Home / Romansa / Melahirkan Anak Tuan Tampan / Bab 6 : Alasannya Jadi Dokter

Share

Bab 6 : Alasannya Jadi Dokter

Author: Cipi2 Capa2
last update Last Updated: 2024-12-01 14:30:25

Hari itu Charisa melamun di meja kerjanya. Setelah sadar kalau dia hamil, dia jadi lebih gampang mual dan porsi makannya menjadi bertambah. Hormonnya pun agak berbeda. Dia lebih sensitif dan cenderung persuasif. Dia belum tahu apa yang harus ia lakukan. Tidak ada dokter yang akan membantunya menghilangkan janin itu. Itu merupakan tindakan yang ilegal. Sementara dirinya sendiri ragu jika harus mempertahankannya di dalam kandungan. Apa kata orang tuanya nanti jika tahu kalau dirinya hamil tanpa tahu siapa ayahnya.

“Nona, ini aku bawakan salad buah pesananmu!” Jimmy sudah berada di depan mejanya dan memberinya sebuah paper bag berisi pesanannya.

“Terima kasih Jim. Oh  ya, apa ada dokumen yang masih harus aku tanda tangan?” tanya Charisa.

“Tadi Lily bilang kalau ada beberapa dokumen dari sub kontraktor Surabaya baru selesai diperiksa timnya. Aku akan bawakan ke sini!” jawab Jimmy.

“Hmm, oke. Bawakan cepat, aku harus pergi satu jam lagi.”

“Baik Nona,” jawab Jimmy patuh.

Setelah Jimmy pergi, Charisa segera melahap salad buahnya. Dia benar-benar seperti wanita hamil pada umumnya. Merasakan mual yang tiba-tiba, nafsu makannya pun bertambah. Selama ini dia berusaha mempertahankan berat badannya karena tidak mau menjadi gadis gemuk lagi. Tapi kali ini dia tidak bisa berkompromi dengan hormonnya. 

Sudah beberapa kemungkinan yang dia pikirkan. Rasanya tidak mungkin menggugurkan kandungannya dengan resiko yang tinggi. Kalau dia pertahankan kehamilannya dia harus siap menjadi orang tua tunggal dengan konsekuensi lainnya. Membesarkan seorang anak tanpa menikah tentu akan banyak mendapatkan cibiran dari orang lain.

Setelah pekerjaannya selesai, Charisa pun meninggalkan kantornya dan pergi menuju sebuah tempat dengan menaiki taksi. Seminggu yang lalu Genta menghubunginya dan membuat janji dengannya untuk bertemu lagi di sebuah restoran sekalian makan malam.

Charisa tidak bisa seterusnya menghindari Genta, karena memang dari hati yang paling dalam Charisa masih ingin bertemu dengannya.

Sampai di lahan parkir restoran, Charisa merapikan penampilannya terlebih dahulu. Dia menatap wajahnya di cermin mobil. Dia tahu kalau sekarang sudah menjadi gadis yang  cantik dan menarik. Tetapi entah kenapa gara-gara kejadian bersama pria di hotel waktu itu, dia tidak memiliki kepercayaan diri lagi di depan Genta. Sekarang situasinya sudah berbeda. Dia sudah berbadan dua dan bukan tidak mungkin Genta akan berbalik jijik padanya.

Cukup lama Charisa di dalam mobil dan tidak segera turun. Perasaannya menjadi ragu untuk bisa berhubungan lagi dengan Genta.

Beep. Ponselnya bergetar, Charisa mengangkat telepon yang masuk itu. Ternyata Genta yang meneleponnya.

“Kau sudah sampai di mana?” tanya Genta.

“Aku sudah ada di parkiran. Sebentar lagi aku masuk,” jawab Charisa.

“Hmm aku tunggu di lantai dua nomor 18 ya!”

“Ya.”

Charisa kemudian segera turun dari mobil dan melangkah ke dalam restoran setelah membayar argo taksi. Dia memegang dada sebelah kirinya berusaha mencari detak jantungnya. Entah kenapa dia merasa kalau debaran jantung itu sudah tidak ada. Gadis itu tidak merasa bahagia dan tidak seantusias dulu ketika akan menemui Genta. Apa mungkin karena ini faktor kehamilannya sehingga dia merasa beban bertemu dengan Genta.

Sampai di lantai dua, Charisa mencari meja yang sudah dipesan Genta.

“Cha, aku di sini!” Genta melambaikan tangannya memberi tahu posisinya berada.

Charisa berjalan dengan wajah yang sedikit ia paksakan untuk tersenyum. Dia tidak mau menunjukkan wajah galaunya.

Dengan sikap gentlemen Genta menarik kursi untuk Charisa. Malam ini Genta tampak gagah dan tampan dengan setelan semi formalnya. Harusnya Charisa bahagia karena Genta sudah jujur padanya. 

