sebelum tinggal di rumah Lea.

“ Oh maaf. Apa anda ingin segera pergi?” balas Nana mengalihkan.

Lea hanya mengangguk dan kembali menutup pintu dengan lembut, dia membiarkan Nana yang perlahan menatap kosong mrnghadap pintu yang perlahan menutup kamar luas milik Lea.

Sekitar semenit dia menunggu Lea didepan pintu kamar Lea, hingga dia mendengar suara gagang pintu yang berdecit.

“ Ayo!” tegas Lea.

Dia berjalan tanpa memandang Nana yang berada dihadapannya. Lea bertanya tentang Bu Joko, ibu Nana. Mendengarnya, Nana sedikit heran. Dia tidak mengerti apa tujuan Lea menanyakan hal tersebut. Lea berjalan dengan diikuti Nana menuju keruang tengah, disana terlihat bu Joko sedang mengajari anaknya yang bernama Dian. Dian adalah seorang gadis berusia Lima tahun yang tak kenal takut.

Lea menghampiri Bu Joko dan meminta izin untuk membawa anaknya keluar sebentar, tak lupa pula Lea pamit kepada Pak Joko.

Jika boleh jujur, sebenarnya Nana masih sangat angkuh dengan Lea. Dia masih menunjukkan ekspresi tidak terima dengan apa yang dilihatnya saat ini. Namun, dia masih menjaga pesan ayahnya.

Sebelum keluarga Pak Joko ikut tinggal dirumah Lea, Pak Joko memberi pesan kepada keluarganya untuk selalu bersikap baik sekaligus menghargai Lea dan meng’iya’kan seluruh perkataan Lea, meski yang diucapkan Lea adalah sesuatu yang tidak dipahami. Ya, Nana memang wanita yang sadis, tapi dia selalu menuruti dan tidak pernah melawan orang tuanya.

“ Pak, saya izin membawa Nana” sahut Lea.

Pak Joko mengangguk sembari memberikan kunci mobil kepada Nana, kini Nana dan Lea memasuki mobil. Teman-teman Lea tetap berada dikamar dan hanya memberi kabar melalui ponsel.

Woosh

Mobil melaju di atas aspal yang panas terkena pancaran surya.

“ Nyonya! Kita akan kemana?” tanya Nana yang tidak mengetahui tujuan sebenarnya.

“ Komplek Minna. Kita akan kerumah lamaku disana. Dan, cukup panggil namaku saja. Kita seumuran.” Sahut Lea,

Dia membalas sembari sibuk menggulir layar pobselnya dan mencari sesuatu. Ya, saat ini dia sedang berseluncur di berbagai media dengan satu alasan.

Mencari tahu keadaan rumah lamanya.

‘ Bangunan rumah keluarga Chambellia, yang terletak dikomplek Minna tidak jadi dibangun ulang setelah tragedi yang menimpanya atas arahan Tuan Rebin. Bangunan yang telah membusuk lebih dari sepuluh tahun itu, kini hanya akan menjadi monumen bersejarah keluarga Chambellia lainnya dan akan terus menjadi simbol keagungan komplek Minna atas tragedi yang menggemparkan kurang lebih Lima belas tahun lalu.’

Lea hanya tersenyum membaca artikel singkat tersebut. Dia seperti paham dengan maksud Rebin yang melakukan hal tersebut.

“ Nana, anggap saja aku temanmu. Jadi, jangan terlalu kaku. Okey.” Tegur Lea. Ya, ekspresi Nana sangat datar dan membosankan. Lea menegurnya agar Nana bisa leluasa berbincang dengan dirinya.

“ Ya, untuk apa kita kerumah lamamu?” balas Nana, kini dia sudah tidak harus menipu dirinya lagi. Dia berbicara santai tanpa memperdulikan tingkatan mereka.

“ Kita akan mencari tahu Lea Chambellia sebenarnya!” ucap Lea sembari tersenyum.

Nana bergidik ngeri dengan ucapan Lea dan senyum menakutkannya. Dia mulai berfikir tidak normal tentang Lea.

“ Lea, maafkan aku. Tolong. Tolong aku. Aku memang salah tapi aku benar-benar tidak berniat untuk mengungkap jati dirimu tadi pagi melainkan hawa nafsu dan kebencianku terhadap pembunuh. Please! Maafin aku.” Pinta Nana memohon.

Kata-kata Lea sebelumnya membuat mental Nana tersentak, dia merasa ini adalah jebakan dari Lea. Dan maksud ucapan Lea yang ingin menunjukkan dirinya adalah dengan membunuh dirinya, dengan itu maka Lea telah menunjukkan jati diri aslinya sebagai pembunuh.

“ Apa maksudmu! Aku sudah memaafkanmu. Aku sudah biasa dibulli seperti itu saat dipenjara, jadi itu tidak membuatku dendam padamu sedikitpun.”

“ Hah, kau mengingatkanku dipenjara. Aku ingat sekali saat aku menarik kuku-kuku mereka dengan menggunakan tang agar mereka tidak membulliku lagi.” Balas Lea, kali ini dia mulai paham rasa ngeri yang dirasakan Nana dan mencoba mengerjainya.

“ Aku tidak ingin mati Lea. Jangan bunuh aku!” konsentrasi Nana mulai buyar, mobil melaju dengan tidak teratur dijalanan.

“ Hey! Hey!. Hentikan, baiklah aku tidak akan membunuhmu. Tolong kendarain mobilnya dengan baik. Kau mau buat kita dua mati! Aku tadi hanya bercanda dan tujuanku hanya mencari petunjuk agar dapat menemukan pembunuh yang sebenarnya.” Lea berkata dengan cepat. Hatinya berdegup kencang melihat Nana yang hilang kontrol saat mengendari mobil.

