Share

Harem

"Jangan khawatir, nona. Aku akan menjadi tuan yang baik. Aku bertanggung jawab sepenuhnya atas keselamatanmu." Katanya setelah ia melemparkan sejumlah uang pada tuan penjual budak. Uang itu adalah harga kepemilikanku. Ia membeliku. 

"Setidaknya kau tampak murah hati dan tampan." Kataku dalam hati.

Pangeran membopongku dan membawaku ke sebuah kamar di dalam istana yang tampaknya adalah kamarnya sendiri. Kamar itu sangat bagus, mewah, dan luas. Ia kemudian menidurkanku di sebuah tempat tidur yang empuk. Pada pengawal yang berjaga di luar kamarnya, ia memerintahkan :

"Panggilkan tabib istana dan Madam Margaret."

Dari depan pintu kamarnya, ia memandangi diriku. Kemudian, ia berjalan mendekat dan duduk di dekatku. 

"Kau milikku sekarang, kau mengerti kan?"

"Aku seorang budak, budakmu. Aku menerima takdirku." Kataku tanpa menatap ke arahnya. 

Asalkan ia tahu, bahkan jika takdirku adalah kematian, aku tetap menerimanya. Bahkan jika seluruh umat manusia punah, aku tak peduli. Tak ada lagi hal indah yang ingin ada dalam hidupku. 

Pangeran kemudian menatapku lekat-lekat. Ia mengelus wajahku. Ibu jari tangan kanannya menekan tengah-tengah bibirku. Tatapan matanya itu sungguh serius. Apa yang ia lihat dari wajahku sampai tatapannya seserius itu? Ia mengangkat daguku dan memaksaku melakukan kontak mata dengannya. Kami bertatapan mata lama. Dan tak disangka-sangka, ia tersenyum juga. 

"Siapa namamu? Berapa usiamu?"

"Anna, 21 tahun."

"Anna, kau berbeda dari yang lain. Kau pasti berasal dari jauh. Tak ada satupun manusia yang punya rambut berwarna merah dan mata berwarna ungu di benua ini. Dari mana kau berasal?"

"Ini mungkin terdengar mencurigakan, tapi aku bersumpah bahwa aku tak ingat dari mana aku berasal."

Kemudian, tabib istana datang bersama perempuan galak yang tadi menyeleksi budak-budak.

Tabib istana melakukan pemeriksaan padaku. 

"Ia hanya butuh istirahat dan makanan yang lebih bergizi, pangeranku." Kata si tabib.

"Madam Margaret..." Kata sang pangeran. Wanita galak yang tadi menyeleksi wajah kami datang ke hadapan sang pangeran. Ternyata namanya Madam Margaret.

"Beri ia makanan, tempat tidur, dan pakaian yang baru. Pastikan ia nyaman di harem. Nanti malam, aku ingin bersama dengannya."

"Atas perintahmu, pangeranku."

Pangeran kemudian berlalu pergi.

*****

Madam Margaret membawaku ke sebuah gedung yang terletak di bagian belakang istana. Gedung itu adalah Harem. Ia juga menjelaskan tentang peraturan Harem dan sedikit tentang keluarga kerajaan sembari membawaku berkeliling.

"Gadis baru, jangan katakan pangeran yang membawamu ke sini." Kata Madam.

"Mengapa begitu."

"Sebab nanti kau jadi sasaran kecemburuan. Memang tidak boleh ada kecemburuan di harem, tapi yah.... Hati wanita tidak bisa menahan cemburu."

Harem itu tak seperti yang aku bayangkan di mana ada ratusan wanita cantik yang menunggu untuk menemani raja atau pangeran di ranjang. Mereka memakai pakaian yang terbuka dan belajar menari. Ternyata tidak begitu. Harem adalah sebuah gedung "istana wanita" dan tujuan didirikannya harem adalah untuk memperbanyak anggota keluarga kerajaan. Tak ada ratusan selir seperti yang dikatakan orang-orang. Raja hanya punya 39 selir, sedangkan Pangeran punya 11 termasuk aku. 

"Dari mana selir-selir itu berasal?" Tanyaku.

"Kebanyakan selir dihadiahkan oleh para Adipati. Tapi ada juga yang kami beli langsung di pasar budak."

"Apa mereka semua suka menjadi selir?"

"Kau banyak bertanya, nona. Mengapa aku harus menjawab pertanyaan-pertanyaan konyolmu. Kau sebenarnya beruntung. Aku rasa dia menyukaimu. Dia tidak pernah tertarik pada wanita manapun. Kalau kau bergerak cepat, kau bisa jadi wanita pertamanya."

Sedikit tentang keluarga kerajaan yang dijelaskan madam Margaret padaku. Raja Darril Harlow, raja yang berkuasa saat ini memiliki tiga orang putra dan 19 orang putri. 19 putri? Demi Zeus, Daja ini pasti sangat menikmati waktu bersama selir-selirnya. 

Pangeran sulung yang bernama Pangeran Reyne telah meninggal bertahun-tahun yang lalu di usia 25. Ia gugur di suatu peperangan. Kata Madam Margaret, Pangeran Reyne itu dijuluki "Pangeran yang martir." dan ia terkenal hingga ke penjuru benua Harlow karena memiliki hati yang selembut kapas. Rakyat jelata sangat mencintai pangeran ini.

"Lalu bagaimana dengan Erwin, apa ia juga dicintai rakyat jelata?"

