Menikah dengan Abimanyu? Melahirkan putra? Setelah itu aku akan dibuang begitu saja. Apakah aku ini pelacur? Atau mereka hanya menganggapku mesin pencetak anak.
"Seminggu lagi kalian akan menikah. Pernikahan ini akan dilangsungkan secara diam-diam dan hanya dihadiri oleh keluarga dekat saja. Selanjutnya kalian harus segera melakukan hubungan suami istri!"Lepas menyampaikan kalimatnya, Nyonya Besar Kinanti bangkit dari sofa. Wanita cantik itu berjalan dengan dada yang dibusungkan ke depan. Layaknya nyonya besar yang punya pengaruh kedudukkan tinggi.Mataku terus mengikuti gerakkannya hingga ia menghilang dari pandangan. Aku tahu kalau ia sudah mengangkat kami dari jalanan dan memberi pekerjaan serta tempat tinggal. Namun, bukan berati harus mengatur hidupku bukan? Bukankah menolong sesama manusia adalah kewajiban? Kami hanya orang miskin yang tidak boleh bersuara atau pun menuntut hak.
Kemudian Ibu menuntunku keluar dari ruangan yang di kelilingi jendela kaca itu. Rumah besar itu seolah menghimpit tubuhku. Luasnya bumi tempatku berpijak seakan sempit menampung tubuhku.Dengan sisa tenaga, aku menyeret kaki dengan lemas di atas lantai marmer yang mengkilat. Bahkan bayangan wajahku bisa terlihat di sana sedang bersedih.
Tiba di area belakang paling utama aku terduduk lemas. Di tempat para pembantu ini lah aku boleh meneteskan air mata. Cairan bening yang tadi aku tahan akhirnya luluh juga. Aku tidak kuasa menahan rintik-rintik cairan bening yang sedari tadi aku tahan. Akhirnya dengan sendirinya cairann asin itu turun meluncur deras begitu saja. Tubuhku terguncang karena terisak. Bahkan tanah tempatku berpijak seakan ringan menampung bobot tubuhku.
Ibu memelukku, tangannya yang keriput membelai punggungku dengan halus. Di tempat yang luasnya setempat dari ruang utama inilah aku terisak.Bangunan dinding ini menjadi saksi biksu ketidak nyamananku. Aku tertunduk menatap kosong lantai berkeramik putih. Hanya ada tembok yang tidak bisa bicara melihatku tersedu.
Bahkan suara cicak bernyanyi riang seolah mengejekku. Salma seorang gadis kampung beberapa hari lagi akan dinikahi majikannya dan hanya akan disentuh sampai ia hamil. Aku hanya akan dijadikan mesin pencentak anak saja oleh Den Abimanyu. Setelah anakku lahir akan diambil oleh Nyonya Nadia dan akan menjadi miliknya.
Perintah Nyonya Besar Kinanti tidak bisa dibantah. Apalagi aku dan Ibu banyak berhutang budi dengan keluarganya. Namun, apakah dengan mengadaikan harga diri bisa untuk membalas kebaikkannya? Di luar dugaanku, kami malah terjebak di situasi seperti ini. Ibarat pribahasa mengatakan lepas dari kandang macan masuk ke mulut buaya. Kedaan kami belum juga membaik sampai hari ini.Bagaimana aku bisa menikah dengan pria yang tidak pernah melirikku sebelah mata pun. Bahkan memandang saat kami berpapasan ia tak pernah menyapa sama sekali.Terlebih di sisinya ada wanita secantik bidadari yang selalu siap membuat Den Abimanyu bahagia kapan saja. Memanjakan dengan sentuhan lembutnya. Aku ini apa?
Seorang Salma hanya pembantu biasa dari kalangan bawah. Pastilah kehadiranku akan menjadi bumerang dalam rumah tangganya. Aku hanya akan menjadi benalu diantara Den Abimanyu dan Nyonya Nadia. Aku madu yang tak punya harga diri karena dianggap merusak hubungan mereka. Memalukan dan tak tahu diri, itulah julukkan yang aku dapatkan.
