Share

Melahirkan Anak Ceo
Melahirkan Anak Ceo
Penulis: Kariani Sukadi

Bab 1 Dipaksa Menikah

"Aku akan menikahkanmu dengan putraku Abimanyu. Kamu harus melahirkan keturunan keluarga Cokro Widodo," ucap Nyonya Besar Kinanti.

Ia duduk santai sembari menikmati kopi di ruang keluarga.

Wanita yang selalu berpenampilan elegan itu menatapku dengan pandangan lekat. Setiap inci tubuhku ia perhatikan tak lepas dari pandangannya.

Di ruangan yang luas tiga kali lipat dari lapangan bola ini aku dan Ibu duduk menghadapnya. Bahkan hiasan lampu kristal yang tergantung di atas terlihat sangat mewah. Harganya bahkan mencapai puluhan juta.

Pemilik perusahaan ternama di kota ini selalu menjaga penampilannya.  Kami duduk dengan beralas permadani indah berwarna merah bata sembari kaki dilipat. Sementara Nyonya Besar Kinanti duduk dengan santai di atas sofa menikmati secangkir kopi dan cemilan. Nyonya  Besar Kinanti paling berkuasa di rumah ini, semuanya harus berjalan sesuai dengan perintahnya.

Ia kemudian melanjutkan bicara setelah memastikan kami dua orang pelayannya dalam keadaan memperhatikan. "Kalian tahu kalau Nyonya Nadia tidak bisa memberikan Abimanyu seorang anak. Nadia sudah divonis mandul oleh dokter. Untuk itu aku akan menikahkan Salma sebagai istri simpanan sementara," ujarnya.

Tangannya menyisihkan anak rambut yang sebahagian menutupi wajahnya. 

Perempuan berparas cantik dan berpenampilan elegan itu terlihat santai melipat kakinya. Dia melekatkan pandangannya ke arahku dengan tarikkan napas. Tampak bulu mata palsunya hampir merapat saat kelopaknya meredup. Cantik dan berwibawa itulah identitas Nyonya Besar Kinanti.

"Keluarga Cokro Widodo harus punya keturunan. Untuk itu   Salma harus melahirkan keturunan anak laki-laki yang akan menjadi penerus perusahaan  keluarga Cokro Widodo," lanjutnya tersenyum miring.

Jantungku berdetak cepat. Untung tidak copot saat mendengar ucapan nyonya besar barusan.

Wanita berwajah oval itu mengatakan tanpa meminta pendapatku. Aku melirik Ibu yang duduk di sebelahku. Kaget sudah pasti. Kondisinya juga sama terkejutnya denganku.

Sekilas kami hanya saling pandang, lalu kembali fokus memperhatikan nyonya besar. Nyonya besar tidak memperlihatkan wajah main-main. Ia mengatakan dengan tegas keinginannya untuk memiliki keturunan dariku, wanita dari kalangan bawah. Tanpa bertanya atau meminta pendapatku ia tutup poin mengatakan ingin menikahkanku seorang pembantu dengan anaknya yang berkedudukan tinggi.

Meski penasaran aku tidak berani bertanya kepadanya. Begitu juga dengan Ibu, ia hanya memilin  baju batiknya, takut nyonya besar akan marah bila kami menyela ucapannya.

Aku dan Ibu hanya duduk besedekap di atas permadani, sedangkan nyonya besar menyandarkan punggungnya di atas sofa. Jari-jemarinya yang lentik terlihat putih dan indah. Meski usianya sudah separuh baya ia tetap kelihatan anggun, menarik dan luwes dipandang mata.

"Tapi, pernikahan ini hanya sementara sebagai istri simpanan Abimanyu dan tak boleh ada satu orang luar pun yang tahu. Setelah anak itu lahir laki-laki kamu akan terbebas dari Abimanyu. Dan … anak itu akan menjadi milik Nyonya Nadia."

Hatiku terasa diremas-remas. Menahan sesak di dada mendengar ucapan Nyonya Besar Kinanti. Melahirkan anak lalu, akan dibuang begitu saja ibarat tebu habis manisnya sepah dibuang. Sungguh terlalu.

Bukankah di luar tak hujan? Mengapa seperti ada guntur yang menyambar? Lalu, dada ini berdebar dan terasa bergetar menyentuh sesuatu di dalamnya. Tubuhku gemetar seperti terkena sengatan aliran listrik. 

Kuberanikan diri menatap kornea Nyonya Besar Kinanti dan mencoba menembus pekatnya manik hitam miliknya. Wanita bertubuh tinggi langsing itu menatapku dengan sorotan yang menikam. Aku pun menunduk kembali. Hanya saja tangan dan tubuh ini terlihat gemetar.

Seorang wanita miskin sepertiku tidak di butuhkan pendapatnya. Jangankan mengeluarkan suara untuk sekedar berbicara saja harus ada tata caranya. Apa yang lebih menyakitkan dari ini jika kalian ada di posisiku.

***

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status