"Aku rasa tidak. Ia lebih terkesan ditakuti daripada dicintai. Pangeran Erwin itu.... Agak sedikit angkuh kata mereka."

Sang pangeran ketiga bernama Pangeran Ragnar, 22 tahun. Ia tidak waras. Karena itu, ia dihapus dari garis pewarisan tahta. Pangeran Reyne dan Pangeran Ragnar adalah saudara kandung, anak dari sang permaisuri utama.

"Pangeran Reyne meninggal. Pangeran Ragnar gila. Itu artinya, Pangeran Erwin adalah pangeran mahkota."

"Iya, Anna."

"Bagaimana kalau dia mati?"

"Kalau Pangeran mati tanpa punya penerus, maka hancurlah kerajaan Harlow. Sang Raja tak lagi bisa memberikan keturunan. Ia adalah pangeran terakhir. Sebenarnya, yang mulia raja punya kakak laki-laki, tetapi dihapus dari garis pewarisan karena matanya yang catat sebelah. Namanya Grigori. Kini ia menjadi penasihat."

Kemudian, hanya ada tiga peraturan utama yang jika dilanggar maka hukumannya adalah hukuman mati. 

1. Para selir dilarang memiliki hubungan dengan pria lain. Menatap pria lain juga tidak diperbolehkan. 

2. Para selir dilarang membawa laki-laki ke harem.

3. Slarang menghina/berbuat tidak hormat pada para Permaisuri.

*****

Sore hari datang dan "tur" kecil itu telah selesai. Aku dibawa ke kamarku. Kamar ini cukup kecil ternyata. Aku berbaring di ranjang, lelah diriku ini. Aku belum melihat selir-selir lain. Mungkin mereka akan membenciku. Entahlah. Tidak peduli juga. 

Semuanya terjadi begitu cepat, baru tadi malam rasanya aku berada di tengah samudera dingin. Sekarang, aku sudah menjadi budak dan Pangeran Erwin adalah tuanku. Segalanya terlalu gila untuk aku pahami. 

Aku mengingat-ingat masa laluku. Aku saat itu berusia 14 tahun, berlari di antara pohon-pohon berdaun coklat yang hendak gugur. Saat itu musim gugur, aku begitu riang gembira. Tak ada yang aku khawatirkan. Masa-masa yang indah, saat keluarga lengkap dan bahagia. Kini, aku sendirian di tempat asing. Tak bebas. Tak punya siapapun. Aku harap aku mati saja dulu.

"Ingatanku rasanya berlubang. Aku melupakan banyak hal yang penting dari masa laluku. Entah apa itu." Pikirku.

****

Malam hari datang, aku dibawa ke rumah pemandian umum. Di rumah inilah para selir mandi. 

Ada kolam air hangat yang sangat besar, berbentuk bundar, terbuat dari marmer putih, dan ada juga keran-keran air di sekitar rumah pemandian itu. Ada meja marmer yang berisi sabun, minyak wangi, dan buah-buahan.

"Aku baru di sini." Kataku pada seorang madam. (madam itu julukan untuk wanita paruh baya yang menjadi petugas di harem). Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Maksudku, apa iya aku harus telanjang dan masuk ke bak mandi itu. 

Ternyata, kita tetap diminta menggunakan handuk. Saat aku sudah berendam, para selir berdatangan. Mereka tampak tertawa satu sama lain dan tak menyadari keberadaanku. Saat seorang dari mereka melihatku, aku tersenyum kikuk.

"Lihat, ada gadis baru. Apa kau Anna?"

****

Suasana pemandian ini sungguh aneh. Gadis-gadis selir ini tidak ramah. Mereka mengeliliku, melihat-lihat rambut dan bagian tubuhku. Kemudian, salah seorang dari mereka berkata :

"Apa yang bagus darinya? Punyaku lebih besar."

"Kau harus hati-hati, Anna. Aku dengar Pangeran Erwin suka melakukan kekerasan saat bercinta. Berdoalah kau kembali ke harem hidup-hidup."

Aku menjawab :

"Apa kau mencoba menakutiku? Kalian semua selir sang pangeran, tetapi kalian masih hidup-hidup saja. Oh, aku tahu. Itu karena Pangeran tidak pernah menyentuh kalian."

"Eh, kau kasar sekali. Baru datang sudah cari masalah."

"Maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf." Kataku ketika sadar aku berkata kasar. 

****

Setelah selesai mandi, akh didandani. Mereka memakaikanku pakaian yang sangat minim bahan. Gaun ungu sepaha yang transparan. 

Aku dibawa menuju kamar Pangeran Erwin. Deg-degan? Tidak. Di jalan menuju kamar pangeran, Madam Alisya berkata padaku :

"Dengar, gadis berwajah murung. Jika kau menampakkan wajah murung seperti itu di hadapan pangeran, aku bersumpah akan membakar wajahmu. Tersenyumlah, ceria, dan bersikap malu-malu di hadapan pangeran."

Aku tak menanggapinya.

Ia memintaku berhenti. Tak disangka-sangka, ia menampar wajahku.

"Apa kau tidak dengar apa yang aku katakan, kau perempuan tuli. Berhenti menunjukkan wajah murung." Katanya membentak.

Aku menangis. 

"Jangan menangis, nanti aku congkel bola matamu jika matamu berwarna merah di hadapan pangeran."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status