Share

Bab 2#Pertemuan

Bab 2

"Udah siap semuanya?" tanya Rakha yang membuka pembicaraan dengan dingin.

"Udah, Bos. Yok, berangkatt," sorak Azka kegirangan lalu mengangkat jaket yang berada di sampingnya dan meletakannya di atas bahunya itu.

Merekapun hendak berangkat. Tapi ... Rakha menyadari bahwa anggotanya ada yang jarang kelihatan selama ini. Rakha yang kebinggunganpun langsung menanyakanya kepada salah satu anggotanya.

"Ehh, si Reza kemana? Kok gue jarang liat dia lagi?" tutur Rakha kepada pemuda yang berada di tengah kerumunan anggota Warlocks.

"Reza sama Gue 2 hari yang lalu diserang sama anak Altos. Dan sekarang dia lagi di rumah sakit, tapi keadaanya udah membaik," tegasnya lalu tertunduk dengan wajah kemerahan setelah berbicara dengan Rakha karena tak berani menatap wajah dingin Rakha itu.

"Kok gue ngak tau? Lo kenapa ngak bilangg!" cetus Rakha yang kelihatanya marah karena ia tidak di beritahukan soal ini.

"Sory, Bos. Dia minta gue buat ngak bilang sama lo." Pemuda itu tampak tak berani menatap mata berwarna kecoklatan milik Rakha itu.

"Lain kali. Kalau kalian ada masalah, bilang! Jangan hadepin sendiri. Kalau kek gini, mau gimana lagi coba," tutur Rakha lalu menghela nafas panjang dan mencoba untuk sabar.

"Ka. Udah, jangan marahin dia lagi. Mungkin maksudnya baik, ngak mau ngegangu lo." Usaha Driano untuk menenangkan Rakha yang sebelumnya sudah tempramen, namun sekarang sudah tidak lagi.

"Huhh, yaudah! Kalau keadaan si Reza udah membaik. Tapi kalau besok-besok lo di serang lagi, kasi tau kita man. Kita anggap lo, Reza, dan yang lain kayak saudara," ucap Rakha yang tersenyum manis dengan lesung pipi di sebelah kiri, lalu menepuk bahu kanan pemuda tersebut. Dan disusul dengan Driano yang menepuk bahu sebelah kiri pemuda tersebut.

"Jadi, kita pergi ngak nih?" tanya Azka yang berjalan menuju Rakha dan Driano.

"Ngak usah lah. Kasian si Reza, masa dia ngak ikut! Dia juga anggota kita kan. Kita jenguk si Reza aja." Rakha mengajak kepada semuanya, yang seketika wajah semua orang terlihat lesu. Mungkin karena tidak jadi pergi dan di traktir Rakha.

Tring ... tring ... tring ....

Suara ponsel pemuda itupun berbunyi. Saat ia hendak mengeluarkanya dan mengecek siapa yang menelfonya, di layar ponselnyapun tertulis nama 'Reza'.

"Siapa?" tanya Rakha yang penasaran dan melirik ke ponsel milik pemuda tersebut.

"Si Reza, Bos," tuturnya yang sudah mulai berani menatap wajah dingin Rakha itu.

"Lo angkat," ujar Rakha dengan mengangukan kepalanya.

"Halo, Za. Gimana kabar lo? Udah sehat kan?" tanyanya yang tampak cemas.

"Ooo, oke. Nanti gue bilang sama Rakha." Pemuda itu menyebut nama Rakha, seketika Rakhapun terkejut saat namanya di panggil dan mengerutkan keningnya sedikit.

Tit... telepon itupun mati dan pemuda itupun memasukan kembali ponselnya kedalam saku jaketnya itu.

"Reza ngomong apa? Kok kalian nyebut nama gue?" tanya Rakha penasaran lalu mendekatkan wajahnya agar lebih dekat dengan pemuda itu.

"Tadi Reza bilang keadaanya udah baik, dan dia udah pulang, tapi dia masi dalam tahap pemulihan. Dan dia juga denger dari anak-anak kalau Warlocks akan mengadakan pertemuan di cafe. Dan dia bilang kalau kita mau jalan gpp dia udah fine, itu katanya. Gue di suruh nyampein ini ke lo," ucapnya dengan mencoba tetap santai walaupun wajah dingin itu berada tepat di hadapanya.

"Ooo. Yaudah, kalau Reza udah bilang gitu, ok kita lanjutin jalan." Rakha menegaskan perkataanya kepada semua. Yang tadi wajahnya lesu kembali segar lagi seperti tanaman yang baru di siram air.

"Mwehehe, gini dong. Kan gue jadi semangat."  Azka, pria 16 tahun itu tampak kegirangan menunjukan raut wajah bahagia sambil memukul pelan bahu Rakha.

"Semangat apaan lo?" potong Agil yang tiba-tiba datang dan memegang kepala Azka.