“Ayo kita pesan makanannya dulu!” Genta mempersilakan Charisa melihat buku menu untuk menentukan apa yang akan ia makan.

Sambil melihat menu, Charisa mencuri pandang pada Genta. Laki-laki itu juga sedang melihat buku menu. Tidak ada yang berubah dengan Genta. Dia masih menawan seperti dulu. Sekarang dia jauh lebih dewasa dan tampak bisa diandalkan.

Setelah memesan makanan dan menunggu pesanan datang. Genta mengawali percakapan dengan pertanyaan.

“Bagaimana kabar Om dan Tante?” tanya Genta menanyakan kabar orang tua Charisa.

“Mereka baik-baik saja. Ayahku sudah pensiun bekerja, dan sekarang tinggal dengan Ibu di Jepang.”

“Oh begitu, kenapa tidak kembali ke Jakarta?” tanya Genta menanyakan alasan karena sudah dua belas tahun mereka tidak kembali ke Jakarta.

“Mereka lebih tenang hidup di sana. Meski berbeda dengan kampung halaman. Itu sudah menjadi keputusan mereka.”

“Bagaimana denganmu. Apa kau akan tinggal di sini?” tanya Genta.

“Aku bekerja di sini.”

“Benarkah? Baguslah. Kita akan sering bertemu,” sahut Genta dengan wajah yang berseri-seri.

Charisa tidak tahan dengan sikap Genta yang menurutnya itu sangat membebaninya sekarang. Perasaan bersalah terus menghantuinya saat ini.

“Ta, apa kau benar tidak bertemu dengan gadis lain? Bukan aku tidak percaya sih – tapi ini sudah dua belas tahun lebih.”

Genta terdiam sesaat mendengar pertanyaan Charisa. Dia berusaha untuk menangkap makna dalam dari pertanyaan itu.

“Cha, memang benar ini sudah dua belas tahun lalu. Ada banyak hal yang sudah berubah dan ada juga yang masih sama seperti dulu.”

Charisa tidak berani menatap wajah Genta yang selalu melelehkan hatinya setiap dia memandangnya. Tapi kali ini Charisa gelisah karena merasa sudah mengkhianati Genta. Apa dia harus berterus terang kalau dia sudah melakukan kesalahan besar.

“Kau jangan terbebani dengan pembicaraanku yang kemarin. Aku tahu waktu sudah banyak berlalu. Aku juga tahu dalam waktu dua belas tahun itu – mungkin kau sudah bertemu dengan pria yang kau cintai,” tambah Genta dengan senyum berat.

“Ya kau benar. Sudah dua belas tahun, tidak mungkin kita tidak bertemu dengan seseorang.” Charisa mengiyakan. Dia tidak memiliki pilihan jawaban yang bisa menyelamatkan situasinya sekarang.

Pesanan mereka datang. Setelah percakapan itu, Genta jauh lebih diam. Mereka berusaha untuk bersikap normal dan sopan supaya makan malam mereka tidak terganggu dengan sikap dingin mereka berdua.

Setelah mencicipi makanan penutup mereka, Charisa berusaha mencari topik pembicaraan agar suasananya lebih mencair.

“Bagaimana pekerjaanmu? Apa itu menyenangkan? Dari dulu itu kau ingin sekali menjadi dokter,” ucap Charisa dengan senyuman untuk mencairkan suasana beku di antara mereka.

“Menyenangkan. Dan aku merasa bangga padaku sendiri karena bisa mencapai tahap ini. Ini semua karena dirimu.”

“Maksudnya?” tanya Cacha tidak mengerti.

“Aku ingin jadi dokter karena ingin merawatmu yang sering sakit sejak kecil,” sahut Genta.

Deg. Jantung Charisa serasa berhenti berdetak. Bagaimana bisa Genta memiliki pikiran seperti itu. Jadi selama ini dialah yang menjadi motivasinya menjadi dokter.

“Kau sering pingsan waktu SD. Aku selalu khawatir jika kau sakit. Waktu SMP kau  sudah jarang pingsan tapi kau jadi lebih banyak makan dan sering kecapean kalau olahraga. Pas SMA pun kau masih sering sakit gara-gara salah makan.”

Charisa mengusap air matanya yang tiba-tiba terjatuh. Dia merasa menjadi  orang yang paling hina di muka bumi. Bagaimana dia menjelaskan semuanya pada Genta. Kalau sebenarnya dia juga masih mencintainya. Tapi, dengan keadaannya seperti ini apa mungkin keduanya bisa bersama.

“Cha, kau adalah alasanku ingin menjadi dokter.” Genta memandangnya dengan tatapan yang mendalam.

“Ta, aku —” Dada Charisa terasa sesak karena penyesalan. Bagaimana dia bisa menjelaskan keadaannya sekarang ini.