“ Sungguh?” balas Nana.

Hatinya lega, Lea mengangguk dan sedikit kesal. Mereka mulai memasuki gapura komplek Elite Minna, dimana hanya beberapa orang yang memiliki izin dan kartu izin masuk saja yang boleh memasukinya.

“ Tolong berhenti!” sahut penjaga komplek tersebut. Lea mengeluarkan pass card miliknya dan menyuruh Nana untuk menunjukkan pass card tersebut kepada penjaga komplek Minna.

“ Gila! Lea. Ini baru pertama kali aku masuk kekomplek elite Minna.” Jerit Nana kegirangan saat melihat bangunan-bangunan yang terbangun didalam komplek itu. Suasananya benar-benar tenang dan senyap. Tempat yang tepat untuk membunuh Nana.

“ Nana, kita belok kiri. Diujung adalah rumahku.” Perintah Lea.

Kini mereka berhenti tepat didepan sebuah bangunan besar yang banyak ditumbuhi oleh ilalang dan rumput liar, bangunan itu masih terlihat bekas gosong dibeberapa titik. Tapi, sedikitpun dindingnya tidak ada yang runtuh.

Api dimasa lalu hanya melahap segala sesuatu yang mudah terbakar saja, dan hanya bagian dapur yang mengalami ledakan gas, sehingga bagian belakang rumah saja yang sedikit runtuh. Nana dengan merasa jijiknya harus ikut melewati ilalang yang tinggi itu menuju kepintu depan rumah keluarga Chambellia.

Suasana hening dan horor, Nana masih sedikit takut dengan Lea. Dia berfikiran buruk tentangnya,

“ Cih, bagaimana jika dia tiba-tiba menusukku dari belakang. Apa aku bisa mempercayai pembunuh.?” Besit Nana dalam dada.

Shrek,

Setiap bunyi ilalang yang menghampiri, dengan sigap Nana menoleh kearah Lea. Lea mulai berjalan masuk kedalam rumah tua yang dulunya dia tinggalli. Sekitar setengah jam dia berlutar-putar, dia masih belum menemukan apapun. Nana juga begitu, fokusnya hanya kepada Lea saja selama satu jam. Dia sangat takut jika Lea benar-benar membunuhnya.

“ Lea!” jerit Nana.

Lea dengan cepat berlari mrnghampiri Nana, dia tidak tahu apa yang telah Nana temukan. Namun, itu membuat Lea semakin penasaran.

Sebuah lengan boneka yang mencuat dari balik reruntuhan memberi pesan kedalam kepala Nana bahwa ini mungkin akan menjadi bukti bagi Lea, itu sebabnya dia menjerit.

Lea yang mendekat dan melihatnya mulai sedikit tertegun,

“ Bagus Nana!” tegas Lea.

Dia tampak senang dengan apa yang ditemukan Nana. Lea mengingat kembali masa lalunya, dimana dia melihat bayang gadis yang memegang boneka beruang ditangan kanannya dan pisau ditangan kirinya.

“ Bantu aku!” pinta Lea,

Lea mengangjat bongkahan batu yang menjepit boneka tersebut, dia dibantu Nana.

Fuuuh

“ Pisau!” jerit Nana kembali.

Persis tepat disamping boneka yang tertindih itu, ada sebuah pisau yang terlihat masih tajam matanya. Dan darah yang menempel telah menjadi karat yang membekas. Tubuh boneka itu juga dicabik dengan cabikan pisau membentuk sebuah kata. Boneka itu berukuran sekitar lima puluh sentimeter.

“ LLEVAÑA”

Itu kata yang tertulis di atas tubuh boneka itu usang yang sebagian terbakar itu.

“ Llevaña. Apa mungkin ini nama orang?” tanya Nana dengan asumsi miliknya.

Lea hanya terdiam dan merenung, kenangan buruk menghantui dirinya kembali. Rasa takut mulai menyelimutinya, seluruh perasaannya bercampur bersamaan rasa bersalah. Ingin rasanya dia loncat dari gedung yang tinggi, jika dia mengingat masa-masa kelam itu.

Air matanya mulai menetes diatas tubuh boneka yang dia genggam. Dia perlahan menundukkan wajah untuk menyembunyikan tangisannya dihadapan Nana, Isak dan nafasnya perlahan mulai terdengar oleh Nana.

“ Lea?” panggil Nana dengan lembut. Dia menyentuh bahu Lea,

“ Bahunya! Kenapa seperti aku memegang batang pohon. Apa dia bukan manusia!” besit Nana.

Dia benar-benar tidak tahu tentang siapa sebenarnya Lea Chambellia. Nana mulai memutarkan badan Lea dan melihat Lea yang masih menangis.

“ Maaf, gara-garaku kamu mengingat sesuatu.” Lirih Nana.

“ Huaaaaaaahhhhhh. A-a-aku bu-kan Pembu-nuh. Aku bukan pembunuh. Aku bukan pembunuh. Aku tidak membunuh mereka! Jangan tangkap aku!” jerit Lea sembrono.

“ Hei hei, ini aku Nana, tenanglah Lea. Ayo kita pulang.” Ucap Nana menenangkan.

Nana menggiring Lea yang tiba-tiba menangis menuju kearah mobil. Dia membukakan pintu mobil, lalu membiarkan Lea masuk kedalamnya.

“ Sebentar.” Sahut Nana.

Nana kembali kedalam rumah untuk mengambi pisau yang tertinggal sebagai barang bukti.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status