Punggungku berguncang saat terisak. Ibu mengeratkan pelukkannya pada putri semata wayangnya. Kemudian kami menangis bersama meratapi nasib yang tak kunjung membaik ini. Lepas dari kesusahan datang lagi kesusahan yang lain lagi. Ya Allah ... sampai kapan aku akan terlepas dari derita yang membelenggu hidupku. "Sabar ya, Nduk. Kamu pasti bisa melalui cobaan ini. Gusti Allah gak tidur kok." Hibur Ibu mengelus pucuk kepalaku.Wanita berbadan kurus itu berulang-ulang kali memelukku. Sesaat kemudian kami saling berpandangan, netra menatap lurus ke depan. Tak ada kata-kata lagi yang bisa aku ucapkan sebagai ungkapan perotes.
Tangisku pecah dalam pelukkan Ibu. Aku menangis sejadi-jadinya untuk meluapkan rasa sakit hati ini biar sedikit berkurang bebannya. Rasanya aku ingin menangis lebih kencang lagi agar rasa sakitnya hilang.Apalah dayaku seorang wanita kampung yang hanya lulusan sekolah SMP. Tidak punya gelar sarjana atau pun pendidikan yang tinggi seperti Nyonya Nadia. Bahkan kecantikannya setara dengan artis ternama. Badan tinggi, putih, hidung mancung, body mulus dan juga kaya. Dalam hidupku hanya ada satu pilihan menikah dengan Den Abimanyu. Tidak boleh menolak atau pun pergi dari sini. Dengan kekuasaan Nyonya Besar Kinanti akan melakukan apa pun agar tujuannya tercapai.
"Aku tidak punya pilihan, Bu. Mengapa harus aku yang harus menjadi Istri Den Abimanyu, sementara wanita lain di luar sana masih banyak wanita yang lebih cantik dan setara kedudukkan ya dengan Den Abimanyu," keluhku pada Ibu.
Tak henti-hentinya airmata ini mengalir deras.
"Setiap masalah pasti akan ada jalan keluarnya, Nduk. Kamu sabar dan ihklas saja jalani semua ujian ini. Mungkin Gusti Allah punya rencana yang lain buat masa depanmu," ucap Ibu menasehati.
Wanita yang masih terlihat kuat di usia senja itu berulang-ulang kali mengelus punggungku. Tak henti-hentinya ia memberi semangat.
"Aku hanya dijadikan mesin pencentak anak sama nyonya besar, Bu."
"Anggap saja ini ujian, Nduk." Kembali ibu mengulang kata yang sama.
Tak ada yang bisa lagi kami lakukan selain hanya menangis bersama-sama. Dadaku berguncang saat terisak memeluk Ibu.
***Bersambung."Kau akan bercerai dengan Abimanyu dan terbebas darinya. Tapi … tidak boleh membawa Arkan." Nyonya Besar Kinanti berkata dengan nada tinggi.Sudah kuduga, perempuan angkuh itu pasti tidak akan pernah melepaskan kami begitu saja. Dia akan menggunakan kekuasaan, dan uangnya untuk memenjarakanku."Maaf, Nyonya. Keputusan saya sudah bulat. Saya tidak akan kembali pada Den Abimanyu."Nyonya Besar Kinanti murka, dia langsung berdiri menatapku tajam. Wanita angkuh itu tidak terima. Aku membawa keturunan keluarga Widodo."Sudahlah, Mami. Aku sudah memutuskan untuk menceraikan Salma." Den Abimanyu menimpali."Tidak. Salma tidak mungkin bisa membesarkan Arkan dengan baik. Mau dikasih makan apa cucuku." Ibu mertua berteriak.Dadanya bergemuruh menahan amarah. Jelas di netranya terlihat berapi-api, seperti akan m
"Maafkan, aku. Gara-gara aku kamu jadi terluka seperti ini." Aku tak berani menatap wajah Saka. Lelaki jangkung itu terbaring lemah di ranjang periksa.Sudah dua hari dia tidak berdaya, terluka karena tusukan pisau. Saka terluka parah, ketika beberapa preman melukainya."Tidak apa. Cinta perlu pengorbanan."Aku terdiam. Nyaliku tidak cukup kuat untuk sekedar bertanya pada Saka. Siapakah para berandalan itu, yang sudah membuatnya terluka. Meski beberapa kata-kata ingin berdesakan keluar, namun niat ini kuurungkan."Ada apa? Kenapa kamu menatapku seperti itu?""Tidak ada. Aku hanya ….""Aku tahu apa yang ada dalam pikiranmu.""Apa?""Kamu pasti ingin tahu siapa mereka yang sudah menyerangku, bukan?"Aku bergeming. Saka menatap ke arah kaca jendela. Dia dirawat di lantai atas. Tampak pemandangan di bawah sangat indah."Siapa mereka?""Prema