“Kalau bisa aku akan merawat dan menjagamu sepanjang hidupku,” lirih Genta.

Charisa sudah jatuh terperangkap dengan kebodohannya sendiri. Bagaimana caranya dia memperbaiki semuanya. Apakah semuanya akan baik-baik saja jika dia menceritakan kebenarannya pada Genta.

“Apa kau serius Genta?” tanya Charisa dengan suara serak. Dia tidak kuasa menahan gejolak yang ada di jiwanya.

“Demi apapun aku serius Cha.” 

Charisa mau menangis sekencang-kencangnya. Andai saja waktu itu dia tidak minum di bar dan mengajak pria itu untuk tidur dengannya. Mungkin saat ini dia sudah jatuh ke pelukan Genta sekarang juga.

“Ini terlalu mengejutkan. Aku tidak tahu harus menjawab apa,” jawab Charisa gugup.

“Tidak perlu menjawab apapun saat ini. Maafkan aku jika ini mengejutkanmu. Aku cuma tidak mau kehilanganmu kedua kalinya,” ungkap Genta.

Charisa mengangguk, “Aku ingin segera pulang.”

“Baiklah, aku akan mengantarmu pulang.”

Charisa tidak bisa menolak untuk tidak diantar pulang oleh Genta. Sepanjang perjalanan keduanya menjadi salah tingkah. 

Sampai di parkiran gedung apartemen Charisa. Genta terdiam dengan wajah yang terlihat tegang. Sementara Charisa, dia tidak segera turun. Ada sesuatu yang sedang ia pikirkan. Mungkin ini adalah jalan satu-satunya agar bisa kembali memulai dengan Genta tanpa hambatan.

“Ta, aku cape dan tidak kuat berjalan. Bisa kau antar aku sampai ke kamar?” pinta Charisa dengan suara parau. Genta menelan salivanya ketika mendengar ajakan Charisa yang begitu provokatif.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 72 : Jejak Yang Hilang

    Langit sore sudah memudar, membawa serta bayangan hitam yang seolah menggantung di atas kepala Jean dan Charisa. Mobil mereka berhenti kasar di depan gerbang sekolah. Bahkan sebelum mesin mati sepenuhnya, Charisa sudah menerobos keluar, berlari masuk dengan napas tersengal, wajahnya pucat seperti kertas.“Apa yang terjadi? Di mana Darren?” teriak Charisa begitu melihat seorang guru keluar dari ruang guru.Guru itu terkejut melihat kedatangan Charisa yang panik. “Nyonya Charisa, kami sedang berusaha mencari di sekitar sekolah dengan beberapa petugas keamanan!”“Kenapa kalian membiarkan orang asing membawa Darren?” teriak Charisa sambil mengguncang lengan guru itu. Ibu siapa yang tidak panik mendengar berita anaknya yang tiba-tiba hilang.Jean menyusul dari belakang dan menenangkan Charisa yang mulai kehilangan kendali. “Tenang Charisa, kita akan segera menemukan dia!” Jean menahan tubuh Charisa dari belakang.Guru itu menarik napas panjang. “Kami sudah mencari di semua area sekolah. CC

  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 71 : Bayangan Keluarga Jean

    Di hari yang sudah direncanakan. Jean akan mengajak Charisa pergi bermain golf untuk mengenalkannya pada ayahnya. Sebenarnya Charisa sangat gugup karena orang yang akan ia temui adalah Lim Ronan. Pebisnis hotel yang sukses yang juga seorang konglomerat. Bertemu dengannya bukan hal yang mudah bagi Charisa, apalagi ini adalah momen untuk mengenalkan dirinya sebagai calon pendamping hidup Jean.Cuaca pagi begitu cerah saat Jean menjemput Charisa. Ia terlihat santai dengan kemeja linen abu-abu dan celana panjang krem. Sementara Charisa tampil rapi dengan dress selutut berwarna sage green dan rambut disanggul sederhana. Senyumnya tenang meski hatinya berdegup tak menentu.“Siap?” tanya Jean sembari membukakan pintu mobil.Charisa mengangguk. “Tentu saja, aku siap.”Meski kalimat itu terdengar meyakinkan, di dalam hati Charisa menyadari kalau tidak ada yang bisa benar-benar mempersiapkan diri bertemu orang tua kekasih — terutama jika orang tua itu bernama Lim Ronan.Mobil hitam itu melaju m