"Semangat buat di traktir Rakha," balas Azka yang cengingiran.

"Yaelah. Bener-bener lo suka banget kalau di traktir." Agil kembali memukul pelan kepala Azka   yang kemudian membuat mulut pria itu menjorok ke depan alias memonyongkanya.

"Alahh siaa boyy. Lo ngak usah drama, padahal lo iya juga kan," ucap Azka yang sedikit menaikan kepalanya dan menginjit karena Agil lebih tinggi darinya.

"Udah-udah lo ngak usah ribut! Nanti lo boleh pesen sepuasnya!" kata Rakha yang membuat Azka senang hingga mengapit wajah Rakha dengan kedua tanganya.

"Ihhh, lo apaansi. Lepasin gak!" gertak Rakha yang membuat nyali pemuda 16 tahun itu ciut, lalu melepaskan tanganya dari wajah tampan Rakha itu.

"Yaudah, kita jalan sekarang aja," kata Riki yang berdiri lalu menghampiri Rakha, Azka, dan Agil.

"Oke. Warlocks siap? Kita jalan sekarang." Nada keras keluar dari mulut Rakha yang seakan membakar semangat pemuda-pemuda yang berada di basecamp itu.

"Siapp," sorak mereka semua dengan suara nyaring.

Warlockspun langsung pergi menuju cefe yang di rekomendasikan oleh, Azka. Mereka seperti pangeran-pangeran yang turun kejalan. Mengendarai motor sport masing-masing di tambah dengan outfit layaknya modelist dengan jaket warlocks yang menambah kesan kejantanannya. Sesekali cewe-cewe yang berada di pinggir jalan, melirik ke pemuda yang berada paling depan, siapa lagi kalau bukan Rakha. Cewe-cewe itu tampak seperti melihat malaikat tampan yang berwujud manusia. Tetapi, Rakha yang mengetahui itu, ia tak terlalu menggapinya ia tetap fokus ke depan.

Sesampainya mereka di depan cafe. Mereka melihat deretan motor sport yang berstiker serigala yang menandakan motor geng Altos. dan merekapun ingat kejadian yang di alami Reza. Seketika mereka menunjukan wajah marah. Langsung saja mereka semua hendak masuk kedalam dengan perasaan marah. Tapi ... Rakha menghentikan mereka lalu sedikit memberikan arahan kepada mereka.

"Tunggu! Kita semua tau itu motor anak Altos. Gue minta sama kalian jangan gegabah dan emosian. Ingat motto geng kita Don't attack girls, don't accuse without proof, don't attack first for no." Suara Rakha dengan tegas memperingati semuanya dengan tangan yang masih terentang menghadang.

Agil dan Riki tampak memasang wajah kesal. Ia tampak sesekali menarik nafas panjang. Yang kemudian emosi mereka masing-masing di tahan oleh Rakha dan Driano.

"Gill, hue minta sama lo jangan gegabah di dalam, ya. Ok!" tegas Rakha memperingati Agil yang suka gegabah.

"Kii, lo jangan langsung marah dulu. Ok!" ujar Driano sambil mengelus-elus punggung pemuda 16 tahun itu.

"Ehh, gue ke toilet dulu, ya," tutur Fasha yang terlihat memberes-bereskan barangnya yang berada di atas meja.

"Lo mau ngapain, Far?" tanya Reisa yang memegang tangan Fasha dan mendongakan kepalanya kepada Fasha yang telah berdiri.

"Make-up gue luntur. Gue mau rapiin dulu. Gue juga kebelet! Kenapa lo tanya? Lo mau ikut gue ke toilet?" Fasha mengajak Reisa yang sedang asik bermain ponsel sambil menikmati dessert coklat dan minuman coklat. Karena coklat adalah favorit Reisa.

"Ohh, ngak gue nanya doang. Gue ngak mau ikut, yaudah sana! Lo pergi," cetus Reisa kemudian mengacuhkan kembali Fasha. Lalu Fasha yang melihat Reisa yang sudah tak peduli, ia langsung saja pergi ke toilet dengan membawa tasnya, lalu menanyakan kepada pegawai di sana toilet sebelah mana.

"Babyy ... kamu cobain deh ini, enak banget tau!" ucap Zaskia yang langsung menyodorkan sepotong kue ke depan mulut Keivan.

Keivan yang baru sadar, iapun membuka mulutnya tanpa aba-aba. Langsung saja sepotong kue mendarat dalam mulut Keivan.

"Enak-kan?" tanya Zaskia dengan senyuman manis.

"Iya ... manis kayak kamu lagi senyum," tutur Keivan lalu membelai rambut Zaskia.

"Aaa ... kamu bisa aja deh." Zaskia sepertinya tersipu malu dengan perkataan lelaki itu.