Setelah kejadian mengerikan itu, Den Abimanyu meminta rujuk, namun aku menolaknya mentah-mentah. Aku menyapu pandangan ke taman bunga yang terhampar di halaman depan. Dia berdiri di sana memakai balutan jas mahal."Ayo kita pulang Salma! Aku berjanji akan berbuat adil padamu." Kata Den Abimanyu. Dia menatapku dengan pandangan sayu."Maaf, Den. Aku tidak bisa kembali padamu." Suaraku tercekat di tenggorokan, menatap wajahnya yang lesu."Kenapa?""Aku lelah.""Haruskah ku buktikan padamu jika permohonanku ini serius. Sejujurnya aku tak bisa hidup tanpa kamu."Tidak kulihat senyumnya yang biasa terpancar, hanya wajah sendu dan mata yang berembun dengan buliran bening hampir menitik di kedua kelopaknya."Sudah kuputuskan, Den. Aku mundur dari pernikahan ini. Biarlah aku yang mengalah, mundur dari kehidu
Bagiku keputusan pergi dari rumah terkutuk itu adalah akhir sebuah kisah. Aku meninggalkan Den Abimanyu bukan karena tidak sayang. Hubungan ini sudah berakhir sejak lama setelah ia pergi bersama Nyonya Nadia.Kemarin ia masih bersamaku merasakan indahnya bersama mahligai cinta meski itu hanya satu malam merasakan sentuhan. Aku sudah tidak peduli dengan hatinya. Wanita berhati busuk itu sudah menguasai suamiku. Dia tidak ingin berbagi suami denganku yang derajatnya terlalu rendah sebagai babu.Disini aku dihargai layaknya seorang wanita yang sama derajatnya dengan mereka. Keluarga Saka sangat baik memperlakukanku. Merek menyambut kedatanganku bak seorang ratu."Selamat datang di istana kami, Salma," ucap wanita berparas cantik menyambut kami.Aku menoleh ke arah Saka yang tersenyum memperlihatkan lesung pipinya. Lelaki itu hanya mengangguk hormat kepada ibunya.Lantai marmer putih menjadi sak
Aku sudah mempersiapkan semuanya untuk kabur dari rumah neraka ini. Aku akan pergi membawa Arkan bayi mungil yang baru dilahirkan beberapa minggu. Menghadapi sikap Abimanyu membuatku tak sanggup bertahan lebih lama."Bu, malam ini aku akan kabur lewat jalan belakang setelah semua para pelayan tidur dan penjaga gerbang juga tidur," ucapku lirih."Apa tidak sebaiknya kamu pikirkan dulu, Nduk. Ibu tidak mau kamu tertangkap dan akan mendapat hukuman dari Nyonya Besar Kinanti."Sepasang mata sembab ku menatap wanita tua yang duduk di tepi ranjang. Aku merasa sedih karena harus meninggalkan Ibu sendiri di tempat ini. Aku tahu konsekuensinya bila kabur dari rumah ini. Jika sampai tertangkap maka hukumannya berat.Nyonya Besar Kinanti pasti tidak akan memaafkan bila ketahuan pergi dari rumah dengan membawa putra mahkota. Sudah bisa dipastikan hukuman sangat berat dan mendapat ganjaran yang setimpal.Tidak mungk
Aku tak ingin memupuk angkara, ingin lekas berpisah dari derita. Tidak ingin bertambah lagi bebannya.Membayangkan menjadi Cinderella? Pernah. Memang itulah diri ini yang beruntung dipersunting oleh lelaki yang tampan bak pangeran. Pekerjaan mapan, punya rumah dan mobil mewah juga penerus kekayaan tujuh turunan. Namun, ketika malam demi malam tersiksa sendirian dan tidur dengan kamar terpisah saat itu baru aku sadar. Aku tidak layak menjadi Cinderella layaknya putri dalam cerita.Tapi, keinginan itu bangkit kembali ketika hadirnya Arkan pangeran kecil dan dukungan dari Saka. Aku wanita tanpa kasta yang bersimpuh memohon perpisahan demi kebaikan semua. Kehadiranku di tengah rumah tangga Den Abimanyu hanya membawa malapetaka, pertengkaran dan kebencian Nyonya Nadia."Putuskan saja ikatan pernikahan ini, Den agar kalian bisa kembali seperti dulu seperti pasangan yang romantis."Pertahanan yang kumiliki selama ini