Share

Pasrah

🏵️🏵️🏵️

Sarah tidak kuasa menolak keinginan laki-laki yang telah menikahinya. Namun, dia juga belum mampu untuk ikhlas atas penyerahan diri kepada sang suami. Sarah melakukan semua itu hanya karena sebuah janji yang telah dia sepakati bersama Wisnu.

Sarah harus berkorban demi keselamatan ayahnya tercinta. Dia tidak peduli dengan syarat yang diberikan Wisnu kala itu. Walaupun dengan berat hati, wanita berparas cantik itu bersedia menjadi pendamping hidup laki-laki yang tidak pernah dia cintai.

Kesepakatan itu terjadi begitu saja. Sarah dihadapkan pada situasi yang sangat berat. Dia tidak menemukan jalan keluar untuk mendapatkan biaya operasi ayahnya. Sarah berusaha meminta bantuan kepada kerabat, tetapi tidak mendapatkan hasil.

Janji yang telah Sarah sepakati bersama Wisnu, akhirnya kini telah membawanya ke dalam kehidupan yang sebenarnya tidak dia harapkan. Sesuatu yang paling berharga dalam dirinya telah dia serahkan kepada laki-laki itu. 

“Kamu nggak perlu nangis. Saya mendapatkannya juga nggak gratis.” Wisnu dengan tega melontarkan kalimat itu kepada Sarah.

Hati Sarah makin sakit mendengar apa yang keluar dari bibir Wisnu. Dia kembali mengingat awal pertemuan mereka beberapa bulan yang lalu saat dirinya melaksanakan praktik kerja lapangan di perusahaan pria tersebut.

Keluarga Wisnu memiliki perusahaan yang bergerak di bidang jasa penerbitan dan percetakan buku. Usaha yang sudah lama dirintis tersebut merupakan usaha yang cukup berkembang pesat di kota Surabaya. 

Sarah mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan praktik di perusahaan keluarga laki-laki yang kini resmi menjadi suaminya. Kala itu, Sarah bersekolah di salah satu SMK di kota yang sama dengan perusahaan Wisnu.

“Saya Sarah, Pak. Salah satu siswi yang magang di perusahaan ini.” Sarah memperkenalkan diri di ruangan Wisnu saat itu.

“Kamu jurusan apa?” tanya Wisnu dengan tatapan tajam dan suara tegas.

“Akuntansi, Pak.”

“Kamu bisa kerja, nggak?”

“Saya akan berusaha melakukan apa yang Bapak minta.” 

“Oke. Kamu bantu karyawati bagian keuangan dalam menyiapkan pembukuan.”

“Baik, Pak.”

Perkenalan Sarah dan Wisnu terjadi begitu saja. Sarah akhirnya mengetahui seperti apa sikap pemimpin perusahaan tempatnya magang. Dia banyak mendapatkan informasi tentang Wisnu dari karyawati yang menjabat sebagai pengelola keuangan dan pembukuan.

Karyawati tersebut bernama Lani. Dia menceritakan sikap dingin Wisnu yang tidak pernah dekat dengan seorang wanita. Lani bahkan pernah mendengar pengakuan Wisnu di depan ayahnya. Pria itu tidak memiliki keinginan untuk mengarungi hidup berumah tangga.

Bagi Lani, Wisnu merupakan sosok pemimpin yang sangat kasar. Sarah juga membenarkan hal tersebut. Wisnu dengan tega pernah menghardik Sarah karena kesalahpahaman yang terjadi dalam laporan keuangan yang dianggap keliru.

Sarah dengan sabar memberikan penjelasan kepada Wisnu. Laki-laki itu pun terdiam setelah mengetahui kalau dirinya yang tidak teliti dalam mengoreksi laporan yang Sarah kerjakan. Sejak kejadian itu, Wisnu lebih percaya kepada wanita yang saat ini berstatus sebagai istrinya daripada karyawati di kantornya.

“Kenapa kamu diam?” Lamunan Sarah buyar seketika setelah kembali mendengar suara Wisnu. “Apa pantas kamu menangisi apa yang terjadi di antara kita? Kamu lupa dengan uang yang saya berikan untuk menyelamatkan ayahmu?” Wisnu menarik tubuh Sarah hingga menghadap ke arahnya.

“Saya minta maaf, Mas. Saya janji akan belajar ikhlas dengan apa yang telah saya berikan pada Mas.” Sarah menangkupkan kedua telapak tangannya di depan Wisnu.

“Ikhlas nggak ikhlas, saya nggak peduli. Kamu harus tetap fokus dengan janjimu. Lahirkan anak untuk saya.” Setelah mengucapkan kalimat itu, Wisnu menggeser posisi sedikit menjauh dari Sarah lalu membelakangi wanita tersebut.

Sarah juga melakukan hal yang sama. Wanita pemilik rambut panjang itu kembali menumpahkan air mata yang tidak mampu untuk dibendung. Dia berjanji pada dirinya akan berusaha ikhlas menghadapi kenyataan yang telah terjadi.

🏵️🏵️🏵️

Sarah terbangun saat jarum jam menunjukkan angka lima. Dia segera menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh. Dia kembali mengingat apa yang telah terjadi tadi malam, hatinya tetap merasa sakit walaupun sudah mencoba untuk ikhlas.

Air mata Sarah kembali jatuh membasahi pipi, tetapi ditutupi air yang keluar dari shower. Dia menangis sejadi-jadinya dan berharap tidak diketahui Wisnu yang masih terlelap. Sarah mengingat wajah sang ibu yang telah memberikan nasihat dan pengertian sebelum acara penikahannya dengan Wisnu berlangsung.