Kini geng Warlocks telah memasuki cafe. Benar saja, mereka melihat geng Altos sedang kumpul dengan cewenya masing-masing. Keivan yang menyadari kedatangan Warlocks seketika ia kaget, matanya membulat ketika melihat Rakha berda di barisan paling depan dengan wajah datar. 

"Sayang ... kamu kenapa si? Kok kayak orang ngelihat hantu gitu?" tanya Zaskia yang kebingungan dengan sikap mendadak kekasihnya itu.

"I-ttu, ann-ak Warlocks," ujarnya dengan gugup dan terbata-bata. 

Lalu, Zaskiapun melihat ke arah pintu, dan benar ia melihat anak Warlocks berkumpul di depan.

"Anjirr, anak warlocks! Gimana nih?" tanya Rafif kepada Keivan dan Farel.

"Apa yang kalian takutin? Kita ngada salah apa-apa kan? Yaudah santai aja kali." Suara Farel yang terdengar santai tanpa mengkhawatirkan anak Warlocks.

"Itu mereka," kata Agil ketika ia langsung melihat anak Altos sedang santai-santai.

"Gill ... Sabar gill. Lo jangan buat kerusuhan duluan." Rakha yang kembali menegaskan kepada Agil agar tidak gegabah.

Lalu, Rakhapun menghampiri Keivan di tempat duduknya. Sontak Keivan, Rafif, dan Farel berdiri untuk meladeni Rakha.

"Gue denger anggota lo nyerang anggota gue! Bener itu anggota lo?" tanya Rakha dengan datar tanpa melebihi tempramenya.

"Sory ... Lo bilang apa? Anggota gue ngak mungkin lah nyerang anggota lo." Suara Keivan yang mencoba menjelaskan kepada Rakha yang menatapnya dengan mata tajamnya, tetapi Keivan berusaha tetap tenang agar ia bisa menjawab pertanyaan Rakha dengan baik.

"Anggota gue bilang yang nyerang dia anak Altos. Dan gue ada saksi yang nelihat kejadianya kok. Jimm ... sini lo!" Panggil Rakha kepada Jimmy, pemuda yang di telpon oleh Reza tadi.

Jimmypun maju di tengah-tengah Rakha dan Keivan. Suasana tampak hening saat mereka berdua berdebat.

"Jim ... sekarang lo jelasin ke mereka kalau yang nyerang Reza anak Altos," pinta Rakha yang masih menatap Keivan dengan tatapan tajam.

"Dua hari yang lalu, teman gue Reza diserang mendadak sama orang ngak di kenal. Gue berdua doang sama Reza, sedangkan mereka ada lima orang berboncengan. Gue dan Reza langsung di serang abis itu mereka langsung pergi, tapi gue liat di motornya logo serigala, logo anak Altos," jelas Jimmy kepada Keivan yang mendengarkanya dengan seksama.

"Lo dengerkan apa katanya! Jadi sekarang gue minta anggota lo minta maaf sama mereka, lalu lo harus tanggung biaya rumah sakit Reza." 

"Ehh, bentar ... bentar! Gue belum yakin kalau itu anggota gue. Lo ingat ngak plat nomor motornya?" tanya Keivan kepada Jimmy.

"Jim, gimana lo liat?" tambah Rakha.

"Bentar, gue ingat-ingat dulu." Jimmypun mengingat kejadian malam  saat ia di serang itu. Sebelum mereka pergi, Jimmy memang sempat melihat plat nomor motor itu dengan samar.

"Seingat gue plat nomornya B 1904 SW."

"Oo ... okee! Lo dengerkan kata dia?" ucap Rakha dengan sinis. Sedangkan Riki dan Agil sedang menahan emosi di belakang.

"Ok ... ok! Gini aja, gue bakalan selidikin plat nomor itu. Jika terbukti mereka anggota gue, gue bakalan tegas sama mereka dan beri pelajaran."  Nada Keivan terdengar santai tapi pasti, ia menjelaskan dengan jelas kepada Rakha dan anak Warlocks.

"Ok ... gue minta kontak lo! Sewaktu-waktu gue bakalan nagih perkataan lo."

"Ok ... Ini no gue 0852********," ucap Keivan.

"Oke," balas Rakha singkat

"Ini gimana sih, kok jadi norak gini warnanya sih. Aghh, gue harus beli yang baru nih," ucap Fasha yang sedang mengenakan make-up. Dan tampak kesal sendiri karena lipstik yang tak sesuai warnanya dengan yang ia inginkan.

Setelah ia selesai, iapun kembali keluar. Dengan membersihkan bajunya, ia berjalan dengan menunduk. Dalam waktu bersamaan, secara tak sengaja, Fasha menabrak pegawai yang sedang membawakan minuman. Minuman itupun jatuh ke pangkuan Rakha. Sontak Rakha terkejut saat mendapati air jus itu jatuh di pahanya yang membuat celananya basah.

    

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status