  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 70 : Rencana Menikah

    Setelah lebih dari sehari dirawat akhirnya Darren bisa dibawa pulang dari rumah sakit. Jean bersama Charisa bersama mengajaknya pulang ke rumah. Kehadiran Jean di tengah keluarga Charisa tentu saja membuat suasana rumah menjadi sedikit berbeda. Hardian ayahnya Charisa menjadi lebih banyak diam dan terlihat khawatir. Apalagi ketika Charisa menceritakan kalau Jean adalah ayah dari putranya Darren.“Darren mulai saat ini kau panggil aku dengan Daddy!” Jean berjongkok di depan Darren yang terlihat kebingungan.“Apa maksud Tuan?” Darren menatapnya dengan wajah polos.Jean tersenyum tipis sambil mengusap rambut Darren. “Aku memang Daddy mu. Tentu saja kau harus panggil aku Daddy!” jawab Jean sambil berdehem meminta bantuan validasi dari Charisa.“Benarkah itu Mom?” tanya Darren sambil menatap Charisa dengan penuh tanda tanya.Charisa mengangguk sambil tersenyum dan menjawab dengan suara pelan. “Ya itu benar.”Darren kembali menatap wajah Jean seolah dia masih belum percaya jika yang ada di

  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 69 : Masa Depan Baru

    Charisa sangat terkejut mendengar ajakan Jean yang mengajaknya untuk tinggal bersama. Baginya itu terlalu cepat dan mendadak.“Jean, ada apa ini? Bisa kalian jelaskan situasi apa ini?” tanya Monika yang heran mengapa Jean begitu peduli pada Darren dan Charisa.Charisa baru sadar kalau ibunya pasti heran melihat kedekatannya dengan Jean.“Bu, maafkan aku jika aku terlambat mengatakannya. “ Ada jeda sebentar sebelum Charisa melanjutkan. Dia menatap wajah ibunya yang tengah menunggu penjelasannya.Jean adalah ayah kandungnya Darren.” Dengan suara lirih Charisa menjelaskannya pada Monika.“Apa?” Rasa terkejut menghampiri wajah Monika. Seolah yang baru dia dengar adalah sesuatu yang sangat tidak mungkin.“Itu benar Bu.” Jean menambahkan dengan raut wajah penuh rasa bersalah.“Bagaimana bisa? Bukankah kalian baru pertama kali bertemu beberapa bulan ini?” tanya Monika sangat tidak percaya.Charisa menarik napas panjang seakan mencari kekuatan untuk menceritakan semuanya. Jean hanya bisa ters

  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 68 : Lamaran Tertunda

    Charisa menatap Jean dengan curiga. “Apa maksudmu?”Jean menyandarkan punggungnya ke kursi, menyembunyikan senyum tipis di balik ekspresi santainya. “Kau akan tahu sebentar lagi.”Charisa mendesah, sudah terbiasa dengan gaya Jean yang penuh teka-teki. Dia harus bersabar sampai Jean selesai menyantap makan malamnya. Namun entah kenapa Charisa merasa waktu berjalan lambat. Dia semakin penasaran dengan apa yang akan ditunjukkan Jean padanya.Namun, sebelum ia sempat bertanya lebih jauh, seorang pelayan datang ke meja mereka setelah Jean selesai makan dan memanggil kembali pelayan tadi. Kali ini pelayan itu membawa sesuatu yang membuat Charisa mengernyit.Sebuah kotak kecil berwarna hitam.Pelayan itu menaruhnya di atas meja dengan hati-hati sebelum melangkah pergi tanpa mengatakan apa-apa. Charisa menatap kotak itu, lalu kembali ke Jean yang kini menatapnya dengan ekspresi penuh arti.“Buka,” perintah Jean singkat.Keraguan melintas di benak Charisa. Ia menarik napas dalam sebelum akhir

  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 67 : Jean Cemburu

    “Jean, bagaimana bisa kau ada di sini?” tanya Charisa ketika Jean mendekat.“Apa kau mengikutiku sampai ke sini?” tuduhnya lagi sebelum Jean bisa menjawab.“Tidak. Aku tidak mengikutimu. Aku kebetulan lewat sini,” jawab Jean. Namun dari raut wajahnya dia tidak bisa berbohong.Charisa tersenyum miring, seolah tidak percaya dengan jawaban Jean. “Kebetulan, ya?” gumamnya, menatap pria itu dengan pandangan penuh selidik.Jean tidak langsung menanggapi. Matanya menelisik sekitar, seolah mencari alasan lain yang lebih masuk akal, tetapi Charisa sudah menangkap kegugupannya.“Kalau memang hanya kebetulan, kenapa wajahmu terlihat bersalah?” lanjut Charisa, menyilangkan tangan di depan dada.Jean menghela napas, menyadari bahwa menyangkal pun tidak ada gunanya. “Baiklah,” katanya akhirnya. “Mungkin aku memang ingin tahu apa yang kau lakukan di sini.”Charisa mengangkat alis, menunggu penjelasan lebih lanjut. “Dan kenapa itu penting bagimu?”Jean terdiam sesaat. Ia bisa saja memberikan alasan y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status