“Maafin Ibu, Nak. Masalah ekonomi yang kita hadapi telah membuatmu harus berkorban. Tapi Ibu minta, kamu jangan pernah mengabaikan tugasmu sebagai seorang istri terhadap suami. Walau bagaimanapun, Wisnu akan menjadi imam untukmu.” Mengingat nasihat tersebut, Sarah makin tidak kuasa.

“Iya, Buk. Sarah janji akan selalu mengingat nasihat Ibu.” Sarah pun langsung memeluk erat tubuh ibunya.

Hampir setengah jam lamanya, Sarah berada di kamar mandi. Dia pun membenahi diri, mengenakan pakaian lalu keluar dari ruangan tersebut. Wanita itu segera melakukan kewajiban sebagai umat Islam, melaksanakan salat Subuh. Dia ingin meminta kekuatan dan petunjuk Yang Kuasa.

Setelah selesai salat, Sarah pun mengangkat kedua tangannya secara terbuka sambil menengadah. Dia ingin melangitkan doa kepada Sang Pencipta. Tanpa diminta, air mata wanita itu kembali jatuh membasahi pipi.

“Ya Allah Yang Mahakuasa, ampuni hamba yang belum mampu menerima apa yang telah Engkau berikan. Hamba akan berusaha berbakti kepada suami yang Kau pilihkan. Bukakan pintu hati hamba untuk menerima Mas Wisnu. Aaamiiin.”

Sarah mengusapkan kedua telapak tangan ke wajahnya. Kini, hatinya lebih tenang setelah selesai menyatakan perasaannya kepada Yang Kuasa. Dia pun segera berdiri lalu melepas mukena yang dikenakan.

Akan tetapi, sebelum Sarah membenahi perlengkapan salat tersebut, Wisnu tiba-tiba terbangun. Laki-laki itu segera turun dari ranjang lalu menghampiri sang istri. Dia meraih tangan Sarah, kemudian mengajaknya melangkah ke tempat tidur.

“Doamu lucu.” Wisnu melontarkan kalimat itu setelah dirinya dan Sarah duduk di tepi ranjang.

Sarah hanya terdiam dan menunduk. Dia tidak ingin membalas apa yang dikatakan suaminya. Wanita itu sekarang pasrah dengan apa yang dipikirkan laki-laki yang ada di sampingnya.

“Kenapa kamu diam? Kamu pikir saya peduli jika kamu nggak ikhlas menjadi istri saya? Saya juga nggak pernah berharap menikah denganmu. Saya melakukan semua ini hanya untuk memenuhi keinginan Papi dan Mami. Kamu harus melahirkan penerus untuk keluarga ini.” Wisnu meraih dagu Sarah lalu mengangkat wajah wanita tersebut.

Apa yang terjadi tadi malam, kini terulang kembali. Hal itu tidak dapat terelakkan. Sarah hanya bisa pasrah dengan apa yang telah dilakukan suaminya pagi ini terhadap dirinya. Setelah itu, Wisnu pun melangkah memasuki kamar mandi. Sementara Sarah kini duduk sambil mengusap air matanya yang telah jatuh.

“Cepetan sana mandi! Saya tunggu di meja makan.” Sarah terkejut mendengar suara Wisnu setelah keluar dari kamar mandi.

Sarah tidak memberikan jawaban. Dia segera turun dari tempat tidur lalu kembali membersihkan tubuh. Kali ini, dia merasa kalau Wisnu bukan hanya kasar, tetapi juga kejam. Sarah sedih karena laki-laki itu memaksakan kehendaknya.

“Istrimu mana, Wis?” tanya Bu Siska—ibu Wisnu, kepada sang putra setelah berada di dekat meja makan.

“Masih mandi, Mih.” Wisnu memberikan jawaban lalu duduk.

“Dasar pemalas. Baru jadi menantu, udah memberikan kesan nggak baik di depan keluarga suaminya.” Jessy—adik satu-satunya Wisnu, langsung melontarkan pernyataan itu.

“Papi dan Mami nggak pernah ngajarin kamu bicara seperti itu. Sarah itu kakak ipar kamu walaupun usianya lebih muda.” Pak Wildan selaku kepala keluarga langsung menegur putrinya.

“Salah Kak Wisnu, sih. Cari istri, kok, anak ingusan. Aku tetap nggak suka, Pih.” Jessy justru menyalahkan Wisnu.

“Jangan pernah berbicara tidak sopan tentang Sarah. Dia kakak iparmu dan dia yang akan memberikan penerus untuk keluarga ini. Lagi pun, dia juga pilihan kakakmu.” Bu Siska tidak terima dengan apa yang Jessy katakan tentang Sarah.

“Udah, dong. Ngapain bahas Sarah terus. Sekarang waktunya sarapan.” Wisnu merasa kesal karena ayah dan ibunya menunjukkan rasa suka terhadap Sarah. Sementara Jessy menunjukkan senyum kemenangan. Dia yakin kalau sang kakak tidak mencintai Sarah karena yang dia tahu, hanya Sandra wanita yang Wisnu cintai.

Pak Wildan dan Bu Siska beserta kedua anak mereka kini menikmati sarapan bersama. Sementara Sarah saat ini kembali menangisi apa yang baru terjadi terhadap dirinya. Sebelumnya, dia telah berusaha agar tidak menangis lagi, tetapi air mata itu tetap jatuh tanpa diminta.

===============

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status